34 research outputs found
Pengelolaan Ekosistem Mangrove Berbasis Masyarakat Secara Berkelanjutan: Studi Kasus Desa Blanakan, Subang, Jawa Barat
Mangrove merupakan ekosistem pantai yang terletak di antara laut lepas dan daratan. Ekosistem ini terdiri atas berbagai tanaman bakau yang hidup pada habitat lumpur. Hutan mangrove memiliki peran yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat pantai. Indonesia dengan jumlah kepulauan berkisar 17.000 pulau, menurut Badan Informasi Geospasial (BIG) memiliki panjang garis pantai mencapai 99.093 km2. Dari panjang garis pantai tersebut, bentangan hutan mangrove di sepanjang pesisir mencapai 95.000 km2. Jumlah tersebut telah mendudukkan Indonesia pada urutan pertama negara yang memiliki hutan mangrove terbesar dari luas mangrove dunia, yaitu 22,6% atau 3,113 juta ha (Giri et al. dalam Basyuni, Bimantara, Siagian, & Leidonald, 2017; Rudra et al., 2014). Dari jumlah tersebut hanya sedikit yang berada dalam kondisi baik, sebagian besar berada dalam kondisi rusak
Keanekaragaman Makrozoobentos Sebagai Bioindikator di Perairan Lentik Kawasan Rawa Jombor Klaten Jawa Tengah
Organisms that live permanently on the bottom of lentic or still waters, such as macrozoobenthos, are very susceptible to changes in water quality that can have an impact on their composition and abundance. Because of their tolerance to environmental changes, these organisms are often used as an indicator in physical and chemical changes in the aquatic environment. Rawa Jombor or Jombor swamp is a lentic freshwater in Krakitan Village, Bayat District, Klaten, Central Java. In addition to tourism, the surrounding community uses Rawa Jombor in their daily activities for floating market and fish cages. The existence of these various activities can produce waste and garbage which then settles to the bottom of the waters and has an impact on reducing water quality. This study aims to examine the diversity and distribution of macrozoobenthos. Water quality was measured by taking samples at three locations, namely station I (littoral zone), station II (limnetic zone), and station III (benthic zone). Sampling at each station used a Van Veen grab sediment sampler. The Macrozoobenthos Diversity Index was determined using the Shannon & Wiener formula. The diversity index values for stations I, II, and III are 1.579; 1.566; and 1.785, respectively, with moderate levels of community diversity. 14 types of macrozoobenthos were identified, of which Tubifex tubifex was the most abundant species in station 1 and station 2. Meanwhile at station 3 is dominated by Anentome Helena. Based on the analysis of organism diversity and the results of water quality inspection in our study, it shows that the water quality in the Jombor swamp is classified as moderately polluted.Organisme yang hidup menetap pada dasar perairan lentik seperti makrozoobentos, sangat rentan terhadap perubahan kualitas air yang dapat berdampak pada komposisi dan kelimpahannya. Karena toleransinya terhadap perubahan lingkungan, organisme ini sering digunakan sebagai ukuran perubahan dari perubahan fisika dan kimia lingkungan perairan. Rawa Jombor merupakan perairan lentik di Desa Krakitan, Kecamatan Bayat, Klaten, Jawa Tengah. Selain kegiatan wisata, masyarakat sekitar menggunakan Rawa Jombor dalam aktivitas sehari-hari untuk kegiatan pasar terapung dan keramba ikan. Keberadaan berbagai kegiatan tersebut dapat menghasilkan limbah dan sampah yang kemudian mengendap di dasar perairan dan berdampak menurunkan kualitas perairan. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji keanekaragaman makrozoobentos sebagai bioindikator Rawa Jombor. Perhitungan Indeks Keanekaragaman makrozoobentos dilakukan dengan menggunakan perhitungan rumus Shannon & Wiener. Nilai indeks keanekaragaman untuk stasiun I, II, dan III berturut-turut adalah 1.579; 1,566, dan 1.785, dengan tingkat keanekaragaman sedang. Dari hasil identifikasi ditemukan 14 jenis makrozoobentos, dimana spesies Tubifex tubifex merupakan jumlah yang paling banyak ditemukan pada stasiun 1 dan 2, sedangkan pada stasiun 3 didominasi oleh Anentome helena. Dari hasil analisis tingkat keanekaragaman dan hasil pemeriksaan kualitas air menunjukkan bahwa Rawa Jombor termasuk ke dalam kategori setengah tercemar/tercemar sedang
Phytopratiques D'Indonesie Et De Quelques Autres Pays Tropicaus: Tests Des Pratiques Concernant La Douce Et Le Limettier
Phytopractices are plant manipulation techniques and
microclimatic improvement which may select, propagate or preserve plants on an individual basis. They aim at improving qualitatively cultivated plant production. They are used in general in tropical countries. These
techniques, often quite old, localy used, prove to be often very efficient. In the first part of this work, an inventary of phytopractices in Indonesia and other tropical countries show that they are widely used and of much
interest, however, they have not thouroughly studied and furthermore this information should be transmitted to farmers of developing countries.
Phytopractices should be tested and in some cases improved in order to adapt them to regions where we intend to introduce them. The second part of this work consists of the experimentation: the first experimentation
relats to the grafting between two species of Convolvulaceae. The second concern the effect of mounding on the production of sweet potatoe. The third experimentation relats to the utilisation of shalot extract for stimulating rooting of lime Tahiti leaf cutting
Keanekaragaman Spesies dan Analisis Ekologi di Hutan Kota Universitas Indonesia (HKUI) Depok Jawa Barat
Hutan kota memberikan berbagai manfaat bukan hanya bagi masyarakat perkotaan di sekitarnya, tetapi juga menyediakan habitat untuk berbagai organisme termasuk berbagai jenis burung. Informasi tentang keanekaragaman spesies burung sangat penting untuk pengelolaan hutan kota. Keberadaan berbagai burung di hutan kota dapat memberikan gambaran preferensi burung untuk singgah bahkan menjadi rumah tempat tinggal mereka. Artikel ini mengidentifikasi spesies burung di Hutan Kota Universitas Indonesia (HKUI), Depok, Jawa Barat. Analisis ekologi burung di HKUI dilakukan melalui tinjauan keanekaragaman, dominansi, dan kemerataan. Penghitungan estimasi jumlah burung menggunakan metode point count dengan pengamatan pada tiga wilayah utama, yaitu Wales Barat, Vegetasi Alami, dan Wales Timur. Terdapat 34 jenis burung dari 27 famili yang ditemukan di HKUI, dengan total individu keseluruhan berjumlah 2512. Berdasarkan jumlah tersebut sebanyak 1029 individu teramati di Wales Barat, 818 di Vegetasi Alami, dan 665 di Wales Timur. Hasil analisis terhadap parameter ekologi memberikan gambaran bahwa indeks keanekaragaman pada ketiga wilayah pengamatan termasuk kategori sedang, yaitu 2,825 di Wales Barat, 2,787 di Vegetasi Alami, dan 2,796 di Wales Timur. Sedangkan indeks kemerataan termasuk kategori tinggi, artinya tidak terdapat spesies yang mendominasi pada ketiga wilayah tersebut. Hal ini dibuktikan dengan indeks dominansi yang rendah, mendekati nol, pada ketiga wilayah pengamatan. Gambaran tersebut memberikan indikasi bahwa tidak ada tekanan pada komunitas burung di HKUI sehingga dapat dikatakan bahwa HKUI memiliki komunitas yang stabil
Pengaruh Pemberian Api Lilin Sebagai Bahan Reduktor O2 Terhadap Daya Simpanan dan Daya Kecambah Benih Bawang Merah (Allium Ascalonicum L.)
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui penyimpanan benih bawang merah, yaitu dengan pemberian lilin yang dapat menghentikan proses respirasi, terhadap daya simpan atau lamanya penyimpanan dan daya kecambah benih bawang merah. Secara khusus penelitian ini bertujuan: (1) mengetahui pengaruh dari jumlah lilin yang berbeda terhadap perbedaan lamanya penyimpanan (ketahanan) benih bawang merah; (2) mengetahui jumlah optimum lilin yang dipakai dalam penyimpanan benih bawang merah; (3) mengetahui daya simpan dan daya kecambah bawang merah, dari perlakuan pemberian lilin yang berbeda-beda dan lama penyimpanan yang berbeda-beda pula
Kontribusi Pendidikan Jarak Jauh pada Peningkatan Partisipasi Pembelajaran Sain dan Teknologi di Indonesia
Makalah ini mengulas kontribusi pendidikan jarak jauh (PJJ) pada peningkatan pembelajaran sain dan teknologi khususnya di Indonesia. Pembahasan dimulai dengan berbagai perspektif yang mendorong perkembangan PJJ secara umum, meliputi aspek filosofi, sejarah, politik dan hokum, social dan ekonomi, sosiologi dan cultural, dan sain dan teknologi. Prinsip PJJ diulas secara ringkas, terkait dengan karakteristik, landasan filosofi, prinsip implementasi, serta pendidikan sebagai hak dasar manusia. Perkembangan PJJ di Indonesia dan Universitas Terbuka (UT) diberikan, dilanjutkan dengan uraian tentang kontribusi PJJ pada peningkatan pembelajaran sain dan teknologi di Indonesia. Selanjutnya, tulisan ini juga mencoba mengkaji tentang kontribusi PJJ pada pembelajaran sain, serta prospek ke depan PJJ bagi peningkatan partisipasi dalam pembelajaran sain dan teknologi, khususnya di Indonesia. Contoh pembelajaran sain yang kita petik dari Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Terbuka (FMIPA-UT) akan memperjelas kerangka pengetahuan tentang pembelajaran sains dan teknologi melalui sistem PJJ
CONDUCTING BIOLOGICAL SCIENCE PRACTICUM AT A DISTANCE AT UNIVERSITAS TERBUKA, INDONESIA
Conducting biological science practicum at UT involves a series of activities, ranging from registration, implementation, practicum learning support, and evaluation of student learning. Some important factors to consider in conducting science practicum at a distance include location, student conditions, and availability of the needed resources. UT science practicum involves the use of resources of partner universities, so the practicum is conducted during the semester break of the partner institution. In order to be financially viable, practicum is conducted when there are a minimum of 8 participating students, otherwise students will have to meet the minimum quota of the practicum cost
Analysis of Compliance Level of Fishing Activities In The Natuna Sea
Illegal fishing in Indonesian territorial waters, especially by foreign fishermen, has harmed the Indonesian state financially, because it has contributed greatly in reducing productivity and catches very significantly. It has has also threatened the sustainability of the utilization of Indonesia’s marine fishery resources. Economic losses due to IUUF are not only in the form of state income which reaches the range of Rp. 30 trillion per year, but also the loss of opportunities to utilize fish resources of around 1 million tons of fish each year that can be caught (harvested) by Indonesian fishermen, and what happens is in fact stolen by foreign fishermen. entering Indonesian waters. Foreign fishermen who often enter Indonesian waters, among others, come from Thailand, Vietnam, the Philippines, and Malaysia. To prevent and overcome IUUF activities, one of the steps taken by the Ministry of Maritime Affairs and Fisheries (KKP) of the Republic of Indonesia through the Directorate General of Supervision of Marine and Fishery Resources (DITJEN PSDKP) is to supervise fisheries such as fishing activities in the fisheries management area of the Republic of Indonesia. Supervisory implementation is carried out by the Technical Implementation Unit (UPT) PSDKP. UPT Directorate General of PSDKP in handling its duties is supported by the Marine and Fishery Resources Supervision Unit (PSDKP Satker) and Marine and Fishery Resources Monitoring Post (PSDKP Post) spread throughout Indonesia. In carrying out its duties, the Fisheries Supervisory Vessel may stop, inspect, carry, and detain ships suspected of violating the law to the nearest port for further processing. In addition, based on Law No. 31 of 2004 concerning Fisheries, as amended by Law No. 45 of 2009, in certain cases Fishery Supervisory Vessels, in this case, fishery supervisors or Fisheries Civil Servants Investigators, can also take special actions in the form of drowning. The high level of fishing activity in the Indonesian State Fisheries Management Area 711 must be accompanied by adequate monitoring activities to ensure compliance by business actors, both industrial scale and small fishermen, so that the sustainability of fisheries resources can be maintained