11 research outputs found

    Pemanfaatan Ganyong (Canna Edulis KERR) sebagai Bahan Baku Sohun dan Analisis Kualitasnya.

    Full text link
    Ganyong merupakan salah satu tanaman khas Indonesia yang berpotensi sebagai sumber karbohidrat. Pati ganyong mempunyai karakteristik yang cocok untuk dijadikan sohun sehingga dapat meningkatkankan nilai tambah ganyong. Penelitian ini bertujuan untuk membuat sohun dari ganyong dan membandingkan kualitasnya dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) sohun (SNI 01-3723-1995). Perlakuan dalam penelitian ini adalah variasi rasio pencampuran tepung ganyong dan air dengan 3 variasi yaitu 1:1, 1:1,5, 1:2. Untuk mengetahui kualitas sohun ganyong dilakukan analisis sesuai SNI sohun (SNI 01-3723-1995) yaitu keadaan (bau, rasa dan warna), daya tahan, air, abu serta cemaran logam (timbal, raksa, arsen). Dari hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa formula terbaik pembuatan sohun ganyong adalah perbandingan tepung ganyong dan air sebesar 1:1. Bau, rasa dan warna dari sohun pati ganyong masih dalam keadaan normal menurut SNI sohun (SNI 01-3723-1995) meskipun demikian warna yang dihasilkan masih sedikit lebih gelap dibandingkan sohun dari beras. Cemaran logam yaitu timbal, raksa dan arsen dari sohun ganyong telah memenuhi batas maksimum Peraturan BPOM. Namun untuk parameter kadar air masih belum memenuhi memenuhi syarat mutu SNI sohun (SNI 01-3723-1995) sehingga masih perlu perbaikan proses terutama pada proses pencetakan dan pengeringannya

    Hydrocoloids Biofunctional Food From Seaweeds and Its Applications in Food Industry

    Full text link
    Hydrocolloids have a wide array of functional prpperties in foods. The most hydrocolloids from seaweeds are carregeenan, alginate and agar. Carrageenan and agar are sulfates polysaccharides mainly extracted from red seaweeds (Rhodophyceae) while alginate is extracted from brown seaweeds (Phaeophyceae). Gelidium and Gracilaria are the main seaweeds for commercially producing agar. Kappaphycus and Euchema spcies are the main seaweeds for commercialy producing carrageenan. Then, Laminaria and Sargassum species are the main brown algae for commercially producing alginate. Furthermore, hydrocolloids from seaweeds or marine hydrocolloids are apllied in the food industry for their functional characteristics such as emulsifying, thickening, gelling, and stabilizing agent. All of these hydrocolloidsnamely, alginate, agar and carrageenan have received regulatory approvals from the European Council, the United States Food and Drug Administration, Food and Agriculture Organization, and Codex Alimantarius Commision

    Pengaruh Perlakuan Awal dengan Variasi Waktu Perendaman dan Jenis Bahan Perendam terhadap Karakteristik Tepung Umbi Ganyong (Canna Edulis KERR)

    Full text link
    Permasalahan yang dihadapi dalam pembuatan tepung ganyong adalah terbentuknya warna kehitaman yang dapat menurunkan penerimaan konsumen secara sensori. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh jenis bahan perendam dan waktu perendaman umbi ganyong terhadap sifat fisikokimia, derajat putih, dan kekuatan gel dari tepung ganyong yang dihasilkan. Pengaruh yang diamati adalah jenis bahan perendam (Natrium metabisulfit, asam sitrat, dan asam askorbat) dan waktu perendaman (10 - 30 menit) terhadap kecerahan warna tepung ganyong dibandingkan dengan kontrolnya. Parameter yang diamati antara lain derajat putih, komposisi kimia, sifat amilografi, kekuatan gel dan rigiditas tepung ganyong yang dihasilkan. Hasil menunjukkan bahwa perendaman ganyong dengan Na meta bisulfit 0,2% selama 30 menit memiliki kecerahan paling tinggi dibanding kontrol dan perlakuan lainnnya yaitu sebesar 68,94% dengan menggunakan alat pengukur derajat putih. Uji amilografi menunjukkan tepung ganyong dengan perlakuan perendaman natrium metabisulfit 0,2% dan asam sitrat 0,05% selama 10 menit memiliki suhu gelatinisasi paling tinggi dibandingkan kontrol dan perlakuan lainnya. Hasil uji kekuatan gel tepung ganyong menunjukkan bahwa semakin lama waktu perendaman ganyong maka kekuatan gel juga mengalami peningkatan. Kombinasi perlakuan natrium metabisulfit (0,2%) dengan asam sitrat (0,05%) menunjukkan kekuatan gel dan rigiditas tertinggi dibandingkan perlakuan lainnya

    (the Influence of Preparation TIME of Enzymes Fermentation for the Quality of Modified Cassava Flour (MOCAF)

    Full text link
    Cassava (Manihot esculenta) also called yuca or cassava, is a native plant of south America. cassava is used as an alternative staple food source of carbohydrate .in Indonesia one cassava intermediate products is mokaf (modified cassava flour ) whivh is made through fermentation time which are 2 hours (S2)and 24 hours (S24 and P24) and studied their characteristics (moisture ,fibre, ash and flour characteristics including gelatinization characteristic and gel strength) according to analysis including gelatinization characteristics mokaf with 2 hours enzyme preparation time has lower viscosity and gel strength in proximate analysis results ,mokaf with 2 hours enzyme preparation time have a tendency of smaller levels of ash and crude fiber ,buthigher protein. the best treatment for mocaf preparation is 24 hours pra-fermentation followed with fermentation and spinning process before drying ,which produce mokaf with 0,51% ash, 1,88% crude fiber ,0,86% protein and 0,66% fat

    (the Characterization of Sweet Potato Flour)

    Full text link
    Research on the improvement of sweet potato flour processing and characterization of the product had been conducted .the aims of this research was to reduce the enzymatic reactions for sweet potato with the improvement of flour processing,and to characterrize of the product .the steps of this research were include (1) the processing of flour by immersed of raw materials in warm water drying at temperature 50,60,70 oc (2)proximiate analysis of the product including moisture ,ash,protein,fat,crude fiber ,carbohydrate content and energy value (3)analysis and characterization of their physicochemical including yields,speeds of drying,viscosity ,the microscopic of starch granule ,white degree value and gel strenght the results showed that flour had low a maximum viscosity, the shapes of their granule were polygonal circles ,ovals and their size were varied .from this research it shown that immersed that immersed of raw carbohydrste content and energy value ,9,03% : 2,27%: 13,6 :0,44%: 0,99%< 74,7% dan 375 cal/100 g respectively key eord sweet potato ,enzymatic browing reaction ,viscosity ,whitenes

    (Lipase Catalysed Intersterification of Red Palm Oil and Coconut Oil Blends to Produce B-Carotene Riched Raw Spreads)

    Full text link
    Red palm oil has several characteristics which is very raw spread, especially their high carotenoid content which have many advantages for human health. Enzymatic interesterification (IE) with saturated and middle-along chain fatty acid (coconut oil) is one effective ways improve their physical propertise. the objective of this research was to obtain the best formulation of red palm oil coconut oil blends which have the most similar characteristics with raw spreads commercial and have high B-carotene content. The in this research were (1) Chemical properties analysis from Crude Palm Oil (CPO), including water content, free fatty acid, peroxide value, iod value, and carotenoid total, (2) Refining and chemical properties analysis of Neutralized Red Palm Oil (NRPO), including water content, free fatty acid, peroxide value, iod value, and carotenoid total, (3) Fractionation of neutralized Red Palm Oil (NRPO), (4) Enzymatic interesterification and physicochemical properties analysis, including slip melting point (SMP), carotenoid total, solid fat content (SFC), and fat crystallization behavior. The results showed that product of enzymatic interesterification such as SMP and SFC profiles were higher than without enzymatic interesterification treatment, carotenoid total was not change significantly, and the crystal sizes were larger than treatment before. Enzymatic interesterification results very significant changing on physical properties from NRPO and Rpo and still have high total carotenoid. Formulation of (Rps/Rpo)/CNO with ratio 75:25, 77,5:12,5 and 82,5:17,5 b/b had most similar physical properties with profile raw spreads retail and industry. SMP value of there ratio already included in SMP commercial spreads range that are 32,63; 33,60 and 34,86 oC. After enzymatic interesterification process, total carotenoid only decreased 1,85; 2,97 and 2,93% (363,16; 378,21 and 392,81 ppm become 356,43; 366,72 and 381,32 pmm), and SFC profile on 20, 30 40 oC were similar with SFC profile raw spreads and industry

    Pengaruh Umur Simpan Whey Dan Suhu Koagulasi Terhadap Kadar Protein Dan Tekstur Tahu (Effect of Whey Shelf Life and Coagulation Temperature on Protein Content and Texture of Tofu)

    Full text link
    Tahu merupakan makanan tradisional bergizi tinggi yang disukai masyarakat. Hasil samping cair dari produksi tahu yang dikenal juga sebagai whey dapat digunakan kembali sebagai koagulan tahu. Pemanfaatan whey sebagai koagulan selain dapat mengurangi hasil samping juga lebih ekonomis. Tujuan penelitian ini adalah mempelajari pengaruh umur simpan koagulan whey tahu dan suhu koagulasi terhadap kadar protein dan tekstur tahu. Perlakuan penelitian ini adalah koagulan whey berumur simpan 1, 2 dan 3 hari serta suhu koagulasi 63 dan 83 °C. Setiap perlakuan dianalisis kandungan protein dan teksturnya yaitu kekerasan (hardness), kohesivitas, dan daya kunyah (chewiness). Hasil dari penelitian ini adalah suhu koagulasi 83 °C menghasilkan produk tahu dengan kadar protein yang lebih tinggi dan tekstur yang memiliki tingkat kekerasan (hardness), kohesivitas, dan daya kunyah (chewiness) lebih tinggi bila dibandingkan dengan suhu koagulasi 63 °C. Sedangkan whey dengan umur simpan 2 hari menghasilkan produk tahu dengan tekstur yang memiliki tingkat kekerasan (hardness), kohesivitas, dan daya kunyah (chewiness) lebih tinggi daripada whey dengan umur simpan 1 dan 3 hari. Namun untuk kadar protein pada produk tahu, semakin lama umur simpan whey, menyebabkan peningkatan kadar protein pada suhu koagulasi 63 °C dan penurunan pada suhu koagulasi 83 °C

    Pengaruh Suhu Penyimpanan terhadap Kualitas Sosis Kering Jamur Tiram Putih (Pleurotus Ostreatus)

    Full text link
    Jamur tiram putih mempunyai kandungan gizi yang tinggi serta memiliki protein dan serat menyerupai daging. Namun jamur tiram putih mempunyai kadar air tinggi sehingga mudah rusak. Pengolahan jamur tiram putih menjadi sosis kering dan pengamatan kondisi penyimpanan terhadap kualitas sosis kering belum ada yang melakukan. Tujuan penelitian ini mempelajari pengaruh beberapa kondisi penyimpanan terhadap kualitas sosis kering jamur tiram putih. Sosis kering jamur tiram putih disimpan pada inkubator suhu 25, 35, 45, dan 55 oC. Sampel sosis kering jamur tiram putih dianalisis kadar air, asam lemak bebas (ALB) dan aw setiap 14 hari sekali selama 56 hari. Suhu penyimpanan selama 56 hari mempengaruhi kadar air dan aw sosis kering jamur tiram putih. Semakin tinggi suhu penyimpanan dan semakin lama penyimpanan maka kadar air makin rendah dan aw makin rendah. Sedangkan waktu penyimpanan mempengaruhi ALB dan aw. Semakin lama waktu penyimpanan maka ALB semakin tinggi dan aw semakin turun. ALB tidak dipengaruhi suhu penyimpanan dan kadar air tidak dipengaruhi waktu simpan. Semua kondisi penyimpanan masih memenuhi syarat mutu SNI produk pangan kering

    Evaluasi Aspek Sanitasi pada Pengembangan Lini Proses Mocaf Berbasis 4.0 di Balai Besar Industri Agro

    Full text link
    Balai Besar Industri Agro (BBIA) mengembangkan lini proses mocaf berbasis 4.0 sebagai unit percontohan dalam pengembangan ekosistem 4.0, dimana ekosistem inovasi sebagai salah satu langkah strategis dalam transformasi 4.0 untuk mengimplementasikan revolusi industri 4.0 sesuai peta jalan Making Indonesia 4.0. Lini proses mocaf berbasis 4.0 tersebut, berkaitan dengan proses pengolahan pangan, maka tetap harus mempertimbangkan kesesuaian desain peralatan dan permesinan tersebut dengan prinsip-prinsip sanitasi pangan. Aspek sanitasi merupakan hal penting yang harus diperhatikan dalam industri pangan. Tulisan ini bertujuan untuk mengevaluasi desain alat pada lini proses tersebut, metode sanitasi, serta rekomendasi kegiatan sanitasi yang diharapkan dapat berguna untuk perbaikan dan pengembangan lini proses mocaf 4.0 tersebut. Metode yang digunakan melalui pengamatan lini proses dengan membandingkan dengan Peraturan Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik. Data pengamatan dibahas secara deskriptif analitik. Berdasarkan hasil evaluasi beberapa aspek sanitasi pada lini proses mocaf 4.0 ada beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu dari segi infrastruktur, desain peralatan, verifikasi hasil sanitasi, dan juga akses masuknya hama pada lini proses
    corecore