39 research outputs found

    Diversitas Ikan Pada Perairan Tawar Kota Langsa

    Get PDF
    Inventarisasi sumber daya perairan dan keragamannya memegang peranan yang sangat penting untuk kelanjutan budidaya perairan sebagai sumber informasi genetik untuk domestikasi ikan. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui ikan-ikan jenis apa saja yang terdapat di perairan tawar Kota Langsa yang didominasi oleh rawa dan alur sawit dikarenakan banyaknya terdapat perkebunan sawit di daerah ini. Penelitian dilakukan melalui sampling survey menggunakan jaring insang dengan ukuran mata jaring 1 inci dan 1,5 inci dibeberapa stasiun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ikan yang mendominasi perairan Kota Langsa adalah sepat rawa, sedangkan dua jenis ikan lainnya yang terjaring alat sampling adalah ikan gabus pasir dan ikan betok. Sementara ikan yang potensial untuk didomestikasi dari ketiga jenis ikan tersebut adalah ikan betok karena memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi

    APLIKASI METODE PENANGKARAN INDUK RAJUNGAN SEBAGAI UPAYA RESTOCKING DI ALAM MELALUI SISTEM RUMÔH BIENG RENJONG

    Get PDF
    ABSTRAKRajungan merupakan komoditas ekspor yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi, tingginya penangkapan rajungan menyebabkan hasil tangkapan yang diperoleh nelayan semakin menurun. Kurangnya pemahaman masyarakat terkait teknologi penangkapan yang ramah lingkungan dan teknik penangkaran telah memperparah penurunan stok dialam. Model penangkaran rajungan yang berkelanjutan diketahui dapat dilakukan untuk mengatasi penurunan stok rajungan dialam. Adapun metode teknis pelaksanaan utama dalam kegiatan ini, yaitu (1) Kegiatan pengelolaan induk mulai dari penampungan dan penerimaan induk bertelur yang tertangkap dari nelayan pemeliharaan bak induk, seleksi induk khususnya yang sudah bertelur, pakan dan pengelolaan kualitas air induk, pengeraman (inkubasi) induk  serta penetasan  telur rajungan.  (2)  Pengelolaan  kualitas  air  agar diperoleh kelulushidupan crablet yang tinggi. (3) Pencegahan hama dan penyakit, hama dan penyakit yang sering menyerang seperti ektoparasit dan jamur. Hasil PKM ini merupakan solusi alternatif dalam kegiatan ini dengan membuat sistem RUMÔH BIENG RENJONG dapat memudahkan nelayan dalam memahami konsep ini dibuat sesederhana mungkin, sehingga diperoleh peningkatan stok di alam dari hasil restocking secara mandiri oleh masyarakat nelayan secara berkelanjutan yang nantinya dapat meningkatkan hasil tangkapan dan meningkatkan perekonomian masyarakat pesisir, khususnya pelaku usaha perikanan rajungan. Kata kunci: induk; penangkaran; rajungan; restocking ABSTRACTBlue swimming crab is an export commodity that has high economic value, the high crab catch causes the catches obtained by fishermen to decrease. The lack of public understanding regarding environmentally friendly fishing technologies and captive breeding techniques has exacerbated the decline in natural stocks. It is known that sustainable crab breeding models can be used to overcome the decline in natural crab stocks. The main implementation technical methods in this activity are (1) broodstock management activities starting from sheltering and receiving egg-laying broodstock caught from fisherman maintenance of brood tanks, selection of broodstock especially those that have laid eggs, feed and broodstock water quality management, incubation (incubation) of broodstock and hatching crab eggs. (2) Management of water quality in order to obtain high crablet survival. (3) Prevention of pests and diseases, pests and diseases that often attack such as ectoparasites and fungi. The results of this PKM are an alternative solution in this activity by making the RUMÔH BIENG RENJONG system easier for fishermen to understand this concept. Make it as simple as possible, so that an increase in stocks in nature is obtained from the results of independent restocking by fishing communities in a sustainable manner which can later increase catches and increase fish stocks. the economy of coastal communities, especially crab fisheries business actors. Keywords: broodstock; crab; restockin

    Gonad maturity and gonadal somatic index of blue swimming crab Portunus pelagicus harvested from Spermonde Archipelago, South Sulawesi, Indonesia

    Get PDF
    Reproductive biology is one of the biological aspects that needed to formulate responsible management of blue swimming crab (BSC). The crab is one of the commercial fisheries commodities in South Sulawesi, Indonesia. Presently no information on the reproductive biology of this crab from Spermonde Archipelago, Sout Sulawesi. Therefore, the study aimed to analyze and compare gonad maturity stage(GMS)andgonadalsomaticindex(GSI)oftheBSCcaughtonthreeecosystemsnamelycoralreef,seagrass,andmangrovein Salemo Island, Spermonde Archipelago. GMS and GSI were analyzed descriptively for five months from March to July 2015. Results indicate there was a difference in GMS of the BSC caught in mangroves, seagrass, and coral reef. Generally, mangrove was dominated by immature BSC with GMS I and GMS II, while the BSC caught in the seagrass and coral reef BSC were dominantly mature and spawn GMS III, IV, and V. GSI BSC caught in mangrove ecosystem are smaller than GSI BSC caught in seagrass and coral reef ecosystems. Seagrass and coral reef ecosystems suitable for development no-take zone of the BSC

    Faktor Kondisi Rajungan (Portunus pelagicus) Yang Tertangkap Pada Ekosistem Mangrove, Lamun, Dan Terumbu Karang Di Pulau Salemo Sulawesi Selatan

    Get PDF
    Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa dan membandingkan faktor kondisi dari rajungan yang tertangkap di ekosistem hutan mangrove, padang lamun dan terumbu karang Pulau Salemo, Sulawesi Tenggara. Penelitian dilaksanakan dari Bulan Maret sampai Juli 2015. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai faktor kondisi rajungan pada setiap lokasi masing-masing berkisar antara: 0,430 – 5,069; 0,454 – 0,847, and 0,511-1,169 yang mengindikasikan bahwa faktor kondisi rajungan di ketiga tempat tersebut relatif kecil

    The Influence of Various Substrates on the Survival of Freshwater Lobster (cherax quadricarinatus) in the Open Transport System

    Get PDF
    Lobster is one of the leading commodities in Indonesia, with export destinations to Japan, Hong Kong, the USA, and several other countries. In export activities, high mortality is caused by stress during transportation, causing farmers to suffer losses. This research can be an alternative solution to reduce the mortality rate in the transportation of crayfish, which is carried out using a variety of different substrates as transport media. This study aims to determine the effect of using different substrates as filler media for the transport container on the survival of crayfish, which were transported for 6 hours using different substrates, namely paper, raffia rope, coconut fiber, and cotton. The research method used was a completely randomized design. (RAL). The results of this study showed that the transportation of crayfish with different substrates showed survival results on 93% paper substrate, 90% raffia rope, 96% coconut fiber, and 100% cotton. After 10 days of maintenance, the survival of crayfish decreased because the crayfish experienced stress during the transportation test. This was due to a lack of oxygen and moisture in the substrate used during transportation. The highest post-maintenance survival occurred at P4 of 76% and P3 of 75%, while at P1 it was 57% and at P2 it was 67%.Lobster merupakan salah satu komoditas unggulan di Indonesia dengan negara tujuan ekspor ke Jepang, Hongkong, USA, dan beberapa negara lainnnya dalam kegiatan ekspor tingginya kematian disebabkan karena stres pada saat pengangkutan  sehingga  menyebabkan pembudidaya mengalami kerugian. Penelitian ini dapat menjadi solusi alternatif untuk mengurangi tingkat kematian pada transportasi lobster air tawar yang dilakukan menggunakan berbagai substrat yang berbeda sebagai media pengangkutan. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan pengaruh penggunaan susbtrat yang  berbeda sebagai media pengisi wadah pengangkutan terhadap kelangsungan hidup  lobster air tawar yang ditransportasikan  selama 6 jam  menggunakan substrat yang berbeda yaitu kertas, tali rafia, sabut kelapa, dan kapas dengan metode penelitian yang digunakan yaitu rancangan acak lengkap (RAL). Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa pengangkutan lobster air tawar dengan susbtart yang berbeda menunjukan hasil kelulusan hidup pada susbstrat kertas 93%, tali rafia 90%, sabut kelapa 96%, dan kapas 100% . Setelah pemeliharaan selama 10 hari kelangsungan hidup lobster air tawar menurun dikernakan lobster air tawar mengalami stres pada saat uji trasportsi hal ini disebabkan karena kurangnya oksigen dan kelembapan pada substrat yang digunakan pada saat transportasi. Kelangsungan hidup pasca pemeliharaan tertinggi terjadi pada P4 sebesar 76% dan P3 sebesar 75% sedangkan pada P1 sebesar 57% dan P2 sebesar 67%

    PEMANFAATAN EKSTRAK DAUN NENAS DALAM MENENTUKAN TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP LARVA IKAN BANDENG

    Get PDF
    Salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas benih ikan adalah baik atau buruknya kualitas telur ikan. Rendahnya tingkat kelangsungan larva setelah menetas salah satunya diakibatkan oleh telur ikan yang terjangkit mikroorganisme seperti jamur dan bakteri. Daun nenas merupakan salah satu komponen yang banyak memiliki kandungan bahan aktif yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri dan jamur. Penelitian ini dilakukan untuk menentukan apakah telur ikan yang direndam ekstrak daun pepaya  memiliki kelangsungan hidup larva yang lebih tinggi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perendaman telur dengan konsentrasi ekstrak daun pepaya pada konsentrasi 20 mg/l dan 30 mg/l memiliki tingkat kelangsungan hidup yang lebih baik

    The Effect of Soaking Zeolite Stones and Activated Charcoal on the Survival of Red Tilapia (Oreochromis sp.) Raised in Oil Palm Plantation Wastewater (Elaeis guineensis)

    Get PDF
    Ikan nila merah merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang memiliki tingkat toleransi lingkungan yang luas, termasuk pada lingkungan dengan toksisitas tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mengevaluasi pengaruh perendaman batu zeolit dan arang aktif terhadap kelangsungan hidup ikan nila merah yang dipelihara di air limbah perkebunan kelapa sawit. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen RAL (Rancangan Acak Lengkap) dengan 4 perlakuan dan 3 ulangan. Perlakuan perendaman yang digunakan adalah P1 tanpa dosis/kontrol/10 L air limbah, P2 dengan takaran zeolit dan arang aktif dengan perbandingan 50 gr : 50 gr/10 L air limbah, P3 dengan takaran zeolit dan arang aktif. arang dengan perbandingan 100 gr:100 gr/10 L air limbah, dosis P4 zeolit dan arang aktif dengan perbandingan 150 gr:150 gr/10 L air limbah. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan uji Anova dan Duncan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perendaman pada batu zeolit dan arang aktif berpengaruh terhadap kelangsungan hidup ikan nila merah. Kelangsungan hidup tertinggi terdapat pada perlakuan P3 dengan hasil 90±10b, disusul P4 dengan hasil 83,33±5,77b, kemudian disusul P2 dengan hasil 76,67±5,77b, dan kelangsungan hidup terendah terdapat pada P1 dengan hasil 76,67±5,77b. hasil 66.67±5.77a.Kata Kunci: Nila merah, kualitas air, zeolit, arang aktif, kelangsungan hidup

    The relationship between blue swimming crab (Portunus pelagicus) abundance and environmental parameters in Spermonde Archipelago

    Get PDF
    Management and conservation of the blue swimming crabs by the marine protected area method require the abundance and environmental parameter information of the blue swimming crab. The aim of this study is to analyze the changes in the relative abundance of the blue swimming crab and its environmental parameters. The study was conducted from March to July 2015, in the waters of Salemo Island, Spermonde Archipelago. The specimens were collected at the three fishing locations around the mangrove, seagrass, and coral reef ecosystems. The variable of relative abundance of the blue swimming crab is determined catch per effort. Samples of environmental parameters such as temperature and current speed are measured in situ. However, for the salinity, dissolved oxygen, ammonia, nitrate, plankton, and chlorophyll-a were analyzed in the laboratory. A comparison of the blue swimming crab abundance in each ecosystem was conducted by One Way ANOVA. Moreover, the relationship between blue swimming crab abundance with environmental parameters was analyzed by multiple regression. The results show that the blue swimming crab is abundant in the seagrass and coral reefs. The environmental parameter that significantly influences the abundance of the blue swimming crab is salinity. The suitable area for blue swimming carb protection based on abundances are seagrass and coral reef ecosystems

    Analisis tingkat kesesuaian lahan hutan mangrove Kota Langsa untuk pengembangan kepiting mangrove dengan metode silvofishery

    Get PDF
    Pesisir timur Aceh merupakan kawasan hutang mangrove terluas di propinsi tersebut. Namun tingkat penebangan liar yang tinggi, ditambah dengan alih fungsi lahan untuk kepentingan perekonomian menjadi ancaman yang serius di kawasan tersebut. Silvofishery antara hutan mangrove dan kepiting bakau dapat dijadikan salah satu alternatif penyelesaian permasalahan karena mengedepankan pentingnya kualitas lingkungan hutan mangrove sekaligus dapat meningkatkan pendapatan masyarakat setempat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kesesuaian lahan hutan mangrove di Kota Langsa yang terletak di pesisir timur Aceh untuk kepentingan silvofishery kepiting bakau. Penelitian dilakukan selama tiga bulan dari Bulan Juli sampai September 2018 dengan melakukan analisis terhadap kualitas air, tingkat kesuburan tanah (substrat), ketersediaan pakan dan kerapatan hutan mangrove. Dari hasi penelitian diketahui bahwa lingkaran luar hutan mangrove Kuala Langsa dan Ujung Perling merupakan area yang masih sangat baik untuk digunakan sebagai media silvofishery kepiting bakau

    EFEKTIVITAS SUHU OPTIMUM PENETASAN TELUR LOBSTER AIR TAWAR (Cherax quadricarinatus) PADA BERBAGAI FASE PERKEMBANGAN EMBRIO

    Get PDF
    Lobster air tawar (Cherax quadricarinatus) merupakan komoditas perikanan air tawar yang sangat menjanjikan sebagai pengganti lobster air laut. Proses penetasan telur merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan keberhasilan dalam kegiatan budidaya lobster air tawar. Tujuan penelitian ini adalah mengevaluasi presentase derajat penetasan telur dan kelangsungan hidup benih lobster air tawar yang ditetaskan menggunakan metode inkubasi.Penelitian ini menggunakan metode rancangan acak lengkap dengan 4 perlakuan dan 3 kali ulangan. Perlakuan A sebagai kontrol (penetasan telur lobster secara alami), Perlakuan B (inkubasi fase 2 atau 4-6 hari setelah terjadinya fertilisasi), Perlakuan C (inkubasi fase 4 atau 10-12 hari setelah terjadinya fertilisasi), Perlakuan D (inkubasi fase 6 atau 16-18 hari setelah terjadinya fertilisasi). Telur uji yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari 1 induk yang sama. Sedangkan penetasan secara alami menggunakan telur dari induk yang berbeda. Hasil penelitian menunjukan bahwa derajat tetas telur lobster yang ditetaskan secara alami dan inkubasi berbeda nyata (p<0,05). Pada penetasan secara inkubasi derajat tetas telur terbaik berada pada fase 4 yaitu sebesar 91,1±3,85a dengan derajat kelangsungan hidup benih sebesar 91,66±14,43a. Dengan demikian, penetasan telur lobster air tawar pada berbagai fase perkembangan embrio dengan suhu optimum 30°C sebaiknya dilakukan pada fase 4 atau 10-12 hari setelah terjadinya fertilisasi dengan waktu tetas telur selama 33 hari.Freshwater lobster (Cherax quadricarinatus) is a freshwater fishery commodity that is very promising as a substitute for seawater lobster. The egg hatching process is one of the factors that really determines the success of freshwater lobster cultivation activities. The aim of this research was to evaluate the percentage of eggs hatching degree and survival of freshwater lobster seeds hatched using the incubation method. This research used a completely randomized design method with 4 treatments and 3 replications. Treatment A as control (natural hatching of lobster eggs), Treatment B (incubation phase 2 or 4-6 days after fertilization), Treatment C (incubation phase 4 or 10-12 days after fertilization), Treatment D (incubation phase 6 or 16-18 days after fertilization). The test eggs used in this study were obtained from the same parent. Meanwhile, natural hatching uses eggs from different parents. The results showed that the degree of hatchability of naturally hatched and incubated lobster eggs was significantly different (p<0.05). In incubation hatching, the best egg hatching rate was in phase 4, namely 91.1 ± 3.85a with a seed survival rate of 91.66 ± 14.43a. Thus, hatching of freshwater lobster eggs at various stages of embryonic development with an optimum temperature of 30°C should be carried out in phase 4 or 10-12 days after fertilization with an egg hatching time of 33 days
    corecore