186 research outputs found

    Moth Diversity at Gunung Halimun-Salak National Park, West Java

    Get PDF
    A study on moth fauna with focus on macro-moths was conducted at Gunung Halimun-Salak National Park from January to December 2007. The aims of the study were to acquire information of macro-moth diversity and to access the composition of the species at this area. Another objective of the research was to explore undescribed species of moths that inhabit this park. The result showed that a year collecting time with four sampling sites recorded only about 86% of estimated value in this park (846 of 983 species). Index diversity based on Fisher’s α is high. In addition, the number of families recorded from this park is also high, 29 families, or about half of the moth families that occur in Indo-Malayan region. Citiis site was the highest among other sites in term of the diversity index, while Gunung Botol is the lowest. These two sites have a few species in common. In general, Geometridae, Noctuidae, and Pyralidae dominate across all sites. The other significant finding of the research is that Dudgeonidae that has never been recorded from Indonesia was found at Citiis site

    The Impact of Human Activities to Dynamic of Insect Communities: a Case Study in Gunung Salak, West Java

    Get PDF
    Huge areas of diverse tropical forest are lost or degraded every year with dramatic consequences for biodiversity. Human activities such as deforestation, fragmentation, over-exploitation, and monoculture practices are the main drivers of tropical forest biodiversity loss. Investigating of these threats with focusses on changes in species richness or species diversity will be able to minimize any impact of human activities at the early stage in a certain region. Therefore, to know the impact of human activities to dynamic of insect communities in Gunung Salak, West Java, we measured moth diversity and their structure within communities by comparing the index diversity, species richness and species composition across five different habitat types. The results showed that the habitat changes due to human activities had changed not only to the moth diversity but also to their structure within communities. The number of moth species decreased significantly as well as the number of lower taxa (family) in the disturbed forest (secondary forest, Agathis forest, and transition area) within ranges: 20-50 and 10-20%. The composition of the two main families, Geometridae and Noctuidae also showed a major change, family Geometridae decreased within ranges 10-50% in the disturbed area but Noctuidae increased up to 50% in those areas. Indeed, habitat lost due to human activities such as illegal logging, change of land use and land clearing is the main threats to decrease on macro-moth diversity and change their structures within communities

    Kelemahan Gen 12S RRNA Untuk Mempelajari Struktur Populasi Genus Aethalops (Chiroptera: Pteropodidae) Di Indonesia: Tanggapan Tulisan Maharadatunkamsi & M. Syamsul Arifin Zein Pada Jurnal Biologi Indonesia 4 (2): 75-86.

    Full text link
    TULISAN PENDEKKelemahan Gen 12S rRNA Untuk Mempelajari Struktur Populasi GenusAethalops (Chiroptera: Pteropodidae) di Indonesia: Tanggapan TulisanMaharadatunkamsi & M. Syamsul Arifin Zein pada Jurnal BiologiIndonesia 4 (2): 75-86

    Moth Diversity at Sebangau Peat Swamp and Busang River Secondary Rain Forest, Central Kalimantan

    Get PDF
    A study on the diversity of moths was conducted from July to Augustus 2004 at the peat swamp forest Setya Alam research station, Sebangau, Central Kalimantan. The result showed that diversity of moths at this area was lower (100 species of 12 families; H’ = 6.643, E = 0.794) than that in secondary rain forest Busang River (278 species of 19 families; H’ = 8.139, E = 0.831). The result also showed that the similarity index (Cj) of the two areas was very low (0.05). Geometridae, Noctuidae, and Pyralidae were dominant in both areas. There might be more species that have not been found during eight night sampling as indicated by the species numbers in both areas has not reach a plateau

    LAYER TETRATITANAT TERPILARKAN SPESIES OLIGOMER DARI KLUSTER POLIKATION KROM(III) DAN ALUMINIUM(III)

    Get PDF
    Ion Cr(III) dan Al(III) dalam larutan air hadir dalam polikation yang berbeda tergantung pada pH lingkungannya. Pilarisasi polikation tersebut dalam senyawa layer logam oksida sangat menarik untuk dipelajari dari segi pengetahuan maupun teknologi, serta aplikasinya dalam kehidupan. Penelitian ini dilaksanakan untuk memilarkan polikation spesies Cr(III) dan Al(III) pada pada berbagai kondisi pH ke dalam layer anion tetratitanat (Ti4O92-). Adanya kondisi pH lingkungan yang bervarisasi, memungkinkan berbagai struktur polikation terbentuk dan terpilar. Untuk dapat memilarkan polikation spesies Cr(III) dan Al(III) tidak dapat dilakukan secara langsung, tetapi harus melalui suatu pengungkit (alkilamonium). Panjang rantai (jumlah atom C) pengungkit akan mempengaruhi jarak antar layer strutur host. Metode yang digunakan untuk studi pilarisasi polikation polikation spesies Cr(III) dan Al(III) pada struktur layer anion tetratitanat yaitu metode kimia lembut (Chimie Douce). Prinsip metode ini yaitu melakukan rekayasa secara halus atau lembut melalui proses reaksi bertahap pada suhu rendah yang meliputi: pertukaran kationik, pelebaran layer dan pemasukan layer atau interkalasi pada berbagai kondisi pH. Hasil penelitian yang diharapkan berupa material berpori sebagai bahan katalis dan pengetahuan berupa prinsip, konsep dan metode proses pilarisasi oligomer dari polikation spesies Cr(III) dan Al(III) pada struktur layer anion tetratitanat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah atom C atau panjang rantai karbon pada alkilamonium mempengaruhi jarak antar layer atau kisi a dalam senyawa alkilamonium tetratitanat, Pengaruh pH lingkungan atau penambahan bahan pengkondisi pH mempengaruhi penggantian ligan pada polikation spesies Cr(III) atau Al(III) yang terinterkalasi dalam layer anion tetratitanat. Kata kunci: interkalasi, layer, tetratitanat, pilarisasi, chimie douce FMIPA, 2006 (PEND. KIMIA

    Sintesis dan Karakterisasi Nanopartikel Titanium Dioksida Terdadah Kromium atau Vanadium dengan Metode Pengendapan Basa

    Get PDF
    Titanium dioksida (TiO 2 RINGKASAN ) merupakan semikonduktor yang bersifat inert, tidak toksik dan harganya murah, sehingga banyak diaplikasikan dalam kehidupan. Aplikasi TiO yang didasarkan atas konsep transisi elektron dari pita valensi ke pita konduksi, dikembangkan sebagai bahan fotovoltaik berbasis pewarna (sel Grätzel), fotokatalis, fotohidrofil, dan sifat anti bakteri sebagai pembersih otomatis permukaan. Konsep reaksi kimia yang terjadi berlangsung pada permukaan, oleh karena itu luas permukaan, ukuran partikel, dan tipe struktur memiliki peran penting pada kinerjanya. Luas permukaan berkaitan dengan ukuran partikel dan morfologi yang berperan penting pada kecepatan reaksi permukaan, sedangkan energi celah pita (E g ) berkaitan dengan ukuran partikel dan tipe struktur. Untuk meningkatkan kinerja TiO , melalui cara pergeseran kinerja sinar yaitu dari sinar ultra violet ke sinar tampak. Berdasarkan hal tersebut, tujuan penelitian ini secara umum untuk mengembangkan metode, proses dan teknik sintesis TiO -nanopartikel terdadah vanadium atau kromium dalam rangka untuk menghasilkan material yang memiliki aktifitas atau kinerja tinggi untuk material antiburam dan antibakteri. 2 Salah satu metode yang akan dikembangkan yaitu metode pengendapan basa atau proses kimia basa dengan teknik injeksi panas (hot injection) dan refluks. Metode ini termasuk salah satu bagian dari metode kima lembut (chimie douce). Metode-metode ini telah banyak dikembangkan untuk mendapatkan material metastabil yang secara termodinamika sulit didapatkan. Penelitian ini akan mensintesis nanopartikel TiO dengan metode kimia lembut yaitu metode pengendapan kimia basa dengan teknik injeksi panas dan refluks mennggunakan prekursor Ti(O) 2 O.2H 2 2 O. Komposisi logam kromium dan vanadium berdasarkan hasil analisis teoritik DOS dan Struktur Pita dari hasil penelitian tahun pertama. Mikrostruktur nanopartikel TiO dikarakterisasi dengan difraktometer sinar-X pouder (X-rays Diffractometer Powder, XRD), sedangkan morfologinya dipelajari dengan bantuan peralatan mikroskop elektron mode saputan (Scaning Electron Microscopy, SEM) dan mikroskop elektron mode transmisi (Transmition Electron Microscopy, TEM), dan energi celah(gaps energy) diperoleh dengan bantuan spektrofotometer sinar tampak-ultraviolet (UV-Vis Spectrofotometer). Aktifitas TiO 2 sebagai antiburam dilakukan melalui uji setetes air diatas fim tipis nanopartikel TiO , dan diikuti sudut kontak tetesan air dari waktu ke waktu dibawah pengaruh sinar tampak dan UV. Uji kinerja antibakteri dilakukan dengan cara memberi bakteri pada larutan gel nanopartikel TiO dengan mempelajari perkembangannnya dibawah sinar tampak dan UV dari waktu ke waktu. 2 Hasil penelitian diharapkan mendapatkan metode sintesis ekonomis dalam menghasilkan nanopartikel TiO yang memiliki energi gap kecil sehingga dapat mengabsorpsi energi sinar tampak dari lampu ataupun sinar matahari, akibatnya memiliki kinerja yang tinggi sebagai bahan antiburam pada cermin dan antibakteri untuk peralatan rumah sakit

    MEKANISME TRANSISI FASA ALOTROPIK TITANIUM OKSIDA MELALUI KONDENSASI EX-SITU HIDROGEN TITANAT TIPE STRUKTUR LEPIDOKROSIT

    Get PDF
    Titanium dioksida (TiO2) merupakan semikonduktor yang bersifat inert, tidak toksik dan harganya murah, sehingga banyak diaplikasikan dalam kehidupan. Aplikasi TiO2 yang didasarkan atas konsep transisi elektron dari pita valensi ke pita konduksi, dikembangkan sebagai bahan fotovoltaik berbasis pewarna (sel Grätzel), fotokatalis, fotohidrofil, dan sifat anti bakteri sebagai pembersih otomatis permukaan. Konsep reaksi kimia yang terjadi berlangsung pada permukaan, oleh karena itu luas permukaan, ukuran partikel, dan tipe struktur memiliki peran penting pada kinerjanya. Luas permukaan berkaitan dengan ukuran partikel dan morfologi yang berperan penting pada kecepatan reaksi permukaan, sedangkan energi gap (Eg) berkaitan dengan ukuran partikel dan tipe struktur. Tipe struktur TiO2 mempengaruhi energi gap. Usaha yang sering dilakukan untuk mendapatkan partikel TiO2 dalam rangka peningkatan aktifitas aplikasinya, melalui pengontrolan morfologi dan struktur dengan cara pengembangan prosedur, metode dan teknik sintesis, serta pencarian prekursor baru. Penelitian ini dilaksanakan untuk mendapatkan partikel TiO2 dengan tipe struktur tertentu dengan kondensasi ex-situ melalui kalsinasi dari prekursor hidrogen titanat tipe lepidokrosit (HxTi2-x/4x/4O4). Prekursor hidrogen titanat dihasilkan dengan cara pertukaran kationik sesium titanat (CsxTi2-x/4x/4O4) melalui metode kimia lembut (Chimie Douce). Sintesis sesium titanat dilaksanakan melalui metode keramik dari reaksi sesium karbonat dengan TiO2-anatas, selanjutnya dengan pertukaran kationik melalui metode Chimie Douce dihasilkan senyawa hidrogen titanat. Hidrogen titanat tipe lepidokrosit diperlakukan dengan kondensasi secara ex-situ melalui kalsinasi pada berbagai temperatur. Padatan yang dihasilkan dikarekterisasi dengan berbagai peralatan. Morfologi padatan yang dihasilkan dikarakterisasi dengan bantuan peralatan mikroskop elektron mode saputan (Scaning Electron Microscopy, SEM) dan mikroskop elektron mode transmisi (Transmition Electron Microscopy, TEM), sedangkan struktur molekulernya dengan bantuan peralatan difraktometer sinar-X pouder (X-rays Diffractometer Powder, XRD), serta karakter lainnya dengan spektrofotometer infra merah dan Raman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa TiO2(B) dan TiO2-anatas dapat dihasilkan dari kondensasi ex-situ melalui kalsinasi hidrogen titanat tipe lepidokrosit (HxTi2-x/4x/4O4), serta telah diketahui mekanisme pertumbuhan atau pergeseran bidang kristalnya. TiO2-anatas memiliki morfologi dengan ukuran 10-50 nm (nanopartikel). FMIPA, 2008 (PEND. KIMIA

    PILARISASI ANION TETRATITANAT STRUKTUR LAYER OLEH SPESIES POLIKATION ZIRKONIUM (IV)

    Get PDF
    Pilarisasi spesies zirkonium(IV) ke dalam anion tetratitanat struktur layer (Ti4O9 2-) berhasil dilakukan melalui 3 tahap: 1). pertukaran kation K+ pada kalium tetratitanat dengan H+ dari HCl menjadi hidrogen tetrtatitanat, 2). interkalasi butilamonium ke dalam layer anion tetratitanat dan 3). pertukaran kation butilamonium dengan kation spesies zirkonium(IV). Prosedur tersebut lebih dikenal sebagai metode Chimie Douce. Spesies polikation Zr(IV) diperoleh dengan cara melarutkan kristal ZrOCl2.8H2O dalam pelarut air pada kondisi berbagai pH lingkungan reaksi yaitu 0,1; 0,9 dan 1,8). Padatan yang dihasilkan dikarakterisasi dengan difraktometer sinar-X (XRD). Secara khusus, analisis kadar Ti dan Zr dalam padatan yang dihasilkan pada pH lingkungan reaksi = 0,9 dengan spektrometer pendar sinar-X. Pilarisasi spesies Zr(IV) ke dalam anion tetratitanat struktur layer ditunjukkan bahwa spesies kationik Zr(IV) yang terpilar pada antar layer anion tetratitanat (Ti4O9 2-) pada kondisi pH lingkungan reaksi: 0,1; 0,9 dan 1,8 terdiri dari tiga jenis spesies yaitu [Zr(H2O)8]4+, [Zr(OH)(H2O)7]3+ dan [Zr(OH)2(H2O)6]2+. Spesies [Zr(OH)(H2O)7]3+ mendominasi pada pH = 0,9 dan berkurang dominasinya pada pH yang lebih rendah (pH = 0,1). Pada pH yang lebih tinggi (pH = 1,8) dominasi dari kluster [Zr(OH)(H2O)7]3+ berkurang, dan muncul kluster lain yaitu [Zr(OH)2(H2O)6]2+. Rumus molekul yang mungkin padatan yang dihasilkan pada pH lingkungan = 0,9 dalam kondisi major didasarkan data spektrometer pendar sinar-X: [Zr(OH)(H2O)7]0,089H1,911 Ti4O9.x H2O

    PILARISASI LAYER ANION TETRATITANAT OLEH SPESIES KLUSTER POLIKATION TITANIUM(IV) DAN ZIRKONIUM(IV)

    Get PDF
    Pilarisasi spesies Ti(IV) dan Zr(IV) pada antar layer anion tetratitanat (Ti4O92-) dilaksanakan melalui 3 tahap: 1) Pertukaran kation K+ pada senyawa kalium tetratitanat dengan H+ dari HCl menjadi hidrogen tetrtatitanat, 2) Interkalasi butilamina ke dalam layer anion tetratitanat dan 3) Pertukaran kation butil amonium dengan kation spesies Ti(IV) atau Zr(IV). Prosedur tersebut lebih dikenal sebagai metode Chimie Douce. Spesies Ti(IV) dan Zr(IV) diperoleh dengan cara melarutkan kristal [Ti8O12(H2O)24]Cl8•HCl•7H2O dan ZrOCl2.8H2O dalam pelarut air pada kondisi berbagai pH. Padatan yang dihasilkan dikarakterisasi dengan difraktometer sinar-X (XRD). Secara khusus, padatan yang dihasilkan pada pH lingkungan reaksi tertentu dianalisis kadar Ti dan Zr dengan spektrometer pendar sinar-X (XRF). Hasil pilarisasi spesies Ti(IV) dan Zr(IV) ke dalam antar layer anion tetratitanat diperoleh penjelasan sebagai berikut: (a) Spesies kationik Ti(IV) yang terpilar pada antar layer anion tetratitanat pada kondisi sintesis pada pH lingkungan reaksi: 0,1; 0,5 dan 1,0 terdiri dari dua jenis spesies yaitu Ti(OH)3(H2O)3]+ dan [Ti(OH)2(H2O)4]2+. Spesies Ti(OH)3(H2O)3]+ mendominasi terpilar pada semua pH, sedangkan spesies [Ti(OH)2(H2O)4]2+ dalam kondisi minoritas. Dominasi spesies kluster [Ti(OH)3(H2O)3]+ semakin nyata seiring kenaikan pH lingkungan reaksi; (b) Spesies kationik Zr(IV) yang terpilar pada antar layer anion tetratitanat (Ti4O92-) pada kondisi sintesis pada pH lingkungan reaksi: 0,1; 0,9 dan 1,8 terdiri dari tipa jenis spesies yaitu [Zr(H2O)8]4+, [Zr(OH)(H2O)7]3+ dan [Zr(OH)2(H2O)6]2+. Spesies [Zr(OH)(H2O)7]3+ mendominasi pada pH = 0,9 dan berkurang dominasinya pada pH yang lebih rendah (pH = 0,1). Pada pH yang lebih tinggi (pH = 1,8) dominasi dari kluster [Zr(OH)(H2O)7]3+ berkurang, dan muncul kluster lain yaitu [Zr(OH)2(H2O)6]2+. FMIPA, 2007 (PEND. KIMIA

    RAPID ASSESSMENT ON MACRO-MOTH DIVERSITY AT GUNUNG TAMBORA NATIONAL PARK, WEST NUSA TENGGARA

    Get PDF
    Rapid assessment on moth fauna with focus on macro-moths was conducted at Gunung Tambora National Park from 16 to 26 April 2015. The aims of the study were to acquire information on macro-moth diversity and to access the composition of the species at this area. The result showed that a short collecting time within two sampling sites recorded only about 77.8% of estimated value in this park (242 of 311 species). Index diversity based on Fisher’s α is low (97.21). In addition, the number of families recorded from this park is also low, only 17 families, or about one third of the moth families that occur in Indo-Malayan region. Camp II site was higher than the base camp Oi Marai sites in term of the diversity index. These two sites have a few species in common as indicated by Jaccard coefficient that was low (13.8%). In general, Noctuidae (26%), Pyralidae (20%), and Geometridae (19%) dominate across all sites. Noctuidae, Geometridae, Lymantriidae were higher in Camp II than those found in Oi Marai. On the other hand,Pyralidae was higher in Oi Marai than those found in Base Camp II.Keywords: Fisher’s α, index diversity, similarity
    • …
    corecore