7 research outputs found
Sistem Wakaf di Negara Lebanon: Undang-undang Perwakafan dalam Heterogenitas Agama
Persoalan wakaf dalam Islam semakin mempunyai wilayah yang lebih kompleks baik dalam penerapan, persyaratan maupun pengelolaan. Beberapa negara Muslim mulai membentuk satu Undang-undang atau lembaga tersendiri yang khusus mengatur masalah perwakafan. Lembaga ini berfungsi untuk mengoptimalkan operasionalisasi perwakafan berikut administrasinya, agar terhindar dari penyimpangan dan kesimpangsiuran terutama dengan pihak ahli waris atau keturunan dari si pemberi wakaf . Lebanon merupakan salah satu negara Muslim yang mempunyai heterogenitas keagamaan. Meskipun Islam sebagai agama mayoritas, ada agama-agama lain yang mempunyai otoritas hukum yang sama. Dalam menyelesaikan masalah wakaf, masyarakat Muslim Lebanon sudah mempunyai Undang-undang sendiri yaitu Undang-undang Wakaf Keluarga tahun 1947 yang diadopsi dari Undang-undang Wakaf Mesir tahun 1946. Tulisan ini akan memaparkan tentang sistematika hukum perwakafan bagi masyarakat Muslim di Lebanon, berikut catatan dinamika penerapannya sistem wakaf bagi komunitas Druze ( sekte keagamaan yang berkembang di Lebanon) sebagai pembanding
Konflik Peradaban Samuel P. Huntington (Kebangkitan Islam yang Dirisaukan?)
Istilah ‘konflik peradaban' diperkenalkan Samuel Huntington dalam bukunya The Clash of Civilization and the Remaking of World Order (1996). Menurut Huntington, dengan berakhirnya Perang Dingin yang ditandai dengan runtuhnya ideologi komunisme, wilayah konflik meluas melewati fase Barat, dan yang mewarnainya adalah hubungan antara peradaban Barat dan non-Barat serta antarperadaban non-Barat itu sendiri. Huntington mengelompokkan negara-negara bukan atas dasar sistem politik ekonomi, tetapi lebih berdasarkan budaya dan peradaban. Ia mengidentifikasi sembilan peradaban kontemporer, yaitu, peradaban Barat, Cina, Jepang, Amerika Latin, Afrika, Hindu, Budha, Islam, dan Kristen Ortodoks. Benturan yang paling keras – menurut Huntington - akan terjadi antara kebudayaan Kristen Barat dengan kebudayaan Islam. Tesis tersebut secara tidak langsung memperkuat asumsi sebagian besar ilmuwan Barat yang melihat Islam sebagai aggression and hostility (agresi dan ancaman). Pendek kata, bagaimana Barat menciptakan stereotipe-stereotipe simplistis yang menunjukkan wajah the rage of Islam
Hukum Keluarga di Turki sebagai Upaya Perdana Pembaharuan Hukum Islam
Upaya pembaruan Hukum Keluarga di belahan dunia Islam mulai terealisasi pada penghujung abad 19M. Kesadaran masyarakat muslim akan tertinggalnya konsep-konsep fikh yang selama ini dijadikan rujukan, menumbuhkan semangat pembaruan dari rumusan Undang-undang lama yang telah terformat menuju Undang-undang yang lebih mampu mengakomodasi tuntutan perkembangan zaman dan kemajuan Islam itu sendiri. Turki, merupakan negara pertama yang melakukan reformasi Hukum Keluarga Muslim, dan gagasan itu muncul pada tahun 1915. Pengaruh pergesekan dengan pemikiran Barat Modern dan menilik pada perkembangan peradaban barat yang lebih maju, mendorong semangat nasionalisme masyarakat Turki untuk me'modern'kan negaranya. Undang-undang Hukum Keluarga yang merujuk pada hukum Syari'ah justru ditinggalkan. Dengan diproklamirkannya Negara Republik Turki (Turki Modern), diupayakan pula pembentukan UU Sipil Turki yang mengadopsi dari UU Sipil negara Swiss. Meskipun demikian, mayoritas bangsa Turki tetap yakin bahwa mereka adalah Muslim. Bahkan di kalangan penguasa sebagian besar menegaskan bahwa mereka tidak menolak Islam, mereka hanya mengikuti sikap Barat bahwa agama adalah masalah pribadi (yang mengatur hubungan antara individu dengan Tuhan), bukan sistem hukum yang harus dilaksanakan oleh negara
Menilik Perkembangan Pemikiran Politik Islam Masa Modern (sebuah Pembacaan Awal)
Pembacaan pemikiran politik Islam masa modern berdasarkan ijtihadtokoh-tokoh pembaru akan mampu meletakkan dasar historis serta pembacaankritis tentang kondisi politik kekinian. Melalui pengkajian terhadap pemikiranbeberapa tokoh, pemikiran politik Islam masa modern cenderung didominasi olehgejala fundamentalisme. Namun, setelah para sarjana mengembangkan beberapaaspek kajian, pemikiran politik Islam masa modern seakan menjadi titik pijakpilihan bernegara oleh umat Islam. Paradigma “simbiotik” antara guru dan muridini kemudian menawarkan pencerahan untuk kondisi kontemporer saat ini
Internalisasi Nilai Multikulturalisme dan Kerukunan Antarumat Beragama dalam Masyarakat
This research discussed on how the tolerance between societies can be created through the pattern and process of the internalization of multiculturalism value to society in Potorono, Banguntapan, Bantul. The values appeared through such a long processes of society dynamic where they lived. In descriptive qualitative method, the portrait of that society can be revealed to analyze deeper the practices or processes of the internalization of multiculturalism value that can unite the society with their differences. This research aimed at revealing casuistically the process of the internalization of multiculturalism value and its correlation with tolerance between societies, as well as the factors which influence the societies to maintain their multiculturalism value. The objective of this research is to know the processes of internalization of multiculturalism value and to understand its correlation with tolerance in society, thus it can be an interactive room for each people in society to find the solution and alternative answer for any possible conflict that may be happened. This research applied qualitative research which aimed at gaining deeper understanding on the phenomenon recorded on the field of the research. To understand deeply and holistically, the analysis of meanings, values and deeper understanding on the character of society of Potorono, Banguntapan, Bantul is needed. The approach applied in this research is exploratory descriptive and explanatory study case. It is through exploratory the data found in the research, then explaining the data found and final process is improving the explanations comparatively to certain similar phenomenon and proving that this kind of explanation can be applied to another situation. The research findings are: 1) the awareness of society of Potorono to maintain the values of tolerance has been there for long time ago and has been practiced hereditarily 2) the social interaction with a new community happened with adaptive process and step by step through religious and social activities, 3) the majority of native people have kinship relation, thus it caused the process of internalization of value easier, 4) the values appeared are tolerance, togetherness, care and respectfulness