27 research outputs found
INCREASING INDEX BY USING CALLIANDRA LEAVES MEALS (Calliandra callothyrsus)AND SHRIMP HEAD MEALS IN DUCK DIETS
Telur itik yang berasal dari pemeliharaan intensif banyak yang pucat, sehingga kurang disukai oleh konsumen. Hal ini disebabkan oleh perobahan pola pemeliharaan dari sistem gembala ke sistem terkurung karena pada sistem terkurung pakan yang diberikan adalah campuran konsentrat, menir dan dedak. Sumber pigmen penguning warna kuning telur dapat diperoleh dari hijauan seperti daun katuk, lamtoro, kaliandra dan kangkung serta dari hewani seperti limbah udang. Pada penelitian ini digunakan 30 ekor itik umur – 6 bulan yang dibagi dalam 3 perlakuan dan 10 ulangan dengan masing-masing ulangan terdiri dari 1 ekor itik. Perlakuan 1 adalah RB 100%, perlakuan 2 adalah RB + K 6% + CU 3% dan perlakuan 3 adalah RB + K 6% + CU 6%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan R1 (ransum basal + 6% kaliandra + 3% kepala udang) dapat meningkatkan indeks warna kuning telur dengan skor 11, dan perlakuan R2 (ransum basal + 6% kaliandra + 6% kepala udang) dengan skor 10. Tidak terdapat pengaruh perlakuan kaliandra dan kepala udang terhadap konsumsi ransum dan efisiensi ransum, sedangkan untuk produksi telur terdapat variasi antar individu itik untuk masing-masing perlakuan yaitu itik pada perlakuan R0 hanya 40% yang bertelur, itik pada perlakuan R1 60% yang bertelur dan itik pada perlakuan R2 80% yang bertelur. Kalau dilihat untuk masing-masing perlakuan, itik yang berproduksi telur tinggi untuk perlakuan R0 adalah 75%, R1 yang berproduksi tinggi adalah 66.7% dan R2 yang berproduksi tinggi hanya 50%
Penggunaan Kepala Udang sebagai Sumber Pigmen dan Kitin dalam Pakan Ternak
The aims of this research were to find out the influence of head shrimp in increasing yolk colour index and diet saved value of duck. This research used 28 Alabio ducks (6 months old), divided into 4 treatments and 7 replicates, where 1 duck in each replication. The treatments were; R1) was 100% of basal diets (BD); R2) BD + 3% of shrimp head meals (SH); R3) BD + 6% SH and R4) BD + 9% of SH. The results of this research showed that there was no significant influence of shrimp head meals on consumption and also the ratio efficiency of diet (P>0,05). However, using 9% shrimp head meals can increase yolk colour index with the score 10 RCF. In addition, in this research, the treatments were not giving influence to egg production yet. The assumption of this, the diversity of the first time each duck egg production made the diversity of egg production. Treatment of 6% shrimp head meals was the best level in microba count test to diet (microba count in 16th day was (1,5 x 106) almost the same with first day (1,7 x 106). It mean, using head shrimp in diet influenced diet saved value, it caused decreasing of microba count (16th day) and almost the same with microba count in first day
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEMAUAN MEMBAYAR PAJAK BAGI PENGUSAHA KENA PAJAK DI KOTA BENGKULU
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kesadaran membayar pajak, pengetahuan peraturan perpajakan, efektifitas sistem perpajakan dan kualitas pelayanan terhadap kemauan membayar pajak bagi pengusaha kena pajak di Kota Bengkulu. Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif. Sampel dalam penelitian ini adalah pengusaha kena pajak yang terdaftar di KPP Pratama Kota Bengkulu tahun 2013. Jumlah responden dalam penelitian ini sebanyak 71 responden. Pengambilan sampel dengan berdasarkan sensus. Metode analisis data yang digunakan adalah regresi linear berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kesadaran membayar pajak dan kualitas pelayanan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kemauan membayar pajak bagi pengusaha kena pajak. Sedangkan pengetahuan peraturan perpajakan dan efektifitas sistem perpajakan tidak berpengaruh terhadap kemauan membayar pajak bagi pengusaha kena pajak di Kota Bengkulu
PERAN JAMU HEWAN UNTUK ANTISIPASI PENYAKIT ND (NEWCASTEL DESEASE) PADA TERNAK UNGGAS
Salah satu penyakit menular utama pada ternak unggas adalah ND (newcastel desease). Penyakit disebabkan oleh pergantian musim (panca roba) dari musim panas ke hujan atau sebaliknya, sanitasi atau biosecurity yang kurang bagus, nutrisi yang tidak cukup akan memicu datangnya bibit penyakit. Untuk itu perlu diantisipasi dengan meningkatkan daya imun tubuh ternak. Bahan-bahan alam asal tumbuhan yang mempunyai banyak manfaat, sangat perlu dilestarikan seperti kunyit, temu lawak, kencur, jahe, bawang putih dan lain-lain. Bahan-bahan ini umumnya mengandung zat aktif yang ampuh membunuh kuman karena bersifat sebagai antimikroba. Kecuali itu, ada kandungan zat aktif lain yang bermanfaat untuk menambah nafsu makan. Hal ini sangat positif jika dimanfaatkan untuk pembuatan jamu hewan. Jamu hewan dengan kandungan zat aktif atimikroba akan bermanfaat untuk meningkatkan daya imun tubuh ternak. Metode yang bisa diterapkan adalah 1) melalui pencampuran ke dalam ransum 2) melalui pencampuran ke dalam air minum. Jamu yang ditambahkan dalam ransum atau melalui air minum sama-sama bertujuan untuk meningkatkan imun tubuh serta menstimulasi pertumbuhan agar produktivitas ternak meningkat. Jamu yang dikonsumsi bersama ransum atau air minum masuk melalui saluran pencernaan. Saluran pencernaan ternak unggas yang diisi oleh kehidupan mikroflora (mikroflora bersifat menguntungkan dan tidak menguntungkan), akan menjadi kondusif dan sehat dengan adanya zat antimikroba asal jamu. Jamu hewan sangat perlu dipromosikan kepada masyarakat peternak karena sifatnya mudah diperoleh dan dibuat melalui tanaman herbal yang mengandung zat aktif berupa anti mikroba. Tanaman herbal ini akan diintroduksikan ke masyarakat supaya menanamnya di sekitar pekarangan rumah atau yang disebut dengan apotik hidup. Peternak bisa mencampurkan jamu yang berbahan dasar TOGA (Tanaman Obat Keluarga) tersebut dalam campuran air minum atau campuran ransum
CHITOSAN INHIBITION TEST AGAINST E. coli AND DIGESTIBILITY OF THE RATION IN THE IN-VITRO METHOD
Diarrhea and vomiting are often caused by E coli bacteria. E coli bacteria has a strain of Shigatoxigenic Escherichia coli (STEC), producing Shiga poisons or poisons such as Shiga (verotoxin) which are harmful and pollute nature. This strain of the E coli bacterium has a detrimental effect because it excludes one or both types of Shiga Like Toxin -1 (Stx -1) and Shiga Like Toxin-2 (Stx-2) toxins. This bacterial infection has the potential as a zoonotic agent because it has been found in feces and sheep meat, feces and beef meat, chicken feces and human feces. If this bacterial colony inceases in the digestive tract of poultry it will disturb the productivity of the livestock. Therefore it must be watched out and studied more deeply. The objectives of the study are 1) to see the inhibitory power of chitosan on the growth and development of E coli bacteria in vitro 2) the test of digestibility of dry matter (BK) and crude protein (PK) ration in vitro. The treatments given in this test are: R0 = control (without chitosan), R1 = 0.5% chitosan, R2 = 1% chitosan, R3 = 1.5% chitosan, R4 = 2% chitosan, R5 = 2.5% chitosan. The parameters measured were 1) inhibition of chitosan against E. coli growth based on clear zone diameter 2) digestibility of dry matter (BK) and crude protein (PK) ration in vitro. The results showed that the higher level of chitosan administration showed greater inhibition, which was indicated by the greater diameter of the clear zone caused. The provision of 2.5% chitosan shows medium inhibition that is has a range of 10-14 mm. The addition of a dose of 1.5% chitosan in the ration was able to increase the digestibility of dry matter by 7.86% and the digestibility of crude protein 11.20% higher than the control treatment (without chitosan). The conclusion of this study is that chitosan can inhibit the growth of E coli and improve the digestibility of dry matter (BK) and crude protein (PK) for the better.AbstrakPenyakit diare dan muntah-muntah sering disebabkan oleh bakteri E coli. Bakteri E coli memiliki strain Shigatoxigenic Escherichia coli (STEC), menghasilkan racun Shiga atau racun seperti Shiga (verotoxin) yang berbahaya dan mencemari alam. Strain dari bakteri E coli ini mempunyai efek merugikan karena mengeluarkan salah satu atau kedua jenis toxin Shiga Like Toxin -1 (Stx -1) maupun Shiga Like Toxin-2 (Stx-2). Infeksi bakteri ini berpotensi sebagai agen zoonosis karena sudah pernah ditemukan pada feses dan daging domba, feses dan daging sapi serta feses ayam dan feses manusia. Jika koloni bakteri ini tinggi dalam saluran pencernaan unggas akan mengganggu produktivitas ternak tersebut. Oleh sebab itu harus diwaspadai dan dikaji lebih mendalam. Tujuan penelitian adalah 1) melihat daya hambat kitosan terhadap pertumbuhan dan perkembangan bakteri E coli secara in vitro 2) menguji kecernaan bahan kering (BK) dan protein kasar (PK) ransum secara in vitro. Perlakuan yang diberikan dalam pengujian ini adalah: R0 = kontrol (tanpa kitosan), R1 = 0,5% kitosan, R2 = 1 % kitosan, R3 = 1,5% kitosan, R4 = 2% kitosan, R5 = 2,5% kitosan. Parameter yang diukur adalah 1) daya hambat kitosan terhadap pertumbuhan E. coli berdasarkan diameter zona bening (in vitro) 2) kecernaan bahan kering (BK) dan protein kasar (PK) ransum secara in vitro. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi level pemberian kitosan menunjukkan daya hambat yang semakin besar yang ditandai oleh semakin besarnya diameter zona bening yang ditimbulkan. Pemberian 2,5% kitosan menunjukkan daya hambat sedang yaitu memiliki range 10 - 14 mm. Penambahan dosis 1,5% kitosan dalam ransum, mampu meningkatkan kecernaan bahan kering 7,86% dan kecernaan protein kasar 11,20% lebih tinggi dari perlakuan kontrol (tanpa kitosan). Kesimpulan penelitian ini adalah bahwa kitosan mampu menghambat pertumbuhan E coli dan meningkatkan kecernaan bahan kering (BK) serta protein kasar (PK) menjadi lebih baik.Kata kunci: Kitosan, daya hambat, E. coli, kecernaan ransum, in vitr
Quality Assessment of Silver Arabic Chicken Eggs with the Addition of Chitosan in Rations
The quality of chicken eggs is greatly influenced by the nutrient ration consumed. Egg quality can be observed from the external and internal eggs. The ration directly affects the external and internal quality of the eggs. The research objective was to analyze the effect of chitosan addition in the ration on the internal quality of chicken eggs. The study used a completely randomized design (CRD) with 6 treatments and 5 replications, each replication consisting of 2 Silver Arabic Chickens aged 4.5 months. The study was conducted for 7 weeks. The treatments given were: R0 (control ration without chitosan), R1 (ration + chitosan 0.5%), R2 (ration + chitosan 1%), R3 (ration + chitosan 1.5%), R4 (ration + chitosan 2%), R5 (ration + chitosan 2.5%). The parameters were measured in haugh units, albumen index, albumen and yolk weight. The results demonstrate that the addition of chitosan in the ration showed the same results (P > 0.05) on the haugh unit value, albumen index, albumen and yolk weight. The conclusion of this study indicates that the provision of chitosan in the ration has not had an effect on the internal quality of the Silver Arabic Chickens eggs
The Effect of Chitosan Addition to the Digestibility of Dried Matter, Organic Matter and Crude Protein of Tegal’s Duck Rations
The optimum performance of duck farm can be achieved by providing them with good quality rations. Rations with good digestibility will increase the productivity due to large amount intake of nutrients. Chitosan is type of animal fibre which assisted the growth of useful microbes in digestive system. Addition of chitosan in cattle rations will improve the ecologic of duck digestive system to be more conducive. The aimed of the research was to evaluate rations digestibility with the addition of chitosan. The research was used completely randomized design with 4 treatments and 5 repetitions. Each repetition consists of 2 ducks. The treatments are R0 stands for rations without chitosan and R1-R3 with addition of chitosan 0.5%, 2% and 2.5% respectively. Parameter measured were dried matter digestibility, organic matter and crude protein. Data processing was conducted by using SAS Windows 16. Result showed chitosan addition at 0.5% and 2.5% gave dried matter digestibility and crude protein does not higher than control (P>0.05) while chitosan addition at 2% gave result lower than control. Organic matter digestibility displays balanced in value.Keywords: Chitosan, Dried matter digestibility, organic matter, crude protein, rations
Peningkatan Asam Lemak Tak Jenuh (Pufas) Dengan Menggunakan Rhizopus Oryzae Dalam Fermentasi Bekatul
Sahar et al, 2016. Increasing of Polyunsaturated Fatty Acids (Pufas) by Using Rhizopus Orizae in the Fermented Bran. JLSO 5(1):79-85.This study aimed to determine 1) the volume of inoculums and the optimum incubation time during the fermentation process; 2) the types of polyunsaturated fatty acids during fermentation; and 3) the presence of omega-3 essential fatty acids in bran fermentation. The study used fermentation method using R. oryzae. Chromatography-Mass Spectroscopy (GC-MS) was used to determine the type of polyunsaturated fatty acids and omega-3 contained in the fermented bran. This study used 9 treatments, V3H3, V3H6, V3H9, V5H3, V5H6, V5H9, V7H3, V7H6, and V7H9. The results showed 1) the volume of inoculums and the fermentation time V7H3 was the most optimum result; 2) there were 13 types of polyunsaturated fatty acids, and 3) there was the content of omega-3 in bran fermented
Peranan Kitosan dalam Menghasilkan Produk Ternak Unggas yang Sehat
Kecenderungan masyarakat memilih bahan pangan yang sehat semakin meningkat seiring dengan peningkatan kesadaran konsumen terhadap pentingnya kesehatan. Bahan pangan berupa daging dan telur merupakan sumber protein hewani asal unggas. Telur dan daging unggas merupakan bahan pangan utama yang dipilih masyarakat karena bergizi tinggi dengan harga terjangkau. Untuk mempertahankan kepercayaan konsumen terhadap kualitas daging dan telur maka, perlu dijaga nilai keamanan bahan pangan asal unggas ini dari cemaran residu, dan infeksi kuman
The Effect of Fermentation Bran and Chitosan in Ration to Percentage of Tegal Duck Digestive Tract Weight
Duck productivity is largely determined by the optimization of bodily functions. The food consumed greatly determines the development of digestive organs and internal organs of livestock. Digestive organs that are well developed and function optimally will be very decisive in turning feed into meat and eggs. The aim of the study is to look at the role of chitosan and bran fermented on the weight percentage of digestive organs of ducks. The
treatment is R0 (45% corn + 35% concentrate + 20% bran without fermentation), R1 (45% corn + 35% concentrate + 20% fermented bran), R2 (45% corn + 35% concentrate + 19.5% fermented bran + 0.5% chitosan) and R3 (45% corn + 35% concentrate + 17.5% fermented + 2.5% chitosan bran). The variable measured is the weight percentage of the digestive organs (gizzard, small intestine and pancreas) in ducks. Data was processed using SAS Windows
16. The results showed that the treatment was not significantly different from gizzard weight. The average weight
of the small intestine and pancreas at the R1 treatment was significantly higher than the control at 31.85% and
29.16%. It is can be concluded that fermentation of bran and chitosan in duck ration activates the work of the
digestive organs of ducks in the segment of the small intestine and pancreas