138 research outputs found
STRATEGI PENGEMBANGAN AYAM LOKAL BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL DAN BERWAWASAN LINGKUNGAN
Indonesia sampai saat ini masih belum mampu memenuhi seluruh kebutuhan
pangan sumber protein hewani, sebagian masih harus impor, terutama ternak sapi
terus meningkat guna memenuhi kebutuhan nasional. Sementara ternak unggas yang
merupakan komponen terbesar dalam memenuhi kebutuhan protein hewani nasional
sudah mampu mandiri. Sekitar 60 % kebutuhan daging nasional dicukupi oleh ternak
unggas. Produksi pangan asal ternak unggas didominasi oleh ayam ras. Sisanya
disumbang oleh produk unggas lokal yang berasal dari ayam lokal, itik, puyuh dan
unggas lokal lainnya.
Walaupun peranan ayam ras sangat dominan dalam menyediakan protein
hewani, tetapi peranan ayam ras ini sangat rentan, karena tingkat ketergantungannya
sangat tinggi terhadap komponen impor, berupa bahan ransum, bibit, obat dan
teknologi, sehingga resiko terhadap kegagalan produksi sangat tinggi. Sementara
ternak ayam lokal produktivitasnya sangat rendah, tetapi tingkat ketergatungannya
kepada luar negeri sangat kecil, karena bibit berasal dari asli Indonesia dan telah
beradaptasi dengan lingkungan, sehingga mampu memanfaatkan bahan ransum lokal
dan hasil samping pertanian serta industri pertanian yang terdapat melimpah di
sekitarnya. Oleh karena itu, dalam rangka pengembangan industri perunggasan maka
pengembangan ternak lokal ini perlu ditingkatkan, karena selama ini
pengembangannya belum optimal.
Adanya tingkat permintaan masyarakat yang tinggi terhadap komoditas ayam
lokal, terutama sebagai ayam potong, serta adanya tingkat kematian yang tinggi
akibat penyakit, terutama pada saat ini dengan adanya wabah avian infuenza yang
merupakan penyakit zoonosis, selain mengakibatkan tingkat kematian yang tinggi
juga akibat adanya kebijakan depopulasi mengakibatkan adanya kekhawatiran akan
terjadinya pengurasan bibit ayam lokal, dan kemungkinan akan terjadi pemusnahan
beberapa jenis ayam lokal yang beberapa merupakan ternak endemik, hanya ada di
beberapa wilayah yang terbatas penyebarannya. Padahal ayam lokal ini memiliki
beberapa sifat genetik yang unggul sebagai ternak tropis yang belum banyak
diungkap. Oleh karena itu, perlu kiranya dilakukan beberapa kebijakan untuk
menjaga kelestarian ayam lokal dan mengembangkannya menjadi ayam unggul yang
mampu berproduksi tinggi serta mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat
pedesaan.
Beberapa strategi yang dapat dilakukan adalah melakukan perbaikan
manajemen pemeliharaan ayam lokal dengan melakukan pemeliharaan secara
intensif sehingga dapat mengontrol kesehatannya dan meningkatkan
“Strategi Pengembangan Industri Perunggasan Berbasis Ternak Unggas Lokal dalam Rangka
Menghadapi Krisis Pangan Guna Meningkatkan Mutu Kesejahteraan Masyarakat Indonesia”
55
Seminar Nasional Unggas Lokal ke IV, 7 Oktober 2010
Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro
ISBN: 978-979-097-000-7
produktivitasnya, meningkatkan skala pemeliharaan (usaha) untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat, melakukan pemurnian ayam lokal dan
mengembangkannya menjadi ayam unggul, pemanfaatan sumber bahan ransum lokal
dan hasil samping pertanian serta industri pertanian, serta pembuatan semen beku
sebagai bank sperma untuk mencegah terjadinya kemusnahan ayam lokal serta untuk
pengembangan ayam lokal
PENGARUH DURASI PEMBERIAN TEPUNG JAHE EMPRIT (Zingiber officinale var. Amarum) TERHADAP PERFORMA AYAM KAMPUNG SUPER
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pengaruh durasi pemberian tepung jahe
emprit terhadap performa ayam kampung super yang dipelihara selama 10 minggu.
Sebanyak 100 ekor ayam kampung super umur sehari (DOC) dengan rata-rata bobot
badan 39,14 +4,89 g dibagi menjadi 20 unit percobaandan ditempatkan dalam kandang
litter. Bahan pakan yang digunakan dalam penelitian ini adalah jagung kuning, bekatul,
bungkil kedelai, poulty meat meal (PMM), premix dan tepung jahe emprit. Pemberian
ransum perlakuan dengan penambahan tepung jahe emprit 2% dimulai pada umur 3
minggu. Parameter yang diamati konsumsi ransum, pertambahan bobot badan dan konversi
ransum. Penelitian menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 5
ulangan (masing-masing 5 ekor ayam). Perlakuan yang diterapkan yaitu T0 (kontrol) =
ransum perlakuan tanpa tepung jahe emprit; T1 = ransum perlakuan dengan durasi
pemberian tepung jahe emprit 2 hari dalam seminggu; T2 = ransum perlakuan dengan
durasi pemberian tepung jahe emprit 4 hari dalam seminggu; T3 = ransum perlakuan
dengan durasi pemberian tepung jahe emprit 6 hari dalam seminggu. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa durasi pemberian tepung jahe emprit tidak menunjukkan adanya
pengaruh nyata (P>0,05) terhadap konsumsi ransum pertambahan bobot badan dan
konversi pakan. Kesimpulan penelitian adalah penambahan tepung jahe emprit 2, 4 dan 6
hari perminggu sebanyak 2% dalam ransum belum mampu meningkatkan konsumsi pakan,
pertambahan bobot badan dan konversi pakan
Kata kunci : ayam kampung super, tepung jahe emprit, perform
PENGARUH DURASI PEMBERIAN TEPUNG JAHE EMPRIT (Zingiber officinale var. Amarum) TERHADAP PRODUKSI KARKAS PADA AYAM KAMPUNG PERSILANGAN
This study aims to determine the effect of feeding duration of ginger powder
on final body weight, weight and percentage of carcass in crossbred native
chicken. Experimental animals were 100 birds of 1 day-old native chicken with an
average body weight of 39,14 ± 0.36 g (CV= 2.28). The present study was
arranged in a completely randomized design (CRD) with 4 treatments and 5
replications (5 birds each). Dietary treatments were T0 (ration without ginger
powder), T1 (ration with 2% additional ginger powder fed for 2 days/week), T2
(ration with 4% additional ginger powder fed for 4 days/week), T3 (ration with
2% additional ginger powder fed for 6 days/weeks). Results showed that the
treatments had no significant effect (P>0,05) on all paraemetrs. The conclusion is
that feeding ginger powder during 2, 4 as well as 6 days a week produce the same
final body weight, and weight and percentage of carcass.
Key words : native chicken, ginger powder, feeding duration, final body weight,
carcass productio
Pengaruh Frekuensi Pemberian Pakan dan Periode Pemberian Pakan terhadap Performa Ayam Buras Super.
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kombinasi perlakuan frekuensi
pemberian pakan dan periode pemberian pakan yang optimal dalam pemeliharaan
ayam buras super. Penelitian ini dilaksanakan pada September 2016 sampai
dengan November 2016 di Desa Purwosari, Kecamatan Mijen, Semarang.
Materi yang digunakan yaitu 252 ekor anak ayam buras super unsex umur 1
hari dengan rata-rata bobot badan awal 37,88 ± 1,89 g (CV = 5,02%). Ransum
yang digunakan adalah ransum komersial yang terdiri dari ransum starter (0 – 4
minggu) dan finisher (4 – 12 minggu). Rancangan percobaan yang digunakan
adalah rancangan petak terbagi (Split Plot Design) dengan main plot yaitu 3 taraf
frekuensi pemberian pakan (F1 = frekuensi pemberian pakan 1 kali, F2 =
frekuensi pemberian pakan 2 kali, F3 = frekuensi pemberian pakan 3 kali) dan sub
plot yaitu 3 taraf periode pemberian pakan (P1 = periode pemberian pakan 14 jam
pukul 08:00 – 22:00, P2 = periode pemberian pakan 16 jam pukul 06:00 – 22:00,
P3 = periode pemberian pakan 18 jam pukul 04:00 – 22:00) dalam 4 ulangan
sehingga terdapat 36 unit percobaan, tiap unit percobaan terdiri dari 7 ekor ayam.
Data yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis ragam dan uji F pada taraf
5%. Parameter yang diamati adalah konsumsi ransum, pertambahan bobot badan
dan konversi ransum.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaruh interaksi antara frekuensi
pemberian pakan dengan periode pemberian pakan tidak nyata (p>0,05), demikian
pula masing-masing perlakuan tidak menimbulkan pengaruh yang nyata (p>0,05)
terhadap performa ayam buras super, tetapi jika dilihat dari keuntungan ekonomis
berdasarkan selisih antara total penjualan dan biaya pakan, kombinasi perlakuan
F3P3 (frekuensi pemberian pakan 3 kali dengan periode pemberian pakan 18 jam
pukul 04:00 – 22:00) menunjukkan hasil terbaik.
Simpulan dari penelitian ini adalah frekuensi dan periode pemberian pakan
memberikan performa yang sama pada ayam buras super
Blood Mineral Response of Local Duck Fed the Diet Containing Seaweed Gracilaria sp. Waste and Additives Multienzyme
The study aimed to evaluate the blood mineral of Tegal ducks as a response to diet containing Gracilaria sp. waste and additive multienzyme. The study used 72 laying ducks of 22 weeks old which were allotted to 6 treatments, i.e. (1) control diet, (2) diet with multienzymes, (3) diet with 10% LG (4) diet with 10% LG + multienzyme, (5) diet with 12.5 % LG + multienzymes (6) diet with 15% LG + multienzyme. Commercial Multienzyme consisted of protease, amylase, pectinase, β-glucanase, xylanase, phytase, cellulase from Altech (Allzyme SSF) at a dose of 150 g / ton of feed. Gracilaria sp. waste was given in the form of meal.  The results demonstrated that feed Gracilaria sp. waste and additives multienzymes significantly (P 0.05). The use of feed containing seaweed waste multienzyme coupled to a level 15% gave a good response in the blood mineral levels of local ducks compare to control.
POTONGAN KOMERSIAL KARKAS AYAM KAMPUNG YANG DITAMBAH TEPUNG JAHE EMPRIT (Zingiber officinale var. Amarum) DALAM RANSUM DENGAN DURASI PENAMBAHAN YANG BERBEDA
Penelitian bertujuan untuk mengetahui potongan komersial karkas ayam kampung
akibat penambahan tepung jahe emprit 2% dalam ransum dengan durasi yang berbeda.
Materi yang digunakan adalah 100 Day Old Chick (DOC) umur 1 hari dengan bobot badan
rata-rata 39,14 + 0,18 g (CV = 2,28%). Bahan ransum terdiri dari bekatul, jagung kuning,
bungkil kedelai, Poultry Meat Meal, premix dan tepung jahe emprit. Kandang yang
digunakan berbentuk kotak sebanyak 20 unit. Rancangan percobaan yang digunakan
dalam penelitian adalah RAL terdiri dari 4 perlakuan 5 kali ulangan. Terdapat 4 perlakuan
yaitu ransum tanpa durasi penambahan tepung jahe emprit (T
), ransum durasi
penambahan tepung jahe emprit 2% 2 hari per minggu (T
1
0
), ransum durasi penambahan
tepung jahe emprit 2% 4 hari per minggu (T
), ransum durasi penambahan tepung jahe
emprit 2% 6 hari per minggu (T
3
2
). Hasil penelitian menunjukkan durasi penambahan
tepung jahe emprit dalam ransum tidak berpengaruh (P>0,05) terhadap bobot dan
persentase potongan komersial karkas ayam kampung. Kesimpulan penelitian adalah
penambahan tepung jahe emprit 2 hari per minggu dengan penambahan 2% memberikan
hasil yang optimal pada potongan komersial karkas.
Kata kunci : tepung jahe emprit; durasi penambahan; ayam kampung; potongan komersial
karkas
Pengaruh Penggunaan Limbah Rumput Laut (Gracilaria verrucosa) terhadap Performans Puyuh Jantan Umur 6 – 10 Minggu. (The Effect of Seaweed by Product (Gracilaria verrucosa) on Performances of 6 – 10 Weeks Old Male Quail).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan limbah rumput laut terhadap performans puyuh jantan umur 6 – 10 Minggu. Penelitian dilaksanakan pada tanggal 3 September 2014 sampai dengan 8 November 2014 di Kompleks Kandang Unggas Laboratorium Produksi Ternak Unggas Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro, Semarang.
Materi dalam penelitian ini adalah 160 ekor puyuh jantan umur 6 minggu dengan rata – rata bobot badan 120,92 ± 0,48 g. Pemeliharaan dimulai dari umur 5 minggu sampai 10 minggu. Puyuh ditempatkan pada kandang cage berukuran 60 x 40 x 30 cm sebanyak 20 unit. Bahan pakan untuk menyusun ransum terdiri dari jagung kuning, bekatul, bungkil kedelai, tepung ikan, Poultry Meat Meal (PMM), premix, minyak kelapa, dan limbah rumput laut (Gracilaria verrucosa).
Rancangan percobaan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan empat perlakuan dan lima ulangan. Masing – masing unit percobaan terdiri dari 8 ekor puyuh jantan. Perlakuan yang diterapkan yaitu T0: Ransum mengandung 0% limbah rumput laut, T1: Ransum mengandung 5 % limbah rumput laut, T2: Ransum mengandung 7,5% limbah rumput laut, T3: Ransum mengandung 10% limbah rumput laut. Parameter performans yang di amati meliputi konsumsi ransum, pertambahan bobot badan dan konversi ransum.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan limbah rumput laut sampai level 10% tidak berpengaruh nyata (P> 0,05) terhadap konsumsi ransum, tetapi berpengaruh nyata (P< 0,05) terhadap penurunan pertambahan bobot badan dan peningkatan konversi ransum yang mengakibatkan pemanfaatan ransum kurang efisien. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penggunaan level limbah rumput laut diatas 5% dapat menurunkan bobot badan dan meningkatkan konversi ransum.
PENGARUH TINGKAT KANDANG DAN PENGGUNAAN AMPAS TEH HITAM DALAM RANSUM TERHADAP PROFIL DARAH PUYUH PETELUR (Coturnix coturnix japonica)
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi interaksi antara sistem kandang
bertingkat dan penggunaan ampas teh hitam dalam ransum terhadap profil darah puyuh
petelur. Ternak yang digunakan adalah 225 ekor puyuh petelur jenis Cortunix-cortunix
japonica dengan bobot badan rata-rata 122 + 8,56 g (CV = 7,03%). Bahan penyusun
ransum terdiri dari bekatul, jagung kuning, bungkil kedelai, poultry meat meal, tepung
kerang, premix, dan ampas teh hitam. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap
pola split plot dengan tiga ulangan. Kandang (L) sebagai petak utama terdiri dari 5
tingkat,yaitu tingkat ke-1 (L1), tingkat ke-2 (L2), tingkat ke-3 (L3), tingkat ke-4 (L4), dan
tingkat ke-5 (L5), sedangkan level penggunaan ampas teh (T) sebagai anak petak terdiri
dari T1: 1,5%, T2: 3%, T3: 4,5%. Parameter yang diamati adalah jumlah eritrosit,
hemoglobin, leukosit, dan rasio heterofil/limfosit. Hasil penelitian menunjukkan tidak ada
interaksi (P>0,05) antara tingkat kandang dan penggunaan ampas teh dalam ransum
terhadap parameter yang diamati. Demikian pula baik tingkat kandang maupun ampas teh
secara parsial tidak berpengaruh nyata. Simpulan penelitian ini adalah penggunaan ampas
teh hitamdalam ransum belum mampu memperbaiki profil darah puyuh petelur yang
dipelihara pada kandang bertingkat,ditandai dengan rendahnya jumlah eritrosit,
hemoglobin, leukosit, dan meningkatnya rasio heterofil/limfosit.
Kata kunci: puyuh petelur; tingkat kandang; ampas teh hitam; profil dara
PENGARUH PEMBERIAN LIMBAH PADAT INDUSTRI JAMU SEBAGAI ADITIF PAKAN DALAM RANSUM TERHADAP PRODUKSI KARKAS DAN LEMAK ABDOMINAL AYAM BROILER
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pengaruh penggunaan limbah
padat industri jamu sebagai bahan aditif pakan dalam ransum terhadap produksi
karkas ayam broiler. Penelitian dilaks anakan di Fakultas Peternakan dan
Pertanian, Universitas Diponegoro dari bulan Mei – Juni 2017.
Penelitian menggunakan 200 ekor day old chick (DOC) ayam broiler dengan
bobot awal rata-rata 50,75 ± 6,72 g. Bahan yang digunakan pada penelitian ini
yaitu Bekatul, Jagung Kuning, Poultry Meat Meal (PMM), Meat Bone Meal
(MBM), Premix, Soybean Meal (SBM), D,L-methreonin, L-lysin HCl, Metionin,
desinfektan, CaCO
, Limbah Padat Industri Jamu. Percobaan dirancang berdasar
Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 5 ulangan. Perlakuan
yang diterapkan yaitu T0 (Pakan Basal), T1 (Pakan Basal + 0,5% Limbah Padat
Industri Jamu), T2 (Pakan Basal + 1% Limbah Padat Industri Jamu) dan T3
(Pakan Basal + 1,5% Limbah Padat Industri Jamu). Parameter yang diukur
meliputi bobot badan akhir, bobot karkas, presentase karkas, potongan komersial
dan lemak abdominal. Data dianalisis dengan uji ragam (uji F) dan apabila
terdapat perbedaan nyata maka dilanjutkan dengan uji wilayah ganda Duncan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian Limbah Padat Industri
Jamu selama 42 hari belum mampu memperbaiki produksi karkas secara
signifikan (P≤0,05). Pemberian Limbah Padat Industri Jamu pada taraf 0,5% -
1,5% memberikan hasil tidak memberikan pengaruh (P>0,05) antar perlakuan
terhadap bobot badan akhir, bobot karkas, persentase karkas, potongan komersial
serta produksi lemak abdominal. Kisaran bobot badan akhir yang dihasilkan pada
penelitian ini yaitu bersikar antara 1776,20 – 1857,00 g. Kisaran bobot karkas
1130,10 – 1210,40 g, presentase karkas 68,98 – 69,32%, Presentase potongan
komersial dada berkisar antara 34,62 – 36,74%, sayap berkisar antara 11,10 –
11,73%, Paha berkisar antara 29,92 – 31,65 % dan lemak abdominal berkisar
antara 2,32 -2,92 %
Simpulan dari penelitian ini adalah pemberian Limbah Padat Industri Jamu
sebagai pakan aditif alternatif dengan konsentrasi 0,5 – 1,5% yang diberikan
selama 42 hari pemeliharaan belum mampu memperbaiki produksi karkas ayam
broiler
Pengaruh Penggunaan Salvinia molesta Fermentasi dalam Ransum terhadap Status Eritrosit dan Leukosit Itik Pengging
- …