125 research outputs found
GEVEL SEBAGAI KARAKTER BANGUNAN KOLONIAL DENGAN FUNGSI RUMAH TINGGAL DI KOTA TEGAL STUDI KASUS JALAN GAJAH MADA KOTA TEGAL
Sebagai kota yang berada di pesisir jawa bisa dikatakan Tegal telah mengalami beberapa perkembangan dan perubahan pada masa kolonial sampai dengan sekarang, baik dari segi manusianya, budaya ataupun peniggalannya. Kota tegal merupakan satu dari beberapa kota di pesisir pantai utara yang dijajah atau dikuasai oleh pemerintah belanda pada masa penjajahan dahulu. Bangunan peninggalan di tegal yang pertama yaitu gedung berau atau NIS Tegal yang masih bertahan sampai sekarang, bangunan tersebut dirancang oleh arsitek belanda yaitu Henricus Maclaine Pont, bukan gedung berau saja tetapi juga ada Stasiun Kereta Api Tegal yang masih difungsikan sampai sekarang. Dari beberapa bangunan kolonial yang dibangun pada masa itu banyak dari perumahan atau rumah rumah belanda yang meniru bentuk dan motif bangunan kolonial yang sudah dibangun terlebih dahulu. Dari bangunan yang ditiru yaitu bangunan DPRD Kota Tegal yang memiliki langam arsitektur eropa brgaya romawi dengan ciri bentuk kolom yang besar dan mempunyai gevel pada bagian depan bangunan. Dengan gevel yang semakin banyak digunakan pada bangunan di Kota Tegal tidak lepas dari rumah rumah yang menggunakan gevel sebagai penanda bangunan yang sangat manis pada masa itu. Gevel merupaka bagian dari atap dengan yang dibuat untuk menaungi bagian teras pad bangunan gevel biasanya menyerupai bentuk segitiga dan bentuk persegi atau bujur sangkart, gevel banyak digunakan pada rumah-rumah di kawasan cagar budaya Kota Tegal yaitu di kelurahan mangkukusuman, kelurahan panggung, kelurahan tegalsari . Pada penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif dengan mencari tahu dilapangan rumah-rumah kolonial yang menggunakan gevel, sehingga bisa dkategorikan gevel menjadi karakter dari kawasan tersebut. Hasil dari penelitian ini yaitu mengetahui bahwa gevel menjadi bentuk karakter yang ada pada sepanjang jalan gajah mada Kota Tegal
Entertainment Center di Purwokerto
Saatini Indonesia menjadinegaraberkembangdenganpertumbuhanekonomi yang pesat. Meningkatnya pula tingkat stress pekerja yang membukakesempatanmembuatfasilitas-fasilitashiburanuntukpendudukkota. Hiburanmerupakansuatukonseprekreasi yang berhubungandengansuatufenomenaatauaktifitas yang dapatmenarikperhatiandanmenyenangkanbagi orang yang melakukannya. Jenishiburan yang dibutuhkanpendudukkota juga beragamdarihiburankeluarga, private, grup, maupunkomunitas, denganfasilitas-fasilitasnya pun bermacam-macamsepertipusatperbelanjaan, tamanhiburan, tamanterbuka, single building entertainment.
Entertainment Center merupakan solusi menjawab permasalah kebutuhan hiburan di Purwokerto yang sangat potensial untuk mengembangkan pusat-pusat hiburan, baikdalamsisikomersilyaknisebagaisalahsatubentuk entertainment untukmasyarakat modern yang berkembang di Purwokertotetapi juga sebagaiwadahkomunitasberkumpulmencarihiburan, baikkeluarga, grup, ataukomunitas-komunitaslainnya. Konsep One Stop Entertainment yang diterapkanmemudahkanmasyarakatmendapatkanbanyakhiburanhanyadalamsatutempat.Penekanandesainpada Entertainment Center iniadalaharsitektur modern, dimanafokusdalamarsitektur modern adalahbagaimanamemunculkansebuahgagasanruang, kemudianmengolahdanmengelaborasinyasedemikianrupa, hinggaakhirnyadiartikulasikandalampenyusunanelemen-elemenruangsecaranyata.
Kajiandiawalidenganmempelajaripengertiandanhal-halmendasarmengenaihiburan, jenis-jenishiburan yang akanadapada Entertainment Center sepertibioskop, karaoke, game center, billiard, dan resto, sertaarsitektur modern. Setelahitudilakukanstudi banding ketempathiburan lain untukmengetahuifasilitasatausaranaprasaranalengkap Entertainment Center. Seluruhhasilkajiandituangkandalambentuk program ruangdankonsep-konsepperancangan yang diaplikasikankedalamdesain yang dipresentasikankedalambentukgambar-gambararsitektur
The Power of Kalang Woman in Gender Equality (Ancient Javanese Acculturation with Indian Hinduism)
Kalang is a Javanese sub-ethnic within the Kalang tradition, which is an acculturation of ancient Javanese culture with Hindu culture coming from India. In everyday life, the Kalang women as a mother have a central role in the household activity of being responsible to the husband and children’s well-being. This cultural acculturation still exists in the lives of the Kalang people in Kendal, Central Java, Indonesia. In tradition, Kalang women have power in her position as a housewife, not in using her physical strenght, but to demonstrate the ability to think, manage time and control emotions in carrying out the three household activities of 1) domestic, 2) tradition, and 3) social activity. In today's modern era, gender equality becomes the central talk of how the Kalang society places women within a family that is judged not through the material she obtains, but by her responsibilities.. Through a deductive paradigm with ethnographic techniques, the research finds how powerful a mother is in managing the family. because she succeeded in showing her role as head of the family, thus perfecting the role of men also as breadwinner, and in making her family life stable by continuously upholding the Kalang tradition
Sacred Space in Community settlement of Kudus Kulon Central Java Indonesia
The sacred space becomes an important part of the spatial layout of Javanese society, as well as in most houses of the archipelago. This space is related to religious activities, highly respected and usually located in the main place. Kudus Kulon community is a part of Javanese culture in the northern coastal area of Java. Known as a devout Muslim society, sacred space in Kudus Kulon community house becomes an important thing to understand the culture of living in society. The research was conducted by looking at the religious activities of the community and how the space of activity is realized. The research was conducted by qualitative research method. In the Kudus Kulon community, sacred spaces are available in the house itself, in the community grup of houses, and around Kudus Kulon area. In every house, the sacred space can be found in Gedongan and extends to Dalem. In the community group of houses, the sacred space can be found in the neighbourhood praying area, while In Kudus Kulon area, it can be found in Mosque complex and Tower tomb. Physically sacred space is realized by raising the floor height of the space around it. In architectural view, the sacred space is seen on the elevation of the roof or roof angle. Spatially the sacred space occupies a central position and visually represented by a vertical orientation
ANALYSIS OF URBAN DESIGN DIMENSIONS IN A CULTURAL HERITAGE AREA (CASE STUDY: KOTABARU AREA, YOGYAKARTA CITY)
The design concept for the Kotabaru area was designed to resemble the hometown of the Dutch, as if the area had become a second hometown for the Dutch who lived in Yogyakarta during the colonial period. Kotabaru was formerly called Nieuwe Wijk, designed with the Garden City concept by a Dutch architect named Thomas Karsteen. The research aims to analyze the dimensions of urban design in the cultural heritage area in Kotabaru Yogyakarta. This area has very important socio-cultural values and is part of a city identity. However, the growth and changes in urbanization have had an impact on the quality of urban planning. The research method used is descriptive qualitative. Data were collected through field observations, documentation studies, and interviews. The research location is in Kotabaru Yogyakarta, focusing on cultural heritage areas and historic buildings. The analysis includes elements of architecture, spatial planning, land use, regional zoning, and relations with local socio-culture. The research results reveal dimensions of city design, including morphological dimensions, social dimensions, perceptual dimensions, visual dimensions, functional dimensions, temporal dimensions related to elements in the Kotabaru Yogyakarta cultural heritage area
Sacred Space in Community settlement of Kudus Kulon Central Java Indonesia
The sacred space becomes an important part of the spatial layout of Javanese society, as well as in most houses of the archipelago. This space is related to religious activities, highly respected and usually located in the main place. Kudus Kulon community is a part of Javanese culture in the northern coastal area of Java. Known as a devout Muslim society, sacred space in Kudus Kulon community house becomes an important thing to understand the culture of living in society. The research was conducted by looking at the religious activities of the community and how the space of activity is realized. The research was conducted by qualitative research method. In the Kudus Kulon community, sacred spaces are available in the house itself, in the community grup of houses, and around Kudus Kulon area. In every house, the sacred space can be found in Gedongan and extends to Dalem. In the community group of houses, the sacred space can be found in the neighbourhood praying area, while In Kudus Kulon area, it can be found in Mosque complex and Tower tomb. Physically sacred space is realized by raising the floor height of the space around it. In architectural view, the sacred space is seen on the elevation of the roof or roof angle. Spatially the sacred space occupies a central position and visually represented by a vertical orientation
Pusat Oleh-Oleh dan Kuliner Mangrove Demanggedi Kabupaten Purworejo
Desa Demangan di Kecamatan Purwodadi, Kabupaten Purworejo memiliki potensi kekayaan alam berupan kawasan konservasi hutan mangrove yang luas dengan spesies mangrove terlengkap di tepi pantai selatan Pulau Jawa.
Dalam perencanaan menggiatkan potensi pariwisata bahari di Kabupaten Purworejo, bersama KOMANGJO Foundation, Desa Demangan merintis wisata edukasi mangrove yang bernama DEMANGGEDI (Desa Mangrove Demangan Purwodadi). Dalam proses perintisan kawasan wisata ini, terdapat tantangan yang dihadapi diantaranya mengenai SDM yang kurang memadai dalam pengelolaan wisata ini, belum adanya investor, serta permasalahan utama yaitu daya saing yang minim oleh wisata mangrove desa sekitar yang dikelola oleh Pemerintah Kabupaten Kulonprogo, Yogyakarta. Potensi yang besar dimiliki oleh penduduk Desa Demangan yang mayoritas memproduksi olahan hutan mangrove, yaitu berupa sirup mangrove yang sudah terkenal. Oleh karena itu guna mendongkrak jumlah wisatawan yang berkunjung di Demanggedi, wisata mangrove yang unik dan berbeda diperlukan untuk menarik wisatawan untuk datang ke Demanggedi, yaitu dengan cara membuat wisata mangrove berbasis edukasi dengan memanfaatkan sumber daya hutan mangrove yang melimpah berupa pengolahan hasil sumber daya alam dalam bentuk kuliner.
Dari pernyataan diatas diharapkan dapat terpenuhinya fasilitas yang mendukung seluruh kegiatan warga di Desa Demangan sekaligus menggabungkan kegiatan industri, perekonomian, dan pariwisata di Kabupaten Purworejo, salah satunya dengan pembangunan Pusat Oleh-Oleh dan Kuliner Mangrove Demanggedi di Kabupaten Purworejo. Selain itu adanya pembangunan gedung ini juga mendukung visi dari Kabupaten Purworejo yaitu menjadi pusat kawasan wisata bahari di pesisir pantai selatan
KAJIAN KELAYAKAN FASILITAS PEJALAN KAKI PADA KAWASAN STASIUN PONDOK CINA
Abstract: As a public facility, stations must meet the needs of their users including pedestrian paths. The feasibility of the pedestrian paths can be seen from various aspects such as the width of the street and the comfort of the user. In Indonesia most of the pedestrian paths do not meet the specified criteria or even do not have the pedestrian paths. To verify, a survey was conducted in the area of Pondok Cina Station. The research method used is qualitative with a case study approach to analyse and explain existing problems and compare them with related literature. The results of the study show the feasibility of a pedestrian facility that can be used as a design recommendation.Abstrak: Sebagai fasilitas publik, stasiun harus memenuhi kebutuhan pengguna. Salah satunya jalur pejalan kaki dimana kelayakan dari jalur pejalan kaki ditinjau dari beberapa aspek, salah satunya adalah lebar ruang jalan dan kenyamanan pejalan kaki sebagai pengguna. Tidak jarang fasilitas pejalan kaki tidak sesuai dengan standar yang sudah ditentukan. Untuk meninjau kelayakan tersebut dilakukan studi pada kawasan Stasiun Pondok Cina, Kota Depok. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan pendekatan studi kasus untuk menganalisis dan menggambarkan permasalahan yang ada lalu dibandingkan dengan studi literatur terkait. Hasil dari penelitian dapat diketahui kelayakan fasilitas pejalan kaki yang dapat digunakan sebagai rekomendasi dalam perancangan
OMAH KALANG OMAH TRADISI, DESA KALANG DESA TRADISI (Etnografi Tradisi Sub Etnis Jawa, Kalang)
Abstract: Dukuh Lumbu in the village is the village Lumansari (residential) sub ethnic Javanese which is known as the Kalang of Java, they were known as the Kalang people. Group Loop has different traditions with those of Java in General, even some of the traditions are considered strange by some Java. In this article will discuss one of the traditions that are still done i.e. the tradition of Ewuh and Obong. Both of these traditions is the result of acculturation among the cultural community who had formerly lived on the island of Java, then came the Hindu culture which came from India. Until now, both of these traditions are still carried out by the Circuit as a form of respect for their ancestors. This tradition has a context with their settlement which they refer to as the village of Kalang, similarly to their occupancy is referred to as the House Has. Javanese traditional House, a House has the traditional Javanese generally inhabited by communities who have the strata below the nobility or priyayi. The House Has this become part of the lives of Kalang Kalang tradition. Then the munculah questions, namely: 1) How the tradition of the Loop is executed in the context of the House has the traditional context and the settlements?; 2) what is the meaning of Kalang traditions in everyday life people Kalang? Through the deductive paradigm and using the techniques of Ethnography, found the answer to that is: 1) Has traditional houses as a container that traditionally have a philosophy of life for people in the context of the settlement while the Circuit of the village is the village of Kalang The tradition; 3) Kalang Tradition as a form of Thanksgiving to ancestors and beg protection from ghosts of the ancestors are believed to still continues to maintain village life. Keyword: Loop, it has, Obong, Ewuh Abstrak: Dukuh Lumbu yang ada di Desa Lumansari merupakan desa (tempat hunian) sub etnis Jawa yang dikenal dengan nama Kalang, mereka merupakan orang Jawa yang dikenal dengan sebutan orang Kalang. Kelompok orang Kalang ini memiliki tradisi yang berbeda dengan orang Jawa secara umum, bahkan beberapa tradisi dianggap aneh oleh sebagian orang Jawa. Dalam tulisan ini akan membahas salah satu tradisi yang masih dilakukan yaitu tradisi Ewuh dan Obong. Kedua tradisi ini merupakan hasil akulturasi antara budaya masyarakat yang telah dahulu hidup di Pulau Jawa kemudian datang kebudayaan Hindu yang berasal dari India. Hingga saat ini kedua tradisi ini masih dilaksanakan oleh orang Kalang sebagai bentuk penghargaan terhadap leluhur. Tradisi ini memiliki konteks dengan pemukiman mereka yang mereka sebut sebagai desa Kalang, demikian pula dengan hunian mereka yang disebut sebagai rumah Limasan. Rumah tradisional Jawa Limasan, sebuah rumah tradisional Jawa yang umumnya dihuni oleh masyarakat yang memiliki strata dibawah bangsawan atau priyayi. Rumah Limasan ini menjadi bagian dari kehidupan orang Kalang dengan tradisi Kalang. Maka munculah pertanyaan yaitu: 1) Bagaimana tradisi Kalang tersebut dilaksanakan dalam konteks rumah tradisional Limasan dan konteks permukiman?; 2) apa makna tradisi Kalang dalam kehidupan sehari-hari orang Kalang? Melalui paradigma deduktif dan menggunakan teknik etnografi, ditemukan jawaban yaitu: 1) Rumah tradisional Limasan sebagai wadah yang secara tradisi memiliki filosofi kehidupan bagi orang Kalang sedangkan dalam konteks permukiman desa Kalang adalah desa Tradisi; 2) Tradisi Kalang sebagai bentuk ucapan syukur kepada leluhur dan mohon perlindungan dari arwah leluhur yang diyakini masih terus menjaga kehidupan desa.Kata Kunci: Kalang, Limasan, Obong, Ewu
- …