13 research outputs found
Why Indonesian People Are Week to Face The Threat of Disaster
Indonesia sebagai negara yang memiliki kekayaan dan keindahan alam yang melimpah menjadi daya tarik dan kebanggaan tersendiri bagi masyarakatnya. Hal ini disebabkan letak geografis yang unik dan strategis, namun dibalik itu semua tingkat terjadinya bencana alam juga tergolong tinggi, banyaknya bencana alam yang terjadi berdampak pada struktur masyarakat dalam menghadapi ancaman bencana. Masyarakat Indonesia sendiri masih banyak ditemukan ketidak siapan dalam menghadapi bencana alam, adapun faktor-faktor yang mendasari hal tersebut. Penelitian ini mencoba menjawab faktor apa saja yang mendasari hal tersebut, metodologi yang digunakan ialah melalui studi literatur terdahulu. Faktor-faktor yang menjadi dasar utama tersebut ialah seperti banyaknya mitos atau nasehat leluhur yang masih dipegang erat oleh masyarakat dalam menghadapi ancaman bencana alam, peran pemerintahn dalam menanganai ancaman bencana alam, tingkat literasi, serta ambisi-ambisi yang timbul sebab kemajuan zaman. Adapun saran yang seharusnya diambil dalam penanganan kasus tersebut, yang coba peneliti jelaskan dalam uraian ini
MEMPERKUAT MODAL SOSIAL PEREMPUAN DALAM MENGHADAPI BENCANA
Tujuan penelitian ini adalah melihat kapasitas perempuan dalam menghadapi bencana. Hal ini dikarenakan perempuan seringkali dikatagorikan sebagai kelompok rentan. Kerentanan-kerentanan tersebut, diantaranya disebabkan oleh faktor kultur dan struktur. Namun disisi yang lain, perempuan memiliki kapasitas yang besar dalam menghadapi bencana. Dengan menggunakan teori Modal Sosial dari Michael Woolcock, penelitian ini mengkaji jaringan kelompok perempuan. Metode penelitian menggunakan metode kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perempuan mempunyai sebuah kapasitas jaringan yakni perempuan terintegrasi dalam kelompok-kelompok kerukunan seperti kelompok pengajian muslimat, kelompok PKK, Kelompok Arisan, dan kelompok pengajian yang lain. Melalui kelompok tersebut perempuan melakukan sharing value, berbagi informasi dan saling menguatkan satu sama lain. Keberadaan kelompok perempuan di masyarakat inilah yang merupakan suatu modal sosial yang seharusnya mampu menjadi media untuk mentransformasi pengetahuan perempuan khususnya pengetahuan kebencanaan. Kelompok perempuan mempunyai kapasitas dalam mengkoordinir anggotanya minimal seminggu sekali, kelompok perempuan ini pula mampu menggalang dana dari anggotanya baik dalam bentuk dana Kas dan dana arisan, selain itu kelompok perempuan mampu menjadi media untuk melakukan trauma healing terhadap anggotanya. Kata Kunci: modal sosial, kelompok perempuan, bencana, kapasitas, Woolcock
Peran Modal Sosial Istri Nelayan Kerang dalam Menambah Penghasilan Keluarga di Desa Banjarkemuning Sedati Sidoarjo
Nelayan di Desa Banjarkemuning merupakan nelayan yang mayoritas adalah mencari kerang. Setiap harinya nelayan akan pergi melaut untuk mencari kerang terutama ketika musim kerang sedang ramai. Namun, ketika musim kerang sedang sepi maka pendapatan yang diterima juga akan berkurang. Hal ini menjadikan istri nelayan ikut andil dalam pengelolaan kerang dengan cara memasaknya menjadi matang sehingga memiliki nilai ekonomi lebih tinggi dan menambah penghasilan keluarga dengan modal sosial yang dimiliki. Peran modal sosial inilah yang menjadikan perempuan Desa Banjarkemuning mampu menjalankan peran domestik dan peran produktif. Tujuan Penelitian ini untuk mengidentifikasi, menganalisis, dan mendeskripsikan tentang peran modal sosial istri nelayan kerang dalam meningkatkan penghasilan keluarga di Desa Banjarkemuning Sedati Sidoarjo. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perempuan yang ada di desa ini membentuk jaringan dengan mengikuti kegiatan-kegiatan sosial yang ada di Desa Banjarkemuning. Lalu adanya kepercayaan muncul karena interaksi yang terjalin sudah sangat baik, biasanya perempuan mengikuti arisan atau pengajian rutin untuk menjalin interaksi tersebut. Dan yang terakhir adalah norma yaitu aturan yang harus dipatuhi dan diikuti oleh anggota. Norma yang dimiliki oleh perempuan Desa Banjarkemuning membantu dalam mengontrol kehidupan bersosial sehari-hari misalnya nelayan yang berhutang modal kepada pengepul harus menyetorkan hasil lautnya kepada pengepul tersebut, jika tidak maka akan dijadikan bahan omongan bagi penduduk Desa Banjarkemuning lainnya karena terkesan tidak memberikan terimakasih kepada si pengepul yang telah memberikan modal kepada nelayan tersebut
Social Inequality And Disaster: A Sociological Analysis of The Impact of Social Class-Based Disasters
This paper focuses on the social inequalities of catastrophic societies that occur due to social class differences. Upper class people have a lot of access to disaster relief from the government so that social jealousy arises in the lower class who feel injustice because of uneven assistance from the government that even encountered cases of disaster relief corruption. The impact of disasters is so great that in this case the government must be serious in addressing this problem of social inequality so that there is no conflict in disaster communities. This condition if not immediately overcome by the government can prevent the community to recover from the disaster. This phenomenon is analyzed through social class theory and conflict theory to describe the conditions of inequality of catastrophic societies. Based on analysis conducted by previous researchers found that there are social class differences that have the potential for conflict in disaster communities. This research method uses review literature obtained from previous books, articles or journals. The purpose of this writing is to explain how social inequality can occur in disaster societies
HABITUS MASYARAKAT DI DAERAH KEKERINGAN PADA DESA JATISARI KABUPATEN SITUBONDO
Drought is a serious problem that often arises when the dry season arrives. Usually, this situation occurs in an area that continuously experiences below-average rainfall so that the water supply becomes less. In general, the onset of a drought disaster cannot be known, but it can be said that drought occurs when the available water is no longer sufficient for daily needs. One example is the drought that occurred in Jatisari Village, Arjasa District, Situbondo Regency. The people of Jatisari Village have to try hard to get water that is used for their daily needs such as drinking, cooking, bathing, and washing. This study uses Pierre Bourdieu's theory of habitus. Habitus is the mental or cognitive structure by which people relate to the social world. This study uses qualitative research methods, with a focus on the ethnographic approach. Ethnography focuses on groups that share a common culture. The results of the research obtained are that the habitus in Jatisari Village makes the community have a helping nature as evidenced by the existence of mutual cooperation in making water sources and repairing damaged bore wells. Then there is harmony with neighbors when they are allowed to borrow water, entrusting the jurigen to fetch water, and the honesty of the community when conducting water transactions makes the relationship closer in society.Keywords: Adaptation to Climate Change, Drought, Habitu
SOLIDARITAS POKJA MASYARAKAT HADAPI POTENSI TSUNAMI MELALUI WADAH DESTANA
This article will talk about solidarity formed by grous society, whe they have same goal to build a social programs and mobilizing the community to care about potential threats Tsunami disaster in Sarongan Village. This research uses research methods qualitative by using a case study approach, as well as using techniques in-depth interviews for the data collection process. Based on the results research shows that there are resources found in group a society where they consolidate each other by building relationships cooperation betweencommunity groups based on social ideology humanity. A social program carried out by the Sarongan community group formed on the basis of te factor of similarity of beliefs seen in conciousness people who care about disasters. The formation of the latter social mobilizing resources, giving rise to disaster response social programs aimed at tackling potential disaster. Social grup such as, Coral Taruna, PKK, and several Village Institutions work together for latter carry out a collective action in Tsunami disaster management as well forming a Disaster Risk Management Forum with the aim of to be a responsive forum in the process of socializing disaster for people public. This is where community’s Working Group was formed then by BNPB formed Destana where It’s membership consists of representative of village community group management Sarongan. Keywords: Disaster, Resource Mobilization, Solidarity, Tsunam
Bertahan Hidup Dalam Kubangan Lumpur (Studi tentang Korban Lumpur Lapindo di Desa Glagaharum Kecamatan Porong Sidoarjo)
Abstract
The incident of Lapindo hot mudflow happened on May 29, 2006. The Glagaharum village was one of the villages affected by the incident, which was as many as ± 400 households. Most of the victims of the Lapindo mudflow chose to move to other areas, and some others chose to stay in the area of Lapindo mud. The theory used was a framework of thinking of Pierre Bourdieu about habitus. This research used descriptive qualitative method. The research results showed that victims of Lapindo mudflow decided to survive in the Glagaharum village because they already had capital as a source of strength in facing the battle arena which was occurred in the area of Lapindo mud especially Glagaharum village. Capital used as a source of strength by the victims of Lapindo mudflow, such as: (1) the orientationof social capital. It was in the form of no information to move, no have another choice, fear of new environments, and relation to the neighbors; (2) the orientation of economic capital. It was in form of not capable of managing compensation, occupational factors, economic barriers, waiting for the construction of the house, and waiting for the children graduate; (3) the orientation of cultural capital.It was in the form of relation to the residence and the traditional mindset
Stratifikasi Sosial dan Akses Atas Keselamatan Terhadap Bencana
Stratifikasi sosial adalah suatu system yang pasti dalam masyarakat. Berdasarkan kategori ekonomi masyarakat setidaknya terbagi menjadi tiga golongan yakni kelas atas, kelas menengah dan kelas bawah. Stratifikasi sosial tersebut mempengaruhi akses terhadap keselamatan dari bencana. Perbedaan akses tersebut disebabkan oleh faktor ekonomi hingga Pendidikan. Tujuan dari artikel ini ialah untuk menjelaskan stratifikasi sosial mempengaruhi akses terhadap keselamatan atas bencana dan hal-hal apa saja yang menjadi faktor pendukung keselamatan terhadap bencana. Metode penelitian yang digunakan ialah kualitatif dengan pendekatan studi pustaka yakni dengan mengumpulkan data-data dan referensi yang mendukung baik dari buku, jurnal maupun hasil penelitian terdahulu. Hasil dari penelitian ini adalah perbedaan stratifikasi sosial yang ada membuat adanya perbedaan akses antara kaya dan miskin atas keselamatan terhadap bencana. Akses yang menunjang keselamatan terhadap bencana seperti akses terhadap pendidikan, informasi dan jaringan, tempat berlindung dan pendidikan bisa didapat dengan mudah oleh orang dengan stratifikasi sosial atas sedangkan berbeda dengan stratifikasi sosial bawah. Stratifikasi sosial adalah suatu hal yang niscaya dalam masyarakat. Berdasarkan kategori ekonomi masyarakat setidaknya terbagi menjadi tiga golongan yakni kelas atas, kelas menengah dan kelas bawah. Stratifikasi sosial tersebut mempengaruhi akses terhadap keselamatan dari bencana. Perbedaan akses tersebut disebabkan oleh faktor ekonomi, kepemilikan, juga pendidikan. Tujuan dari artikel ini ialah untuk mengetahui bagaimana stratifikasi sosial mempengaruhi akses terhadap keselamatan atas bencana dan hal-hal apa saja yang menjadi faktor pendukungnya. Metode penelitian yang digunakan ialah studi pustaka yakni dengan mengumpulkan data-data dan referensi yang mendukung baik dari buku, jurnal maupun hasil penelitian. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif dan penarikan kesimpulan. Hasil dari review artikel ini adalah perbedaan stratifikasi sosial yang ada membuat adanya perbedaan akses antara kaya dan miskin atas keselamatan terhadap bencana. Akses yang menunjang keselamatan terhadap bencana seperti akses terhadap pendidikan, informasi dan jaringan, tempat berlindung dan pendidikan bisa didapat dengan mudah oleh orang dengan stratifikasi kaya sedangkan tidak dengan orang dengan stratifikasi sosial miskin
PENGUATAN KADER PENDAMPING SOSIAL DALAM MENURUNKAN KEJADIAN LOSS TO FOLLOW-UP TERAPI ANTIRETROVIRAL PADA ORANG DENGAN HIV AIDS
Terapi ARV menjadi standar perawatan minimal pada ODHA. Lamanya perawatan berdampak pada kepatuhan ODHA dalam konsumsi ARV. Ketidakpatuhan pengobatan ARV akan mengakibatkan loss to follow-up dan dapat memperburuk kondisinya. Kader sosial aktif untuk membantu pemerintah dalam mencapai tujuan mencegah loss to follow-up, namun kendala yang dihadapinya adalah kurang optimalnya monitoring konsumsi ARV dan kurangnya pengetahuan tentang terapi ARV. Kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini bertujuan memperkuat dan optimalisasi peran kader pendamping ODHA. Kegiatan ini terdiri dari tiga tahapan, yaitu focus group discussion dengan kader pendamping ODHA perihal tantangan dan strategi penyelesaian masalah, penyusunan panduan monitoring konsumsi ARV bagi ODHA yang dapat digunakan oleh kader sosial, dan pelatihan bagi kader pendamping ODHA tentang penguasaan konsep ARV dan manajemen pencegahan loss to follow-up. Hasil kegiatan menunjukkan ada penyelesaian masalah yang dihadapi kader sosial berupa strategi monitoring konsumsi ARV dan adanya peningkatan pengetahuan ODHA tentang terapi ARV dan upaya mengurangi kejadian loss to follow-up. Harapannya kegiatan ini akan terus berlanjut untuk mengevaluasi keberhasilan dari strategi penyelesaian masalah ini dan kader sosial dapat berperan aktif dalam menurunkan kejadian loss to follow-up.Antiretroviral (ARV) therapy has become the standard of minimal care for people living with HIV. The length of treatment has an impact on the adherence toward ARV consumption. Non-adherence to ARV treatment will result in loss to follow-up and can worsen the condition. Social cadres are active in assisting the government in preventing loss to follow-up. The obstacles they face are the lack of optimal monitoring of ARV consumption and knowledge about ARV. This community service activity aimed to strengthening and optimizing the role of PLWHA social cadres. This activity consists of three stages: (1) focus group discussions with PLWHA mentoring cadres on challenges and problem-solving strategies, (2) drafting guidelines for monitoring ARV consumption for PLWHA that social cadres can use, and (3) training for PLWHA mentoring cadres on mastery of ARV concepts and loss to follow-up prevention management. The activity results show that there is a solution to the problems faced by social cadres in the form of a strategy for monitoring ARV consumption and increasing knowledge of PLWHA about ARV therapy and efforts to reduce the incidence of loss to follow-up. It is hoped that this activity will continue to evaluate the success of this problem-solving strategy and that social cadres can play an active role in reducing the incidence of loss to follow-up
Knowledge Construction In Ecological Sustainability Of The Women
The background of this research about environmental problems, such as loss of soil
fertility, depletion of groundwater, river pollution, waste management, seem to be a
phenomenon that is happening right now. Human dependence on nature is increasingly
critical, but it is not balanced with an awareness of environmental preservation. The
purpose of this research is to find out and describe the construction of women's
ecological sustainability in Jember. This construction includes water management, power
management, transportation use, and waste management. This study uses a qualitative
method with interviews as a data collection technique. The informants of this study were
selected from six villages in Jember, namely Karangrejo, Antirogo, Tegalgede, Kalisat,
Sumbersari, and TegalBesar villages. This study uses a purposive method, especially
housewives whose activities relate to these indicators. The results showed that women
had limited knowledge construction about ecological sustainability. This construction
develops based on daily experience and individual knowledge of the ecological
preservation models around them. Therefore, household waste is often found scattered in
the ecosystem.
Abstract
Latar belakang penelitian ini tentang masalah lingkungan, seperti hilangnya kesuburan
tanah, penipisan air tanah, pencemaran sungai, pengelolaan limbah, tampaknya menjadi
fenomena yang saat ini sedang terjadi. Ketergantungan manusia pada alam semakin
kritis, tetapi tidak diimbangi dengan kesadaran pelestarian lingkungan. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mendeskripsikan konstruksi keberlanjutan
ekologis perempuan di Jember. Konstruksi ini meliputi pengelolaan air, manajemen
daya, penggunaan transportasi, dan pengelolaan limbah. Penelitian ini menggunakan
metode kualitatif dengan wawancara sebagai teknik pengumpulan data. Informan
penelitian ini dipilih dari enam desa di Jember, yaitu desa Karangrejo, Antirogo,
Tegalgede, Kalisat, Sumbersari, dan Tegal Besar. Penelitian ini menggunakan metode
purposive, terutama ibu rumah tangga yang kegiatannya berkaitan dengan indikator�indikator ini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perempuan memiliki konstruksi
pengetahuan yang terbatas tentang keberlanjutan ekologis. Konstruksi ini berkembang
berdasarkan pengalaman sehari-hari dan pengetahuan individu tentang model
pelestarian ekologi di sekitarnya. Karena itu, limbah rumah tangga sering ditemukan
tersebar di ekosistem