2 research outputs found

    Akibat Hukum Kodifikasi Total Pada Keberadaan Undang-Undang Pidan Akhusus (Kajian Terhadap Undang – Undang Tindak Pidanakorupsi)

    Get PDF
    Skripsi ini berjudul “Akibat Hukum Kodifikasi Total Pada Keberadaan Undang-Undang Pidana Khusus ( Kajian Terhadap Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi)” ini,secara umum bertujuan menjelaskan transformasi delik Tindak Pidana Korupsi dari Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Serta akibat hukum dari adanya kodifikasi tersebut bagi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif, dimana penelitian yuridis normatif tersebut penulis menggunakan pendekatan perundang-undangan atau setatute approach. Dalam hal teknik pengumpulan data, penulis menggunakan data primer dan sekunder. Setelah data diperoleh maka disusun secara sistematis, kemudian dianalisa sehingga diperoleh dan didapati kejelasan dari permasalahan yang dibahas. Selanjutnya disusun sebagai skripsi yang bersifat ilmiah. Dari hasil penelitian dapat dijelaskan bahwa transformasi delik Tindak Pidana Korupsi dari Undang-Undang Tipikor ke dalam RUU KUHP 2015 hanya memasukkan hukum materil, adapun hukum formilnya masih tetap diatur dalam Undang-Undang Tipikor dan tidak dimasukkan ke dalam RUU KUHP 2015.Ketentuan pengaturan mengenai hukum acara dalam menangani Tindak pidana Korupsi masih diatur dalam ketentuan Undang-Undang khusus di luar KUHP. Selain ketentuan tersebut dalam pejatuhan sanksi pidana bagi pelaku Tindak Pidana Korupsi ancaman sanksi denda terdapat perbedaan, jika dalam Undang-Undang Tipikor pidana denda diklasifikasikan kedalam dua jenis yaitu denda minimum dan maksimum, namun dalam RUU KUHP 2015 denda diklasifikasikan kedalam VI ketegori. Disisi lain untuk pidana denda bagi pelaku Tindak Pidana Korupsi diancam dengan denda pada golongan II dan IV, Sementara untuk definisi korupsi itu sendiri dalam RUU KUHP 2015 definisnya sama dengan pengertian korupsi yang diatur dalam Undang-Undang Tipikor. Adapun pengaturan Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK ) dan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi eksistensinya masih tetap diakui dan kewenangannya tidak didegradasi akibat kodifikasi tersebut, Pasal 780 RUU KUHP 2015 dapat menjembatani dalam mendefinisikan pengertian korupsi dan Undang-Undang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi dan Undang-Undang KPK, selain adanya Pasal 780 RUU KUHP pada Pasal 781 ayat (1) RUU KUHP menyatakan hukum acara pidana yang menyimpang dari KUHP, yang diatur dalam Undang-Undang khusus dinyatakan masih tetap berlaku eksistensiny

    REPOSISI KEWENANGAN KEJAKSAAN DALAM MELAKUKAN PENEGAKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DAN MALADMINISTRASI PEMERINTAHAN

    Get PDF
    Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memahami kewenangan  kejaksaan dalam melakukan pencegahan tindak pidana korupsi dan maladministrasi pemerintahan dalam kajian MoU Kemendagri, Kejaksaan dan Kepolisian. Munculnya MoU antara Kemendagri, Kejaksaan dan Kepolisian pada tahun 2018 menimbulkan probelematika hukum dikarenakan penegakan tindak pidana korupsi yang seharusnya di atur dalam norma hukum positif justru di atur dalam MoU atau Memorandum of Understanding sehingga menimbulkan permasalahan pada tahap pelaksanaannya. Urgensi dalam artikel ini untuk mengembalikan kedudukan kejaksaan dalam sudut apndang regulasi hukum yang seharusnya, semenjak lahirnya MoU tersebut Kejaksaan menjadi tersandera dalam lekukan penanganan kasus tindak pidana korupsi, dimana terduga tindak pidana korupsi yang mengembalikan kerugian uang negara kepada BPKAD, Inspektorat dan APIP dianggap pertanggung jawaban pidananya hilang, hal tersebut sangat bertentangan dengan Pasal 2, 3 dan 4 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi. Dimana pengembalian kerugian keuangan negara hanya dapat meringankan sangsi pidana bagi terdakwa. Metode Penelitian ini menggunakan yuridis normatif. Kebaruan penelitian ini terletak pada penyimpangan penegakan tindak pidana korupsi yang dijalankan oleh kejaksaan sejak lahirnya MoU antara Kemendagri, Kejaksaan dan Kepolisian harus segera dihentikan dengan langkah Kejaksaan menarik diri dari MoU tersebut dan dalam melaksanakan tugas penanganan tindak pidana korupsi kejaksaan berjalan sesuai norma hukum positif yang di atur dalam  Undang-undang nomor 16 tahun 2004 tentang kejaksaan dan diperkuat kembali dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981, Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001, Undang-undang Nomor16 Tahun 2004, Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983, Peraturan Presiden RI Nomor 38 Tahun 2010 dan PERJA Nomor PER. 009/A/JA/2011, PERJA-039/A/JA/2010
    corecore