19 research outputs found
PERBANDINGAN METODE PEMBUATAN SHAFT UNTUK PEKERJAAN JACKING PIPE DENGAN METODE CAISSON SHAFT SINKING DAN SHEET PILE SHAFT : STUDI KASUS PROYEK PEMBANGUNAN JARINGAN IPAL PALEMBANG PAKET B2A
Pekerjaan jacking merupakan suatu metode pekerjaan yang sering dipakai dalam pembangunaninfrastruktur suatu kota, khususnya terkait dengan pembangunan infrastruktur yang ada di dalam tanahseperti pemasangan pipa, pembuatan terowongan, pembuatan rel kereta bawah tanah, dan lainsebagainya. Salah satu pekerjaan yang merupakan bentuk aplikasi dari metode jacking adalah pekerjaanpemasangan pipa, atau biasa disebut pipe jacking. Cara kerja dari metode pipe jacking yakni mendorongpipa ke dalam tanah yang bersamaan dengan proses pengikisan tanah tersebut dengan mata bor(cuttinghead). Pada pekerjaan pipe jacking, terdapat suatu galian yang disebut sebagai shaft / pit yangmerupakan titik awal dan titik akhir dari satu trase pekerjaan pipe jacking. Terdapat 2 jenis shaft dipekerjaan jacking, yakni departure shaft yang berguna untuk menentukan titik awal kedalaman pipa yangdirencanakan sekaligus sebagai tempat meletakkan mesin jacking, dan arrival shaft yang merupakan titikakhir dari trase pipe jacking. Pada Proyek IPAL Palembang Paket B2 A terdapat 2 metode pembuatanshaft yang diaplikasikan yakni metode sheetpile shaft dan caisson shaft sinking. Masing-masing metodememiliki kelebihan dan kekurangan yang dapat ditinjau dari segi waktu, biaya, serta mutunya. Pemilihanmetode pembuatan shaft erat kaitannya dengan kondisi lokasi, ketersediaan akses, kebutuhan area ataukapasitas mesin jacking. Hal ini menjadi beberapa faktor yang mempengaruhi pemilihan metode pekerjaanpembuatan shaft. Metode penelitian yang digunakan yakni metode gabungan data observasi denganwawancara dengan responden di Proyek IPAL Palembang Paket B2 A, dengan membandingkan pekerjaanpembuatan shaft sheetpile dan caisson shaft dari segi waktu, biaya dan mutu pada pekerjaan pipe jackingRCP 1000 menggunakan mesin MTs 1000. Setelah dianalisa, metode sheetpile shaft memiliki waktu yangrelatif lebih lama dan memerlukan biaya yang lebih besar jika dibandingkan dengan metode caisson shaft,namun caisson shaft memerlukan material khusus yang memiliki keterbatasan terhadap proses pengadaandan pengiriman ke lokasi, tidak seperti metode sheetpile shaft yang memiliki fleksibilitas lebih tinggi dalamketersediaan alat dan materialnya
IMPLEMENTASI PROGRAM UI GREENMETRIC DI UNIVERSITAS DIPONEGORO DALAM UPAYA KEBERLANJUTAN
Green campus merupakan konsep kampus berwawasan lingkungan, yang mengintegrasikan ilmu pengetahuan lingkungan ke dalam kebijakan, manajemen, dan kegiatan perguruan tinggi. Green campus juga menjadi implementasi pengintegrasian ilmu lingkungan dalam semua aspek manajemen dan praktek pembangunan berkelanjutan. Berdasarkan hal tersebut, diperlukan standar yang dapat dijadikan acuan dan dorongan untuk pihak manajemen agar dapat meningkatkan efektivitasnya dalam menyukseskan program green campus, salah satunya yaitu UI GreenMetric. Tujuan penelitian ini berguna untuk meninjau sejauh mana penerapan program UI GreenMetric diimplementasikan di Universitas Diponegoro dan memberi rekomendasi pada kategori atau indikator yang belum terpenuhi. Optimalisasi penerapan UI GreenMetric dapat dijadikan referensi selanjutnya dalam pembangunan universitas berkonsep green campus di Indonesia. Penelitian ini menggunakan data berupa studi literatur dari metode yang digunakan pada UI GreenMetric yang dianggap sesuai dengan strategi peningkatan efektivitas dalam penerapan green campus. Hasil penelitian menunjukkan nilai yang didapat Universitas Diponegoro sesuai dengan metodeyang terdapat dalam UI GreenMetric yaitu sebesar 8550.Evaluasi terhadap metode yang digunakan UI GreenMetric mengarah pada permasalahan kritis dalam pemeringkatan perguruan tinggi terkait keberlanjutan.Metode UI GreenMetric tidak memberikan ambang batas minimum dalam keikutsertaan dalam pemeringkatan. Permasalahan lain yang terdapat dalam metode UI GreenMetric adalah relevansi di lapangan dalam penilaian keberlanjutan pada universitas di seluruh dunia.
Kata kunci:sustainability; green campus; UI GreenMetric
Green campus is a concept, which integrates environmental science into policy, management and activities of the college. Green campus is also the implementation of the integration of environmental science in all aspects of management and sustainable development practices. Therefore, the standards for referral and encouragement to management in developing a green campus program are needed, one of which is UI GreenMetric. The purpose of this study are to determine how the program of UI GreenMetric is implemented at Diponegoro University and to provide recommendations in the category or indicator that has not been fulfilled. Optimizing the implementation of UI GreenMetric can be used as a further reference in the development of green campus concept in Indonesia. This study uses data in the form of a literature study of standards and guidelines used by UI GreenMetric which are considered in accordance with the strategy of increasing effectiveness in implementing green campus. The results showed the score obtained by Diponegoro University in accordance with the methods contained in the UI GreenMetric is 8550. Evaluation of the method used by the UI GreenMetric leads to critical problems in universities ranking related to sustainability. The GreenMetric UI method does not provide a minimum threshold for participation in ranking. Another problem contained in the UI GreenMetric method is relevance in the field in sustainability assessments at universities throughout the world.
Keywords: sustainability; green campus; UI GreenMetri
PENDEKATAN CO-BENEFITS DALAM PEMANFAATAN LUMPUR IPAL INDUSTRI TEKSTIL SEBAGAI BAHAN CAMPURAN BATU-BATA
Pengolahan lumpur IPAL industri tekstil, saat ini belum dapat memberikan nilai tambah, karena belum dimanfaatkan. Melalui PP.No.110 tahun 2014, pemerintah mendorong upaya pemanfaatan limbah B3 untuk didaur ulang sebagai subtitusi bahan baku atau sebagai sumber energi terbarukan dengan mempertimbangkan kemampuan teknologi, kelayakan lingkungan, dan kelayakan ekonomi sehingga memberikan nilai tambah bagi masyarakat serta perkembangan ilmu dan teknologi. Di sisi lain, eksploitasi lahan sebagai bahan baku bata berpotensi menimbulkan kerusakan lingkungan yang serius. Kompleksitas masalah tersebut memerlukan pendekatan co-benefit untuk menilai kelayakan teknis dan kelayakan lingkungan serta manfaat tambahan bagi masyarakat dan lingkungan dalam kegiatan pemanfaatan lumpur IPAL industri tekstil sebagai bahan campuran bata
Kelayakan lingkungan dilakukan dengan uji TCLP pada bahan baku tanah, lumpur IPAL dan produk bata. Uji Toksisitas akut LD 50 dilakukan pada produk bata dengan campuran lumpur IPAL. Kelayakan teknis dilakukan dengan menguji kualitas bata sesuai SNI bata pejal untuk pasangan dinding. Penilaian Co-Benefit menggunakan indikator Draft Manual Evaluasi Pendekatan Co-Benefits untuk Perubahan Iklim yang dimodifikasi sesuai dengan permasalahan pada pemanfaatan limbah B3, dengan tingkat kesulitan Tier 1 dan Tier 2.
Hasil Penelitian membuktikan uji toksisitas pada bahan baku dan produk bata bata dengan campuran sampai dengan 60 % lumpur IPAL, memenuhi persyaratan TCLP dan LD.50 menurut PP.No. 110 tahun 2014. Uji kualitas batu bata pada pengunaan 40 % dan 60 % campuran lumpur IPAL memenuhi syarat kualitas bata merah pejal untuk pasangan dinding (SNI 15-2094-2000). Analisis Co-benefits memberikan gambaran bahwa pemanfaatan lumpur IPAL sebagai bahan campuran bata, memberikan keuntungan secara ekonomis dengan mengurangi biaya pengolahan lumpur hingga 45,7 %, dan menurunkan biaya produksi batu bata sebesar 14,07 %.
Keuntungan lain bagi lingkungan dan masyarakat adalah terhindarnya pencemaran lingkungan dari limbah B3, menurunkan laju kerusakan lingkungan, serta mengurangi resiko kerugian akibat pengalihan fungsi lahan. Bagi pemerintah, memudahkan dalam pengawasan dan pembinaan, sehingga dapat mendorong peningkatan perekonomian masyarakat.
Kata kunci: Co-Benefits, Lumpur Limbah Tekstil, Batu-Bata, IPAL
The WWTP sludge treatment of textile industry, currently has no added value, because it has not been utilized. Through Government Regulation No.110 year 2014, government encourages efforts to use hazardous waste, for reuse as a subtitute raw materials or renewable energy source, consider technological capabilities, environmental feasibility and economic viability. The other side, exploitation of soil as raw material for bricks, potential to causing seriously environment decay. Complexity of these problems requires a co-benefit approach to assess the technical feasibility and environmental feasibility as well as additional benefits for the community and the environment, to utilization of wastewater treatment sludge as a brick material.
Environmental feasibility was carried out by TCLP testing on raw materials soil, WWTP sludge and brick products. The Lethal Dead (LD) 50 acute toxicity test was carried out on brick product. Technical feasibility was carried out by testing the quality of brick products in accordance with Indonesian National standard for solid bricks. To assess Co-Benefit used Manual Draft for Quantitative Evaluation of the Co-Benefits Approach to Climate Change indicator which was modified according to the problems using hazardous waste, with the difficulty level Tier 1 and Tier 2.
The results prove the toxicity test on raw materials and brick products with mixture of sludge WWTP up to 60% , still meets the requirements of TCLP and LD.50 according to Government Regulation No. 110 year 2014. The quality test of bricks, that use of 40% and 60 % WWTP sludge mixture still meets Indonesian National Standard for solid bricks (SNI 15-2094-2000). Co-benefit analysis shows that utilization WWTP sludge as a brick mixtures, provides economic benefits, reducing sludge treatment costs up to 45.7%, and reducing bricks production costs up to 14.07%.
Additional benefits for the environment and the community are preventing pollution of hazardous waste and reducing the rate of environmental decay. For the government, it will easier to conduct supervision and guidance, so that it will encourage effort to improve the community’s economy.
Keywords : Co benefits, Textile Waste Sludge, WWTP Brick
PEMBUATAN PUPUK KOMPOS PADAT LIMBAH KOTORAN SAPI DENGAN METODA FERMENTASI MENGGUNAKAN EM4 DAN STARBIO DI DUSUN THEKELAN KABUPATEN SEMARANG
Dusun Thekelan, Desa Batur, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang merupakan desa yang sebagian besar penduduknya mengandalkan perekonomian dari sektor pertanian. Namun pada pelaksanaan pertaniannya, dusun ini belum memanfaatkan hasil alam, dalam hal ini kotoran sapi, sebagai bahan dasar pupuk organik yang dipergunakan dalam pertaniannya sendiri maupun diperjualbelikan. Sehingga laporan pengabdian masyarakat ini bertujuan agar masyarakat Dusun Thekelan dapat membuat kompos berbahan kotoran sapi guna meningkatkan pertanian maupun perekonomian masyarakat. Metode pengabdian masyarakat yang dilakukan dengan tiga tahapan; tahap persiapan, tahap sosialisasi dan aplikasi, serta tahap akhir. Tahap persiapan dilakukan dengan pembuatan modul pengomposan. Tahap sosialisasi dilakukan dalam rapat warga dan sosialisasi khusus, serta pelatihan pembuatan kompos dari fermentasi menggunakan EM4 dan starbio pada kotoran sapi. Tahap akhir terdiri dari pembuatan laporan akhir. Hasil yang diharapkan adalah masyarakat Dusun Thekelan mampu membuat pupuk kompos padat berbahan dasar kotoran sapi yang dapat digunakan dalam pertanian, maupun dikomersilkan sehingga dapat meningkatkan perekonomian masyarakat
ANALISA JARINGAN DISTRIBUSI SISTEM PENYEDIAAN AIR BERSIH KOTA BOYOLALI
Water pressure in pipe represent important factor in drinking water supply system. To
earn to conduct water optimally, required enough pressure. That is between 10 until 80 mka.
Drinking water supply system of Boyolali City in the year 2005 is not optimally yet. Because still
exist pressures values outside of planning standard. According to simulation result with Epanet
Version 2.0, minimum pressures at peak hour condition (at 07:00) is -1,83 m and maximum
pressures is 106,70 m. But, raw water productions in the year 2005 still answer the demand of
residents consume requirement. Mean produce per day is about 7.241,40 m3
/day and water
consume is about 5.718,96 m3
/day. Thus, in distribution pipes network of clean water is need to
repair to reduce the happening of water leakage because of big pressures. Distribution service of
clean water in PDAM of Boyolali City after repaired to become better because yielded pressures
fulfilling criterion of water pressures planning in distribution pipes network. According to
simulation result with Epanet Version 2.0, minimum pressures at peak hour condition (at 07:00)
is 8,10 m and maximum pressures is 69,90 m
Key words : water supply, distribution pipe net
EVALUASI DAN PENGEMBANGAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM PDAM KABUPATEN BANYUMAS DAERAH PELAYANAN KOTA PURWOKERTO
Purwokerto city is the capital of Banyumas regency, central java province. The population growth rate of
Purwokerto city is 0,6 % per year. The increasing of the population and area development causing the
accomplishment of public facility needs such as water supply also progressively increase. At the moment, PDAM of
Banyumas regency serves 65 % of the population of Purwokerto city and has production capacities equal to 569 l /
second. The leakage rate of production equal to 37,5 % with drinking water service duration 18-22 hour per day.
Based on the analysis and evaluation, it is necessary to conduct the design plan to optimize and develop the water
supply system in Purwokerto city. The development is being planned in 2009-2015 with increasing of service rate
until 80 % and the service duration 24 hours, as it says in Millenium Development Goals (MDGs).
Keyword : water supply, leakage rate, evaluation, development, service
TEKNOLOGI PENGOLAHAN LIMBAH CAIR ELEKTROPLATING KHROM DALAM UPAYA MENGAMBIL DAN MEMANFAATKAN KEMBALI LOGAM KHROM DENGAN METODA ELEKTROLISA
Chrome waste in form Cr
6
is one of waste water which very dangerous and toxic
characteristic because include in list of B3 waste. Final concentrarion of Cr
6+
in wastewater at
electroplating industry area Bajomulyo village still high that is 20 mg/l. The aim of this research
is takingan reuse chrome metal which is left in waste chrome water, in order to final result of
Cr
6+
less and fullfill quality standart waste water of electroplating industry and reuse for
proscess.
The research with electroliysis method is done by recycling electroplating chrome waste
water that is used as electrolyte. That electrolyte is flow many current that are through 2
electrodes, Pd as anode and cuprum as cathode with definite voltage. The processes is done with
3 variation, that are Cr
6+
concentration, time and current. Research result, we obtain the best
operation condition of chrome waste water treatment, that are during 50 minutes with 25
Ampere. At those condition could remove 98.605% . The concentration of Cr
6+
effluent is 0.14
mg/l, and comply with waste water quality standard for electroplating industry (0.3 mg/l).
Keywords : Electroplating, Elektrochemistry, Electrolysis,Oxidation, Reduction, Anode, Katod
RISK ANALYSIS HEAVY METAL CR AND CD CONTAINS FROM EFFLUENT TEXTILE INDUSTRY ON CIVILIAN’S WELL IN SAWAHAN AND SEMBUNGAN VILLAGES, JATEN AREA, KARANGANYAR DISTRICT (CASE STUDY)
Effluent Waste product which produced by textile industry contains chemicals derivatives
including heavy metal. Effluent Textile industry waste product run to rivers and paddy’s field
and then absorbed to civilians well in Sawahan and Sembungan Villages, Jaten Area,
Karanganyar District. There are four steps in risk analysis research. There are hazard
identifications, exposure assesment, toxicity assesment, and risk characterization. Hazard
identification on Cr and Cd heavy metal parameter show that maximal effluent concentration of
waste product textile industry for Cr is 1,24 mg/l and Cd = 0,007 mg/l. Exposure assesment
step show that Cr concentration in Sawahan Village in five to seven sample point more than
maximal concentration which tolerate according to PP No.82 Tahun 2001 is about 0,05 mg/l
and according to EPA is about 0,1 mg/l. Cd concentration in Sembungan Village in one, eight,
nine and ten sample point more than maximal concentration which tolerate according to PP
No.82 Tahun 2001 is about 0,01 mg/l. Toxicity assesment show that intake Cr heavy metal on
man and woman in Sawahan Village in five to seven sample point more than maximal intake
which tolerate according to PP No.82 Tahun 2001 is about 0,0014 mg/kg.day and according to
EPA is about 0,0028 mg/kg.day. Intake Cd heavy metal on man and woman in Sembungan
Village in one, eight, nine and ten sample point more than maximal intake which tolerate
according to PP No.82 Tahun 2001 is about 0,00028 mg/kg.day. Risk characterization result
show that in point five to seven sample in Sawahan village Cr and Cd value is more than one.
That means the wells is danger to consume. In Sembungan village, the value risk Cr and Cd in
point one, eight, nine and ten is more than one. That means the wells is danger to consume too.
Key words: effluent textile industry, Cr and Cd heavy metal, risk analysis, hazard identification,
exposure assesment, toxicity assesment, and risk characterization