5 research outputs found

    Analisis Stratifikasi Sosial Sebagai Sumber Konflik Antar Etnik Di Kalimantan Barat

    Get PDF
    Mohammad Ali Al Humaidy (Penulis adalah dosen tetap pada Jurusan Syari\u27ah STAIN Pamekasan dan Alumni program Magister Ilmu Sosiologi di Universtias Indonesia Jakarta) Abstrak: Secara sederhana, tulisan ini akan menganalisa penyebab atau sumber terjadinya konflik antar etnik di Kalimantan Barat, yang terfokus kepada tingkatan stratifikasi sosial. Penulis berasumsi bahwa perbedaan stratifikasi sosial yang kemudian terbentuk sistem pranata sosial (The System of Class Stratifications) mempunyai dampak sosial (konflik antar etnis). Pranata sosial dalam aspek ideologi, agama, ekonomi, politik, bahasa, pendidikan, budaya dan norma-norma sosial lainnya, secara teoritik akan menimbulkan gesekan sosial dan pandangan stereotype etnik yang rentan muncul benih-benih konflik bila dalam realitas sosial menampakkan sifat egois dan fanatisme yang nilai-nilai etnisitas. Benih-benih konflik bersifat laten, apalagi bila ditopang dengan harapan untuk menguasai dan mempertahankan power-privilage-prestige. Disinilah timbul pergolakan sosial antara masyarakat “pribumi” dengan pendatang ataupun sesama etnis. Demikian pula munculnya pertentangan antara kelompok yang ingin menguasai dan mempertahankan power-privilage-prestige dengan kelompok yang ingin merebutnya.Bagi penulis ini sebuah ironi yang perlu kita kaji dan mencari alternatif pemecahan. Ini penting karena menyangkut hak USAha dan hidup manusia yang bagian dari hak asasi manusia, sehingga dengan kejadian konflik etnik di bumi nusantara ini, muncul resolusi konflik sebagai USAha untuk membangun masyarakat pluralis tanpa kekerasan. Alhasil, sebagai masyarakat akademisi mempunyai amanat untuk memberikan sumbangsih pemikiran agar konflik yang bermuansa SARA dapat dikurangi atau bahkan mungkin ditiadakan. Sebuah tantangan untuk mengkaji teori sosiologi khususnya teori (korelasi) stratifikasi sosial dengan konflik sosial

    The Symbolic Interaction of Tandhe’ in Sumenep Madurese

    Get PDF
    Local culture everywhere presents meaning space as a guideline for people’s lives, even the presence of tradition can be a medium of social transformation. The tandhe’ as one of the local cultural treasures in Sumenep Madura, emerged as an appreciation of past civilizations that believe that tandhe’ is not a mere spectacle but also as a communication medium that contains the values of goodness. Signs implicitly or explicitly important to learn because it often contains the essence of da’wah which calls on humans to remember God. Tandhe’ as a manifestation of local wisdom will be an effective communication medium for building communities when properly packaged, because cultural anomalies can occur at any time. The researcher uses a qualitative approach in the form of field research so that researchers can directly make observations and even participate in contributing ideas as feedback from informants ideas. The presence of tandhe’ has until now experienced a shift in the function and purpose of tandh’ itself. The ancient kings tandhe’ functioned as the media for the propaganda used by Walisongo in order to spread the teachings of Islam. The religious value of the tandhe’ began to fade because the lovers of the tandhe’ began to abandon the teachings taught by the Walisongo. Tandhe’ at the moment is more dominant in the nature of entertainment which aims only for worldly purposes only. Tandhe’ essentially has a symbolic communication used by Walisongo in preaching Islam to the community which is also a symbol of tirakat by human

    PERAN KONTEN KREATOR SEBAGAI MEDIA PROMOSI KERIPIK SINGKONG TURBO SAKTI

    No full text
    urbo sakti adalah usaha cemilan keripik singkong yang dimana terdapat 2 varian rasa yang pertama rasa bawang putih yang kedua pedas manis. Dalam pengabdian ini melibatkan mahasiswa Praktek Kerja Lapangan sebagai tim pengabdi dalam melakukan pengabdian kepada masyarakat khususnya di UMKM kripik singkong turbo sakti. Permasalahan dalam pengabdian ini pemilik belum menerapkan teknik pemasaran yang menarik untuk mempromosikan produknya, sehingga sulit untuk memperluas pangsa pasarnya. Peserta yang mengikuti pelatihan ini 10 karyawan UMKM kripik singkong yang akan dilatih untuk dapat menjadi konten kreator, sehingga mereka dapat menjadikan pekerjaan mereka menjadi sebuah konten yang nantinya dapat menjadi ajang promosi bagi UMKM tersebut. Mereka sebelum dilatih akan diberikan pre-test awal untuk mengetahui seberapa paham tentang konten kreator, setelah itu baru akan diberikan post-test untuk mengevaluasi hasil pelatihan dan pendampingan tersebut. Dan hasilnya semua karyawan yang dilatih mempunyai kemampuan dan pengetahuan tentang pembuatan konten dari pekerjaannya

    Dialectics Between Islam and Local Culture in Wetu Telu Lombok Muslims’ Merariq Tradition: An ‘Urf Perspective

    Get PDF
    This article discusses dialectical teachings between Islam and local culture among Wetu Telu Muslims, a local community in Lombok, which is often accused of developing a prototype of Islamic teachings mixed with deviant, heterodox, and heretical traditions. The discussion focuses on one form of their traditions that reflects the dialectics, namely the merariq in wedding tradition. By applying a qualitative approach, this study specifically portrayed relevant views of Wetu Telu Muslims which are relatively different from that of orthodox Muslims in Lombok. Based on the results of participatory observation and unstructured in-depth interviews, the study findings reveal that the traditions of the Wetu Telu Muslims, especially in merariq, reflect a dialectical teaching between Islam and local culture so that it can be named as an Islamic tradition. It is also clear that Wetu Telu's teachings are extremely tolerant to the local culture and this is proven, among others, through their wedding tradition. From the ‘Urf perspective, merariq wedding tradition is legitimate for recognition as an Islamic culture or Islamic legal practice even though some aspects of the tradition differ from the general principles of Islamic orthodoxy in Indonesia.Artikel ini mendiskusikan ajaran dialektik antara Islam dan budaya lokal kaum muslim Wetu Telu yag sering dituding sebagai suatu prototipe ajaran Islam yang tidak asli, heterodoks, dan sesat. Pandangan yang cenderung merendahkan ini dilancarkan oleh mayoritas kaum Muslim Sasak terhadap minoritas Sasak muslim Wetu Telu. Sasak sendiri adalah etnis minoritas di Indonesia, tetapi di Lombok mereka adalah etnis mayoritas. Penelitian berpendekatan kualitatif ini fokus mengkaji kaum Muslim Wetu Telu berdasar pada perspektif mereka sendiri daripada perspektif orang luar . Hasil pengkajian mengantarkan penelitian ini pada temuan sekaligus simpulan bahwa Wetu Telu adalah produk dialektik antara ajaran Islam dan lokalitas budaya yang sejalan dengan tradisi keberislaman di Indonesia. Ajaran Wetu Telu sepenuhnya berlaku toleran terhadap budaya lokal dan cenderung merefleksikan tradisi sufistik. Dengan demikian Wetu Telu absah untuk diakui sebagai bagian keberislaman kendati dalam sejumlah aspek ajaran berbeda dengan klaim ortodoksi Islam arus utama di Indonesia
    corecore