414 research outputs found

    Sungai Batu Archaeological Complex as A Major Industrial Area for the Kedah Tua Kingdom Based on Core Drilling Data

    Get PDF
    Kompleks Arkeologi Sungai Batu adalah kawasan yang terdiri dari himpunan permukiman dan situs pertukaran yang terletak di Lembah Bujang, yang cukup maju sebagai pusat pemerintahan dari abad ke-2 hingga ke-14 Masehi. Temuan arkeologi di Sungai Batu menunjukkan wilayah tersebut merupakan pemukiman yang secara khusus menjadi pusat penghasil besi, baik terlibat dalam kegiatan penambangan maupun peleburan besi. Penelitian lapangan ini menerapkan metode pengeboran inti di kawasan Kompleks Arkeologi Sungai Batu yang bertujuan untuk memperoleh data primer terkait potensinya sebagai pusat kawasan industri Kerajaan Kedah Tua. Bukti arkeologis terkini mengungkapkan bahwa kawasan ini dahulu sebagai pusat bengkel peleburan besi untuk kerajaan Kedah Tua sejak 788 SM. Analisis pengeboran inti berdasarkan contoh tanah jelas menunjukkan bahwa daerah ini merupakan bagian dari teluk laut purba yang luas sebelum turunnya permukaan air laut. Daerah ini lalu berubah menjadi muara sungai yang memungkinkan berdirinya permukiman. Daerah Kompleks Arkeologi Sungai Batu juga kaya akan kandungan bahan baku seperti bijih besi untuk industri peleburan dan alluvium untuk pembuatan batu bata. Daerah ini kemudian berkembang menjadi kompleks industri yang maju sejak 788 SM. Sungai Batu archaeological complex is a group of various settlements and exchange sites located in the Bujang Valley, which developed as a polity from the 2nd to 14th century AD. The archaeological findings at Sungai Batu suggest the position of the area as a polity or settlement specializing in primary iron production, which involved the activities of iron mining and smelting. Field research involving core drilling methods applied in the area of ​​Sungai Batu Archaeological Complex with the main purpose of obtaining primary data related to its potential as a major industrial area of ​​Kedah Tua Kingdom. This is because current archaeological evidence reveals that this area has been used as a major and advanced iron smelting workshop for the Kedah Tua kingdom since 788 BC. Analysis of core drilling (soil samples) clearly shows that this area represented the part of a large ancient marine bay before the sea level decreased. It was changed to become a river estuary allowing settlements to be established. Sungai Batu Archaeological Complex also exposed many raw materials such as iron ore for the smelting industry and alluvium for making a brick. It has developed into a flourishing industrial complex since 788 BC

    MONUMENTS OF HISTORICAL VALUES FOUND AT SUNGAI BATU ARCHAEOLOGICAL COMPLEX PROVES EXISTENCE OF EARLY CIVILISATIONS

    Get PDF
    SUNGAI PETANI, 22 May 2016 A study focuses on the remains found at the Sungai Batu Archaeological Complex which could have been used for religious purposes, as well as monuments that would indicate the possible sites of jetties, administrative quarters and iron smelting activities were carried out by a team from the Centre for Global Archaeological Research (CGAR), Universiti Sains Malaysia (USM) headed by its Director, Professor Dato' Dr. Mokhtar Saidin

    Candi Sungai Batu (Tapak SB1): kearifan tempatan dalam teknologi pembuatan bata dan seni bina candi.

    Get PDF
    Dalam melihat kepada perkembangan masyarakat di Sungai Batu terutamanya yang melibatkan kearifan tempatan beberapa petunjuk telah diperoleh hasil daripada penyelidikan yang dijalankan terutamanya penyelidikan arkeologi dan juga analisis secara saintifik. Penyelidikan arkeologi telah berjaya menemukan beberapa jumpaan penting antaranya ialah sebuah struktur yang diperbuat daripada batu bata yang diduga sebagai sebuah stupa, sebuah inskripsi, relau untuk melebur besi, alat batu dan beberapa artifak lain seperti tembikar tanah, seramik asing, alat perhiasan, manik dan kaca. Penyelidikan arkeologi berjaya mendedahkan dua lapisan budaya yang utama iaitu lapisan budaya masyarakat pra-Buddha atau pra-candi yang diwakili oleh jumpaan alat-alat batu dan relau melebur besi manakala lapisan kedua ialah lapisan budaya masyarakat yang sudah menerima pakai agama Buddha yang diwakili oleh jumpaan sebuah stupa dan inskripsi. Analisis saintifik yang melibatkan teknik pendarfluor Sinar-X dan pembelauan Sinar-X telah membuktikan bahawa bata yang digunakan untuk membina Candi Sungai Batu telah menggunakan bahan mentah tempatan maka penglibatan masyarakat tempatan dalam pembinaan candi ini tidak dapat disangkal lagi. Beberapa aspek kearifan tempatan dalam sains dan teknologi hasil daripada penyelidikan di Sungai Batu adalah bagaimana masyarakat tempatan berjaya dalam menguasai teknik melebur dan menghasilkan produk besi seawal-awalnya pada abad ke-2 Masihi dan bagaimana mereka juga mahir dalam menghasilkan bata dan membina candi pada abad ke-6 Masihi secara langsung membuktikan masyarakat di Sungai Batu amnya dan Lembah Bujang khasnya sudah mengusai asas kepada sains dan teknologi

    Sriwijaya: sebuah kejayaan masa lalu di asia tenggara

    Get PDF
    Dalam perkembangan peradaban sejak masa Sriwijaya sampai sekarang tentu banyak warisan budaya yang ditinggalkan, baik berupa bangunan, struktur, benda, maupun warisan yang tak benda (intangible). Di dalam warisan budaya tersebut terkandung nilai-nilai yang perlu dilestarikan. Melalui warisan budaya dapat terungkap perkembangan peradaban yang telah terjadi sampai masa kini

    ANCIENT KEDAH IRON SMELTING EXPERIMENT IN PREPARATION FOR OFFERING ARCHAEOLOGICAL TOURISM HERITAGE PACKAGES AT SUNGAI BATU ARCHAEOLOGICAL COMPLEX (SBAC), BUJANG VALLEY, KEDAH, MALAYSIA

    Get PDF
    In order to obtain primary data related to the iron smelting activities, the experimental process of furnaces, tuyere and air pumps making is carried out. The experiment has conducted since 2013 through the Knowledge Transfer Program (KTP) in Sungai Batu Archaeological Complex (SBAC). Through the experiment, the clay in this complex has been used as a raw material for furnaces and tuyere making while the bellows is made of wood, plywood and fabric. In order to complete the experiment regarding the raw material that use for iron smelting, iron ore was taken through survey activities in the area of Kampung Batu 5, UiTM Merbok and Bukit Tupah while charcoal was used from rubber wood in the rubber plantation near the Sungai Batu Archaeological Complex. After the experiment was conducted, the results recorded were different from the findings of the iron ingot excavation at the iron smelting site which is likely to occur due to the difference in technique and ratio of materials used during smelting activities. Although the results obtained during the experiment are different, the smelting process can be used as the main reference for offering tourism full packages related to the demonstration of iron smelting in this complex to foreign tourists

    TEMUAN ARKEOLOGI TERBARU DI BARAT LAUT-UTARA LEMBAH KERINCI, DATARAN TINGGI JAMBI: SEBUAH LAPORAN AWAL

    Get PDF
    Abstract. The Latest of Archaeological Finds in the Northwest-North of Kerinci Valley, Jambi Highland: A Preliminary Report. Last decade archeological research in Kerinci area, only focused on the south of Kerinci Lake. This region admittedly has archaeological finds richly and has been reported since the colonial era. The report was followed by research working comprehensively in that region eighty years after. The research revealed that archeological finds in the south of Kerinci Lake came from the neolithic to proto-historic era. However, the finds of earthenware fragments accidentally, have discovered the new information about archaeological finds in the north of Kerinci Lake or the northwest-north of Kerinci valley. The purpose of this research is to map the distribution and describing the character of archaeological finds in the northwest-north of Kerinci valley. This research utilizes a descriptive method worked in three stages, videlicet collecting, analyze, and interpreting data. In collecting the data stage collected the primary data and secondary data. In the analyzing stage, utilized qualitative analysis by noticing form, style, and technology attributes. This research revealed that the northwest-north of Kerinci valley area has artifact finds in the form of cord-marked earthenware, red slipped earthenware, and Chinese ceramics. Furthermore, found the carving-stones (petroglyph) too.   Abstrak. Penelitian arkeologi dekade terakhir di kawasan Kerinci hanya terfokus pada kawasan di selatan Danau Kerinci. Kawasan ini memang memiliki tinggalan arkeologis yang cukup padat dan telah dilaporkan sejak era kolonial. Laporan tersebut ditindaklanjuti dengan melakukan penelitian yang lebih komprehensif di kawasan tersebut puluhan tahun sesudahnya. Penelitian tersebut mengungkapkan bahwa tinggalan arkeologis di sebelah selatan Danau Kerinci berasal dari masa Neolitik hingga Protosejarah. Namun, temuan artefak tembikar secara tidak sengaja di situs Siulak Tenang pada 2010, telah membuka pengetahuan baru tentang adanya tinggalan arkeologis di bagian utara Danau Kerinci atau bagian barat laut-utara lembah Kerinci. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sebaran dan mendeskripsikan tinggalan arkeologi di barat laut-utara Lembah Kerinci. Penelitian ini bersifat deskriptif yang dilaksanakan dalam tiga tahap, yaitu pengumpulan data, analisis data dan interpretasi. Pada tahap pengumpulan data, dilakukan pengumpulan data primer dan data sekuder. Pada tahap analisis data digunakan analisis kualitiatif dengan memperhatikan atribut bentuk, gaya, dan teknologi. Penelitian ini mengungkapkan bahwa kawasan baratlaut-utara Lembah Kerinci memiliki tinggalan artefak berupa tembikar tatap tali, tembikar slip merah, dan keramik Cina. Selain itu, juga ditemukan -batu bergores (petroglif)

    KALPATARU Majalah Arkeologi vol 23 nomor 2

    Get PDF
    Sriwijaya for Our Nation Oleh: Truman Simanjuntak, Pusat Arkeologi Nasional Srivijaya Kingdom that centered in South Sumatera is one of the highest peak of culture in the Indonesian Archipelago. The kingdom evolved from 71n to 131n Century AD. Several achievements that made Srivijaya Kingdom become a great maritime country and very influential in South East region are as follows, commanded the trade route in Malaka Strait and Sunda Strait; had a trade relations with China, India, Arab, Persia, and Madagascar; built a strategic area as a maritime base for commercial interest and sovereignty protection; built a Buddhist and Sanskrit center; and also built tolerance to religions in society. Srivijaya is not just a knowledge from the past, it should bring benefits to Indonesia as a nation. The spirit of actualization, the greatness, and the culture and historical values should inspire and motivate Indonesian people to build a great archipelagic nation. The knowledge of Srivijaya could be inherited through formal and informal education, and social activities such as sports activities, arts activities, and cultural activities. Another strategic way is to build "Rumah Peradaban Sriwijaya" (House of Srivijaya Civilization). Rumah Peradaban Srivijaya is a building complex that embodies a research and information center, museum as an educational and social facility, and also public space. Hunian "Pra-Sriwijaya" di Daerah Rawa Pantai Timur Sumatera Oleh: Nurhadi Rangkuti, Balai Arkeologi Nasional Keberadaan Sriwijaya di Sumatera ditandai oleh adanya prasasti-prasasti dari abad ke-7 M. di Palembang, Jambi dan Larnpung. Sebagian besar prasasti dan situs­situs arkeologi dari masa Sriwijaya (abad ke-7-13 M.) terdapat di daerah lahan basah sebagai bagian dari wilayah pantai timur Sumatera. Penelitian arkeologi selama dua puluh tahun terakhir di daerah tersebut berhasil menemukan situs-situs arkeologi pada masa pra-Sriwijaya antara lain berupa situs kubur tempayan dan situs hunian. Penemuan situs-situs masa pra-Sriwijaya itu menunjukkan bahwa sebelum Sriwijaya berkembang di Palembang dan Jambi, daerah rawa telah dimukimi oleh komuniti-komuniti kuno. Penelitian mengkaji lebih jauh pola hidup masyarakat kuna tersebut dalam berinteraksi dengan lingkungan rawa. Penelitian dilakukan dengan pendekatan "landscape archaeology", survei dan ekskavasi untuk pengumpulan data, serta analisis carbon dating (C-14) dan tipologi artefak untuk mengetahui pertanggalan situs. Hasil penelitian memberikan gambaran mengenai pola persebaran situs antara situs kubur tempayan dan situs bunian di daerab rawa. Makara Pada Masa Sriwijaya 0/eh: Sukawati Susetyo, Pusal Arkeologi Nasional Sriwijaya merupakan salah satu kerajaan besar di Indonesia pada abad ke-7-12 M. Tinggalan bangunan suci dari masa Sriwijaya tersebar di beberapa kawasan, yaitu Muara Jambi di Jambi, Muara Takus di Riau, Bumiayu di Sumatera Selatan, hingga beberapa kelompok bangunan suci Padang Lawas di Sumatera Utara. Makara merupakan salah satu unsur bangunan candi yang biasanya berpasangan dengan kala. Tujuan penulisan ini adalah ingin mengetahui ciri-ciri makara dari masa Sriwijaya dengan cara membandingkannya dengan makara-makara dari candi masa Mataram Kuno. Dari basil penelitian selama ini diketahui bahwa makara Sriwijaya mempunyai ciri tersendiri, meskipun tidak mena:fikan adanya beberapa kesamaan dengan makara dari masa Mataram Kuno tersebut. The Structure of Stiipas at Muara Jambi 0/eh: Hariani Santiko, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia In the vicinity of Muara Jambi are found a lot of archaeological remains, among others a group of brick monuments believed to date from the 9m to 13m Century AD, among others are Candi Tinggi, Candi Gumpung, Candi Gedong I and II, Candi Kedaton, Candi Astano. These monuments are Buddhist, because the majority of the finds in this area are Buddhist statues, many bricks with "bija mantra" inscriptions and drawing such as padma motives on them. The structures of the main temple, except Candi Gumpung, are generally square in plan with projecting portico on the east or north, and terrace platform that may well served for the enthronement of the big stiipa like the one at Candi Tinggi. The type of this stiipa structure is called the terrace-stiipa, known for the first time in the Gandharan regions from pre­Kushana period. In Indonesia terrace-stiipas are found at Muara Takus (Candi Tua) and also candi Borobudur in Central Jawa. Candi Gumpung has different structure, a square ground plan measuring 18 x 18 metres without any trace of an inner-room (garbhagrha). Boechari in 1985 read the inscriptions found in the deposit boxes found inside the temple floor. He recognized the plan of Vajradhatu-ma1;H;iala found in the base of candi Gumpung. It means that candi Gumpung is a Vajrayana temple and it embodies the mru;i9ala of the five Tathagath as with Wairocana in the centre. So I assume that the first can di Gumpung in the 9-1 om Century was a square platform with five stiipas on it to form the Vajradhatu-mru;i9ala. By studying the archaeological data from Muara Jambi and comparing them with the monuments from Muara Takus and Biaro Bahal, I consider the remains of brick monuments at Muara Jambi belonged to stilpas, especially the terrace-stiipas. Invasi Sriwijaya ke Bhiimijawa: Pengaruh Agama Buddha Mahayana dan Gaya Seni Nalanda di Kompleks Percandian Batujaya Oleh: Hasan Djafar, Universitas Indraprasta PGRI, Jakarta Paper ini membahas pengaruh invasi Sriwijaya ke Bhumijawa (Tarumanagara) pada akhir abad ke-7 M. Fokus pembahasan adalah pengaruh Agama Buddha Mahayana dan gaya seni Nalanda di kompleks percandian Batujaya, Karawang, Jawa Barat. Hasil penelitian di Batujaya selama periode 1985-2006 telah menghasilkan beberapa buk:ti baru penyebaran Agama Buddha Mahayana dan gaya seni Nalanda di Kompleks percandian Batujaya. Arkeologi Natuna: Koridor Maritim di Perairan Laut Cina Selatao Oleh: Sonny C. Wtbisono, Pusat Arkeologi Nasional, Jakarta Salah satu episode sejarah yang menarik untuk dicermati selama masa pertumbuhan dan perkembangan Sriwijaya adalah berlangsungnya kegiatan niaga jarak jauh. Dalam kronik Cina cukup jelas dicatat, kerajaan yang pusatnya di Sumatera ini, telah mengirimkan lebih dari dua puluh misi perniagaan ke Cina antara abad ke-10-13 M., demikian pula sebalik:nya. Kawasan perairan Laut Cina Selatan, merupakan jalur yang semakin intensif dilalui pada masa itu. Permasalahan yang menjadi fokus perhatian dalam tulisan ini tentang studi arkeologi di wilayah kepulauan khususnya di Laut Cina Selatan yang dipandang patut diteliti untuk menelusur jejak jalur perniagaan jarak jauh antara Cina dan Nusantara, terutama hubungannya deogan masa Sriwijaya. Di samping penelitian terhadap bandar-bandar di sepanjang pantai Benua Asia Tenggara Daratan, pada kenyataan banyak kepulauan kecil yang sangat mungkin menjadi ''batu loncatan" dalam perjalanan niaga yang selama ini luput dari perhatian seperti Kepuluan Paracel, Spratley, Anambas, dan Natuna. Pulau ini merupakan salah satu gugusan pulau-pulau kecil yang berhadapan dengan Laut Cina Selatan, menempati posisi persilangan jalur untuk memasuki perairan Malaka, Sumatera, dan Kalirnantan. Dalam tulisan ini akan disajikan bukti-bukti arkeologis, dari basil survei dan ekskavasi Natuna tahun 2012-2014, termasuk data situs dan artefaktual. Keramik sebagai indikator perniagaan dianalisis khusus (kualitatif dan kuantitatif) untuk perbandingan

    Jurnal Arkeologi Siddhayatra Vol.20 No.1 Tahun 2015

    Get PDF
    Jurnal terbitan bulan Mei ini terdiri dari enam tulisan, yang berdasarkan kronologi data yang digunakan beraal dari masa prasejarah sampai masa kolonial. Adapun topik yang ditulis juga menampilkan variasi yang berbeda, yaitu berkaitan dengan seni, geologi, naskah, maritim dan teknologi

    Pola Pemukiman Komunitas Budaya Megalitik di Desa Muak, Dataran Tinggi Jambi

    Full text link
    The dispersion of archaeological sites at Muak Village in Jambi Highland forms a spatial grouping of sites of a community in the past. However, the settlement pattern and local geographical condition, which influenced it, has yet to be recognized. To solve the problem, three phases of analyses were performed. First, specific or descriptive was carried out to identify artifacts. Second, the contextual analysis was conducted to know the functions of the artifacts and sites. Third, the semi-micro spatial analysis was done to reveal the site to site relationships as well as a relation between a site and the surrounding geographical environment. Based on those analyses can be identified that the megalithic settlement at Muak Village consisted of ritual, habitation, and urn burial sites. The layout of those sites is a ritual site encircled by the habitation site, while the urn burial site is located outside the habitation area. Moreover, the relation between the sites and the surrounding environment is that the ritual and habitation sites are located on hill ridges, while the urn burial site is on hill slope or valley

    AMERTA 29 nomor 2

    Get PDF
    KEHIDUPAN MANUSIA MODERN AWAL DI INDONESIA: SEBUAH SINTESAAWAL Truman Simanjuntak Rentang wak:tu Plestosen Akhir atau paruh kedua Plestosen Atas pada urnumnya merupakan periode yang mengait dengan kemunculan dan perkembangan Manusia Modern Awal (MMA) di Indonesia. Bukti-bukti arkeologi sedikit banyaknya telah meyakinkan keberadaannya, berikut rekaman perilakunya yang khas, dalam periode tersebut. Terlepas dari pertanggalan kolonisasi awal yang belum diketahui pasti dari manusia modern awal ini, pertanggalan radiometri yang tersedia menampakkan bahwa mereka telah menghuni Indonesia, dan Asia Tenggara pada umumnya, paling tidak sejak: sekitar 45 ribu tahun lalu hingga akhir kala Plestosen. Beberapa fenomena perilaku yang paling menonjol, yang membedakannya dari perilaku manusia purba yang mendiami Indonesia sejak: jutaan tahun sebelumnya, adalah: (1) ekploitasi geografi yang semakin luas di kepulauan; (2) perubahan lokasi hunian dari bentang alam terbuka ke relung-relung alam seperti gua dan ceruk; (3) pengembangan teknologi litik yang menghasilkan alat-alat serpih menggantikan alat­alat yang tergolong kelompok kapak perimbas/penetak; dan (4) sistem mata pencaharian yang lebih maju dan beragam dengan eksploitasi lingkungan (flora dan fauna) yang lebih bervariasi. Keseluruhan fenomena perilak:u tersebut ak:an menjadi pokok bahasan tulisan ini. "THE ROLE OF BHIMA AT CANDI SUKUH" As represented by a number of reliefs1) Hariani Santiko*) Peranan Bhima di Candi Sukuh. Tokoh Bhima digambarkan dalam sejumlah relief di Kompleks Percandian Sukuh. Tokoh ini dijumpai pada episode-episode ceritera Bhimaswarga yang dipahatkan pada dinding Candi Kyai Sukuh, yaitu sebuah kuil kecil di muka kuil utama Candi Sukuh. Fragrnen dari cerita yang sama juga ditemukan di gerbang Kala-mrga. Selain itu, ditemukan pula fragrnen ceritera Sudamala yang menggambarkan Bhima menyerang tokoh iblis di sebuah papan batu, sedangkan sejumlah relief Bhima lainnya yang belum dikenali asal ceriteranya ditemukan tersebar di halaman Kompleks Percandian Sukuh. Berdasarkan studi banding antara data artefaktual dan data tekstual penulis meyakini bahwa tokoh Bhima dipuja sebagai perantara antara Dewa Siwa dan orang-orang yang ingin mencapai pelepasan akhir (moksa). Peranan Bhima sebagai penyelamat manusia dapat dijumpai pada ceritera Bhimaswarga. Pada relief yang mengambarkan episode terakhir Bhimaswarga, tokoh Bhima digambarkan sedang diberi sebotol amrta oleh Siwa. LINGKUNGAN GEOLOGI SITUS HUNlAN GUA GEDE DI PULAU NUSA PENIDA, KABUPATEN KLUNGKUNG PROVINSI BALI Dariusman Abdillah Gua Gede adalah salah satu gua karst di lereng perbukitan Banjar Pendem, Nusa Penida dengan lingkungan yang memungkinkan sebagai tempat hunian. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Balai Arkeologi Denpasar di gua ini ditemukan sisa-sisa pemukiman dari masa prasejarah berupa alat-alat dari tulang, alat batu, tembikar, dan sisa-sisa makanan dari moluska. Manusia dapat bertahan hidup di lingkungan karst pada masa prasejarah di daerah ini, didukung oleh kondisi gua yang memenuhi syarat sebagai tempat hunian dengan ketersediaan sumberdaya alam. Kedua faktor ini terpenuhi di Gua Gede sehingga menjadikannya sebagai tempat hunian di zaman prasejarah. Seperti apa kondisi Gua Gede dan sumberdaya lingkungan apa saja yang mendukung kehidupan manusia prasejarah didalarnnya, menjadi pokok bahasan dalam tulisan ini PERIODISASI CANDI SIMANGAMBAT: Tinjauan terhadap beberapa temuan ragam bias candi Sukawati Susetyo Candi Simangambat merupakan suatu candi yang terletak di bagian Selatan Provinsi Sumatera Utara yang kondisinya sudah runtuh. Beberapa artefak yang ditemukan baik dari hasil penggalian maupun yang sudah berada di permukaan tanah yaitu batu-batu berbentuk kala; makara; batu berelief guirlande, ga.Qa, pilar dan motif kertas tempel; menunjukkan kemiripan dengan artefak dari candi-eandi zaman Mataram Kuna. Berdasarkan hal itu maka diduga bahwa Candi Simangambat dibangun sezaman dengan eandi-candi dari jaman Mataram Kuna. KONSEP OPEN AIR MUSEUM: Alternatif Model Pelestarian Situs Arkeologi di Indonesia Atina Winaya Open air museum adalab jenis museum yang memamerkan koleksinya di ruang terbuka. Dalam perkembangannya, open air museum tidak hanya memamerkan koleksinya secara outdoor, melainkan merupakan salah satu media dalam upaya pelestarian situs arkeologi. Konsep tersebut sudah banyak dikembangkan di negara-negara maju. Melalui konsep open air museum, suatu situs arkeologi berubah menjadi hidup kembali. Lansekap dan bangunan Cagar Budaya direkonstruksi sesuai dengan kondisinya di masa lalu. Selain tinggalan budaya tangible, tinggalan budaya intangible juga direkonstruksi kembali. Dengan demikian, masyarakat masa kini dapat memperoleh pengetahuan dan pengalaman mengenai suasana situs beserta kehidupannya di masa lampa·u. Konsep open air museum masib dapat dikatakan asing di Indonesia. Padabal jika dikaji lebih lanjut, konsep tersebut dapat dijadikan salah satu solusi dalam upaya pelestarian dan pemanfaatan situs secara optimal. Potensi-potensi yang terkandung di dalam situs, baik fisik maupun nilai, digali dan dikembangkan semaksimal mungkin, sehingga dapat memberikan manfaat bagi masyarakat. Dengan demikian, makna yang terkandung di dalam situs dapat dipabami oleh masyarakat masa kini dan masa yang akan datang sehingga menumbuhkan kesadaran akan identitas dan jati diri bangsa, serta meningkatkan rasa cinta tanah air
    corecore