104 research outputs found
Kajian Pengaruh Bangunan Pemecah Gelombang Tipe Sambung Pantai Terhadap Gelombang Laut Di Pelabuhan Tapaktuan, Aceh Selatan
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui kondisi gelombang dan proses trnsformasi gelombang sebelum dan sesudah adanya pemecah gelombang di Pelabuhan Tapaktuan, Aceh Selatan. Penelitian dilakukan pada tanggal 27 Oktober – 18 November 2015 di Pelabuhan Tapaktuan, Aceh Selatan bersama dengan Tim Unit Tugas Rigel 19-2015 OPS Tapaktuan, DISHIDROS TNI-AL. Variabel yang diamati berupa gelombang laut dan angin. Metode yang digunakan dalam penelitian ini secara kuantitatif. Pengolahan data angin dilakukan secara statistik menggunakan peramalan gelombang metode SMB (Sverdrup-Munk-Bretschneider). Software yang digunakan untuk membuat model gelombang adalah MIKE 21 SW (Spectral Wave), dimana dapat diketahui proses transformasi gelombang akibat adanya pemecah gelombang. Hasil pengolahan data lapangan menunjukkan bahwa tinggi gelombang maksimum sebesar 2,75 meter dengan periode 5,86 detik. Tinggi gelombang signifikan (Hs) 0,98 meter dan periode signifikan (Ts) 5,74 detik. Tinggi gelombang minimum 0,04 meter dengan periode 5,38 detik. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa Pelabuhan Tapaktuan, Aceh Selatan cocok jika akan dibangun pemecah gelombang tipe sambung pantai karena dapat mengurangi tinggi gelombang yang menjalar jauh lebih kecil
KEBERADAAN PELABUHAN TAPAKTUAN DAN PERUBAHAN KONDISI SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT
Pelabuhan Tapaktuan merupakan salah satu pelabuhan di Provinsi Aceh yang masuk ke dalam rencana pengembangan pelabuhan nasional. Guna mendukung rencana tersebut, penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi keberadaan pelabuhan tersebut berdasarkan pertimbangan aspek sosial ekonomi. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keberadaan Pelabuhan Tapaktuan kurang memberikan dampak yang nyata bagi masyarakat Kabupaten Aceh Selatan. Namun hasil tersebut bukan menjadi satu-satunya pertimbangan dalam menilai keberadaan Pelabuhan Tapaktuan. Pertimbangan lain adalah nilai strategis pelabuhan tersebut sebagai urat nadi perdagangan komoditas penting dan mitigasi bencana
Studi Karakteristik Dan Peramalan Pasang Surut Perairan Tapaktuan, Aceh Selatan
Perairan Tapaktuan merupakan salah satu perairan yang dikelilingi hamparan karang dan pantai berpasir yang landai serta berhadapan langsung dengan samudera Hindia. Pemilihan perairan Tapaktuan sebagai daerah penelitian karena masih kurangnya informasi mengenai hidro-oseanografi salah satunya adalah pasang surut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik pasang surut serta memprediksi kondisi pasang surut setelah 5 tahun (tahun 2020) di perairan Tapaktuan. Penelitian dilaksanakan selama 30 hari dimulai pada tanggal 1 - 30 November 2015 di Pelabuhan Tapaktuan, Aceh Selatan dengan menggunakan palem pasang surut dan interval pengukuran 1 jam. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif . Perhitungan pasang surut dilakukan secara analisa harmonik dengan metode Admiralty dan untuk memprediksi pasang surut menggunakan software World Tides (MATLAB 7.1). Berdasarkan data pengolahan menggunakan metode Admiralty (29 piantan) sehingga dihasilkan 9 komponen pasang surut dan menunjukkan nilai Formzhal sebesar 0.5, dengan nilai MSL sebesar 300 cm, nilai HHWL sebesar 345 cm dan nilai LLWL sebesar 253 cm. Prediksi pasang surut bulan Desember 2020 dengan menggunakan software World Tides dan diolah menggunakan metode Admiralty menunjukkan nilai Formzhal sebesar 0.4, dengan nilai MSL sebesar 301 cm, nilai HHWL sebesar 347 cm dan nilai LLWL sebesar 255 cm. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa Perairan Tapaktuan, Aceh Selatan memiliki tipe pasang surut campuran condong harian ganda
Keragaan Unit Penangkapan Ikan di Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Lhok Bengkuang Kecamatan Tapaktuan Kabupaten Aceh Selatan
South Aceh currently has 5 fish landing base points (PPI), namely PPI Lhok Bengkuang, PPI Labuhan Haji, PPI Sawang Ba'u, PPI Keude Mekek and PPI Keude Bakongan. There are three types of fishing fleets in South Aceh in 2019, namely motorboats, motorboats, and non-motorized boats. The fishing gear used by South Aceh fishermen is fishing rods, gill nets, shrimp nets, ring trawls, payang, rawai, tonda, beach trawls and bagan. The purpose of this study is to find out the types of fishing gear and fish catches in PPI Lhok Bengkuang. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober sampai November 2022, data yang diambil yaitu data primer dan data sekunder, data primer berupa data koesioner sebanyak 44 responden. The method of selecting respondents was carried out by the purposive sampling method for fishermen at PPI Lhok Bengkuang and secondary data was obtained from related agencies. This research method uses descriptive analysis, the data analysis process is in accordance with the instructions in the Decree of the Minister of Fisheries and Fisheries Regulation number 6 of 2010 concerning fishing equipment in the national standard WPPRI. The results of the study showed that there were 3 main fishing gear at PPI Lhok Bengkuang that were environmentally friendly, namely stretch fishing rods, bottom fishing gear and ring trawls, then there was 1 type of fishing gear that was prohibited, namely fishing gear that used a compressor. The type of fishing gear is included in PermenKP No. 6 of 2010 at PPI Lhok Bengkuang
Sistem bagi hasil tradisional pada masyarakat etnis Aceh dan Aneuk Jamee
Tujuan dari buku ini ialah untuk mengumpulkan data informasi dari masyarakat ketompok suku-suku bangsa Indonesia khususnya suku bangsa Aceh dan Aneuk Jamee. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui seberapa jauh nilai-nilai budaya dalam sistem bagi hasil masih dilaksanakan oleh masyarakat yang bersangkutan
DIURGENSI PENINGKATAN PEMANFAATAN PELABUHAN TAPAKTUAN KABUPATEN ACEH SELATAN PROVINSI ACEH
This review discusses the potential of South Aceh Regency generated by the economic sectors above. In addition, this study will discuss the current condition of Tapaktuan Port as well as the direction of development policy of South Aceh Regency to improve the utilization of Tapaktuan Port. The method of analysis in this research uses descriptive method, based on a series of data collection methods through literature study, observation and interview. Increased utilization of Tapaktuan Port still faces a number of challenges, including the non-functioning of Tapaktuan as a center of growth and economic accumulation of South Aceh Regency. Therefore. the need for the South Aceh Regency Government to consistently implement policies concerning the utilization of Tapaktuan Port, as well as create strong synergy between the government of South Aceh district with the central government in order to develop trade (ships follow the trade) and grow the less developed areas (ships promote the trade).
Keywords: Tapaktuan Port, Regional Potential, Aceh Selatan Regenc
Dampak Ekologi, Sosial dan Ekonomi Masyarakat Akibat Reklamasi Pantai Tapaktuan Aceh Selatan
Impact of Tapaktuan Beach Reclamation on Ecological, Social and Economic changes of Coastal Community at Gampong Pasar Aceh Selatan DistrictAbstract. The study was aimed to assess the impacts of beach reclamation on ecological, social and economic changes of coastal communities at Gampong Pasar, Aceh Selatan District. The study used quantitative and qualitative descriptive methods. Primary data were collected from respondents. Ecological and social data were analyzed by a descriptive method, while economic data were analyzed using paired t test method. The results showed that coastal reclamation affected ecological changes such as crab, shrimp, fish and coral reef. Those marine biota’s amount prior to the reclamation and lower after the reclamation. On the other hand, terrestrial biota’s such as terrestrial fauna (butterflies, dragonflies, grasshoppers and birds) were more abundant after the reclamation than before the reclamation. Likewise, terrestrial vegetation (palm, grass and wild plants) were more abundant after the reclamation than before the reclamation. For social changes, factors studied were social security, togetherness, friendship, community care, and custom marine receptions, excursions of outsider, employment, health, education and information. Those social factors were poor prior to the reclamation and better after the reclamation. Economic changes influenced by incomes, living needs, and expenditures were better after the reclamation, compared to prior to the reclamation.Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dampak reklamasi pantai terhadap perubahan ekologi, sosial dan ekonomi masyarakat pesisir Gampong Pasar Kabupaten Aceh Selatan. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif dan kualitatif. Aspek ekologi dan sosial dianalisis secara deskriptif, sedangkan variabel ekonomi dianalisa dengan menggunakan uji t berpasangan atau paired t-test. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perubahan ekologi seperti biota laut yaitu kepiting, udang, jenis ikan karang dan terumbu karang sebelum reklamasi keberadaannya dalam jumlah sedang dan sesudah reklamasi keberadaannya menjadi sedikit. Untuk biota darat seperti fauna darat (kupu-kupu, capung, belalang dan burung) setelah reklamasi lebih banyak dijumpai bila dibandingkan sebelum reklamasi. Begitu juga dengan vegetasi darat (kelapa, rumput-rumputan dan tanaman liar) setelah reklamasi lebih banyak tumbuh di lahan yang direklamasi apabila dibandingkan sebelum reklamasi. Untuk perubahan sosial faktor-faktor yang diteliti adalah jaminan rasa aman, gotong royong, keakraban dan kepedulian masyarakat, kebiasaan kenduri laut, kunjungan masyarakat luar daerah, kesempatan kerja, tingkat kesehatan, tingkat pendidikan dan tingkat informasi didapat bahwa sebelum reklamasi kurang baik sedangkan sesudah reklamasi menjadi lebih baik. Perubahan ekonomi dipengaruhi oleh pendapatan, kebutuhan hidup dan pengeluaran yang lebih baik sesudah adanya reklamasi dibandingkan sebelum reklamasi
Trumon Sebagai Kerajaan Berdaulat dan Perlawanan Terhadap Kolonial Belanda di Barat-Selatan Aceh
Satu hal yang tidak dapat dipungkiri bahwa abad ke-19 M merupakan abad atau kurun yang menunjukkan adidaya dan adikuasanya barat kepada dunia timur umumnya, dan terhadap kerajaan-kerajaan dan dunia Islam pada khususnya. Barat, atau bangsa-bangsa Eropa seperti Portugis, Inggris, Prancis, Italia, Jerman, Austrasia, Belanda dan Amerika Serikat dengan empuknya “menjarah” kerajaan-kerajaan Islam di berbagai belahan dunia, mulai dari negeri-negeri Arab di Asia Barat, di Afrika, sampai ke Australia dan ke Asia, dan termasuk kepada bangsa-bangsa Melayu di Asia Tenggara.
Kehadiran bangsa-bangsa Barat pada mulanya cenderung sebagai petualang-petualang, pedagang dan untuk menjalin persahabatan dengan bangsa-bangsa dan masyarakat dunia. Akan tetapi lama kelamaan, tujuan mereka berkembang dan berubah, yaitu mereka mulai berhasrat kuat untuk menjadikan negeri-negeri Muslim tersebut sebagai koloni atau daerah jajahan mereka. Hal itu terkait erat dengan keserakahan dan dan silaunya mereka terhadap hasil bumi, keindahan dan kesuburan negeri-negeri yang didatangi, cukup luar biasa, apalagi jika dibandingkan dengan negeri-negeri asal mereka.
Belum cukup demikian, masyarakat bumi putera dilucut segala kekuatan dan dirampas hak-hak dasarnya, sehingga banyak putera-puteri terbaik bangsa gugur karena mempertahankan tanah tumpah darah dan harga diri mereka dari kolonialis Eropa atau barat tersebut.
Trumon merupakan salah satu di antara sekian banyak kerajaan dan kekuatan politik di pantai barat-selatan Aceh, yang dalam sejarahnya telah memainkan peranan strategis dalam percaturan, baik di bidang politik, budaya, dan maupun ekonomi perdagangan dengan dunia international pada abad ke-19 M. Kerajaan ini telah bergumul dengan yang namanya penjajahan dan membuka isolasi negeri-negerinya dengan membuka pelabuhan-pelabuhan dagang dengan dunia internasional. Dengan demikian banyaklah kapal-kapal asing yang singgah mendarat untuk membeli hasil bumi dan menjual/memasarkan barang mereka seperti kain di pelabuhan-masyarakat negeri Trumon. Di antara hasil bumi yang paling terkenal dan dicari oleh bangsa-bangsa Eropa adalah lada atau merica, kapur barus, sarang burung daan karet, sebagai hasil pertanian Trumon yang terkenal banyak dan bagus mutunya dibandingkan dengan yang diproduksi di dan dari sepanjang Barat dan Selatan Aceh. Banyak anggota masyarakat kerajaan Aceh Darussalam dan malah dari kerajaan Deli di Sumatra Utara datang ke sana untuk bertani terutama menanam lada, karena alam Trumon dan Singkil amat cocok untuk tanaman yang satu ini. Dari sini sebenarnya menjadi latar belakang didapatkan multi etnis masyarakat Singkil dan Subulussalam terakhir ini, yang dulunya pernah menjadi wilayah kekuasaan Trumon dan didatangi oleh banyak etnis ke negeri ini.
Hanya saja oleh karena keserakahan bangsa-bangsa Barat dan Eropa khususnya, perdagangan yang mulanya penuh persahabatan, berobah menjadi ajang kolonialisasi, sehingga menjadi ancaman serius bagi pemerintahan setempat, Trumon khususnya. Belum lagi perihal hubungan Trumon dengan Aceh Darussalam yang merupakan kerajaan induk sebelumnya, menjadi kerumitan tersendiri bagi Trumon dalam mengembangkan kekuasaannya. Ancaman-ancaman inilah kemudian terusik dan menentukan eksistensi Trumon sebagai satu kerajaan dan kekuatan politik yang merdeka, dengan raja-raja atau penguasanya yang heroik, telah menjadi sasaran penguasaan bangsa Asing, yaitu Belanda
- …