8,131 research outputs found
PEMBATASAN PEMILIKAN TANAH NON PERTANIAN BAGI PERORANGAN DI KOTA PONTIANAK PROPINSI KALIMANTAN BARAT
Pasal 12 Undang-Undang Nomor 56 PRP Tahun 1960 Tentang
Penetapan Luas Tanah Pertanian menyatakan tanah untuk non pertanian
akan diatur dengan Peraturan Pemerintah, namun secara umum
pembatasan pemilikan tanah non pertanian bagi perorangan masih
berupa perizinan serta dalam bentuk ketentuan yang belum sesuai
dengan amanat UUPA sendiri yang harus berbentuk Undang-Undang atau
Peraturan Pemerintah, di Kota Pontianak terdapat konsentrasi pemilikan
tanah non pertanian oleh perorangan.
Tujuan penelitian yang dibahas ini adalah perlunya pembatasan
pemilikan tanah non pertanian bagi perorangan di Kota Pontianak
dan kebijakan yang dilakukan Kantor Pertanahan di Kota Pontianak
mengenai pembatasan pemilikan tanah non pertanian bagi perorangan.
Metode yang dipergunakan dalam penelitian ini yaitu metode
yuridis empiris dengan sumber data primer diperoleh dari penelitian
langsung dilapangan sedangkan sumber data sekunder diperoleh dari
kepustakaan dengan menggunakan bahan hukum primer dan bahan
hukum sekunder kemudian data yang diperoleh di analisa secara kualitatif
guna menjawab permasalahan dari penelitian.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Perlunya pembatasan
pemilikan tanah non pertanian bagi perorangan di Kota Pontianak
adalah untuk saat ini belum perlu adanya pembatasan pemilikan tanah
non pertanian bagi perorangan di Kota Pontianak. Kebijakan mengenai
pembatasan pemilikan tanah non pertanian bagi perorangan yang
dilakukan oleh Kantor Pertanahan di Kota Pontianak belum ada hanya
sebatas pelaksana yang berdasarkan peraturan yang ada yaitu Pasal 99
Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional
Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Ketentuan
Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang
Pendaftaran Tanah, yang berkenaan dengan pembatasan maksimum luas
dan jumlah tanah non pertanian untuk bangunan yang dapat dipunyai oleh
perorangan hingga saat ini berupa pernyataan dari subjek pemohon hak
atas tanah dan untuk pemindahan hak atas tanah yang akan dimiliki calon
penerima hak atas tanah. Hasil data dari penelitian didapatkan bahwa per
kepala rumah tangga masih dapat memiliki luas rata-rata 250 M2 yang
layak dan ideal untuk rumah tempat tinggal atau tempat usaha dan hanya
memiliki 1 (satu) bidang tanah namun fakta empiris dilapangan tanah di
pusat kota dimiliki sekelompok orang sehingga penduduk asli bergeser
keberadaannya kepinggiran kota. Untuk itu sudah saatnya diperlukan
peraturan yang konkrit dalam bentu perundang-undangan mengenai
pembatasan pemilikan tanah non pertanian
EVALUASI EKONOMI KONVERSI LAHAN PERTANIAN KE NON PERTANIAN DI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) WADUK WONOGIRI (STUDI KASUS DI WILAYAH SUB DAS KEDUANG KABUPATEN WONOGIRI)
Konversi lahan pertanian ke non pertanian akan berpengaruh pada kualitas lingkungan,
akibat hilangnya manfaat multifungsi dari lahan pertanian tersebut, baik itu fungsi ekonomi,
sosial maupun fungsi lingkungan. Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mengetahui laju konversi
lahan pertanian ke nonpertanian di Sub-DAS Keduang; (2) mengetahui dampak konversi lahan
pertanian ke non pertanian terhadap kualitas lingkungan, karena hilangnya multifungsi lahan
pertanian, baik fungsi ekonomi, sosial maupun lingkungan; (3) mengetahui nilai manfaat
multifungsi lahan pertanian yang hilang akibat konversi lahan pertanian ke non pertanian; (4)
mengetahui kebijakan pemerintah tentang konversi lahan pertanian ke non pertanian di
wilayah DAS waduk, terutama berkaitan dengan isi kebijakan, implementasi kebijakan dan
pengendalian kebijakan, dan (5) menyusun arahan kebijakan dan strategi pengelolaan DAS
Waduk Wonogiri.
Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif. Lokasi penelitian diambil secara
sengaja (purposive), yaitu Sub DAS Keduang dengan pertimbangan bahwa Sub DAS Keduang
merupakan Sub DAS yang terluas dibandingkan dengan Sub DAS yang lain di wilayah DAS
Waduk Wonogiri dan merupakan Sub DAS yang memberikan sumbangan terbesar terjadinya
sedimentasi di Waduk Wonogiri. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah metode Universal Soil Loss Equation (USLE) untuk menghitung prediksi erosi dan
metode harga pasar untuk menghitung nilai manfaat multifungsi lahan pertanian sebagai
penghasil produksi pertanian dan penyedia lapangan kerja. Biaya Ganti (Replacement Cost)
digunakan untuk menghitung nilai manfaat multifungsi lahan pertanian sebagai pengendali
erosi dan pemelihara tata air.
Hasil penelitian yang didapatkan diantaranya adalah telah terjadi konversi atau
perubahan penggunaan lahan yang nyata di wilayah Sub DAS Keduang antara tahun 1993
sampai dengan 2008. Penggunaan lahan yang mengalami penyusutan adalah hutan/semak
belukar, perkebunan/kebun, sawah, sawah tadah hujan dan penggunaan lain. Sementara itu, penggunaan lahan untuk tegalan/ladang dan pemukiman/bangunan mengalami peningkatan.
Konversi lahan pertanian ke non pertanian di Sub DAS Keduang selama kurun waktu 1993 –
2008 seluas 297 hektar, dengan laju rata-rata 20 hektar/tahun. Lahan pertanian yang
dikonversi menjadi lahan non pertanian (pemukiman) tersebut terdiri atas lahan sawah (18
hektar), sawah tadah hujan (44 hektar), ladang/tegalan (66 hektar) dan perkebunan/kebun (169
hektar). Ada 4 pola konversi lahan pertanian ke non pertanian di Sub DAS Keduang, yaitu dari
sawah irigasi menjadi pemukiman, sawah tadah hujan menjadi pemukiman, ladang/tegalan
menjadi pemukiman dan kebun/perkebunan menjadi pemukiman.
Konversi lahan pertanian ke non pertanian berdampak negatif terhadap kualitas
lingkungan DAS Waduk Wonogiri, karena hilangnya sebagian manfaat multifungsi lahan
pertanian, baik manfaat ekonomi sebagai penghasil produksi pertanian, manfaat sosial sebagai
penyedia lapangan kerja, dan manfaat biofisik lingkungan sebagai pengendali erosi dan
sedimentasi serta pengendali tata air. Nilai manfaat multifungsi lahan pertanian yang telah
hilang akibat konversi lahan pertanian ke non pertanian di wilayah Sub DAS Keduang sangat
besar. Nilai ekonomi ini merupakan penjumlahan dari nilai manfaat penghasil produksi
pertanian yang hilang, nilai manfaat penyedia lapangan kerja, nilai pencegah erosi dan nilai
pengendali tata air. Nilai manfaat multifungsi lahan pertanian sebagai pencegah erosi dan
pengendali tata air di Sub DAS Keduang nilainya jauh lebih besar (kurang lebih 16 kali)
dibandingkan dengan nilai manfaat penghasil produksi pertanian yang hilang, nilai manfaat
penyedia lapangan kerja.
Kebijakan pemerintah dalam mengendalikan konversi lahan pertanian ke non pertanian
sudah ada, seperti pelarangan konversi lahan sawah irigasi ke penggunaan non pertanian,
namun implementasi di lapangan peraturan-peraturan tersebut belum dilaksanakan dengan
baik, dan pengendalian yang dilakukan belum berjalan efektif terbukti masih adanya konversi
lahan sawah ke non pertanian. Kebijakan pengendalian konversi lahan pertanian ke non
pertanian, termasuk pengendalian konversi lahan sawah irigasi dan sawah tadah hujan besar
pengaruhnya terhadap penurunan nilai manfaat multifungsi lahan pertanian yang hilang akibat
konversi lahan pertanian ke non pertanian.
Kata-kata kunci : konversi lahan pertanian, multifungsi, kualitas lingkungan, nilai ekonomi
PEMBATASAN PEMILIKAN TANAH NON PERTANIAN UNTUK RUMAH TINGGAL DI KOTA SEMARANG
Terbatasnya tanah yang tersedia dan kebutuhan tanah yang semakin
bertambah, akan menimbulkan permasalahan atas tanah. Maka diperlukan suatu
peraturan yang mengatur pembatasan pemilikan tanah khususnya tanah non
pertanian untuk rumah tinggal. Pengaturan pembatasan pemilikan tanah untuk
perumahan di perkotaan hanya Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN
No. 6/1998 namun dalam Kepmen hanya mengatur perubahan status pemilikan
tanah untuk rumah tinggal dari HGB menjadi Hak Milik, yaitu 5 bidang dengan luas
maksimal 5.000 meter persegi yang diajukan kepada Kepala Kantor Pertanahan
setempat dengan membuat surat pernyataan.
Tujuan penelitian untuk mengetahui alasan belum adanya peraturan yang
mengatur pembatasan pemilikan tanah non pertanian untuk rumah tinggal serta
peran kantor pertanahan dalam pengawasan pembatasan pemilikan tanah non
pertanian untuk rumah tinggal dalam rangka tertib penggunaan tanah di Kota
Semarang.
Penulis melakukan peneitian dengan menggunakan metode pendekatan
yaitu yuridis empiris dengan spesifikasi penelitian yaitu deskriptif analitis. Teknik
pengumpulan data yang digunakan adalah data primer yang diperoleh melalui
wawancara dan data sekunder yang berupa buku, karya tulis ilmiah serta bahan
hukum tersier berupa kamus Bahasa Indonesia. Data yang diperoleh di analisis
secara kualitatif.
Hasil penelitian diketahui: 1) Faktor belum adanya peraturan pembatasan
pemilikan tanah non pertanian untuk rumah tinggal karena faktor politik
diantaranya masih ada pemikiran tanah non pertanian tidak sepenting tanah
pertanian sehingga peraturan pembatasan tanah non pertanian belum diperlukan;
2) Peran Kantor Pertanahan dalam pengawasan pembatasan pemilikan tanah non
pertanian untuk rumah tinggal di Semarang setelah tahun 2005 sudah
menggunakan sistem komputerisasi. Sebelum tahun 2005 tidak ada tindakan dari
Kantor Pertanahan mengenai pemilikan tanah lebih dari 5 bidang dengan luas
seluruhnya 5.000 meter persegi.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah sebaiknya Pemerintah segera
menyusun UU yang mengatur pembatasan pemilikan tanah non pertanian untuk
rumah tinggal di perkotaan, fungsi Kantor Pertanahan lebih dimaksimalkan dengan
meng-update sistem komputerisasi
Kajian Perencanaan Tata Ruang Partisipatif untuk Menunjang Kegiatan Non-pertanian di Kecamatan Wonosalam Demak
Kemiskinan dapat dipandang sebagai bagian dari masalah pembangunan. Keberadaannya ditandai dengan pengangguran dan ketidakmampuan yang akan meningkatkan kesenjangan sosial. Sektor non-pertanian di pedesaan dapat membantu orang miskin pedesaan untuk mengurangi kemiskinan mereka dengan industri skala mikronya. Kegiatan ini sering beroperasi di sektor informal, namun pengembangannya sering kurang didukung oleh kebijakan tata ruang terkait. Sementara itu, pendekatan partisipatif merupakan komponen penting dalam perencanaan tata ruang di Indonesia, sesuai dengan amanat UU Penataan Ruang. Penelitian ini bertujuan untuk menyelidiki perencanaan tata ruang partisipatif untuk mendukung pengembangan kegiatan non-pertanian di Kecamatan Wonosalam, Kabupaten Demak. Pendekatannya adalah kualitatif dengan analisis isi sebagai metode analisis utamanya. Hasil studi menunjukkan bahwa kebijakan tata ruang yang diterapkan di daerah penelitian agak menghambat, bukannya mendorong kegiatan non-pertanian. Meskipun rencana tersebut telah mempertimbangkan hubungan spasial dalam beberapa hal, itu belum cukup tepat dalam perencanaan struktur tata ruang untuk mendukung kegiatan non-pertanian. Alasan utama di Balik ini yang paling mungkin adalah karena pendekatan top-down yang diterapkan dalam perencanaan tata ruang. Seandainya penduduk lokal dengan keterlibatan di sektor non-pertanian telah diberikan porsi partisipatif yang tepat dalam proses perencanaannya, situasi akan telah jauh lebih baik. Oleh karena itu, di antara rekomendasi penting studi ini adalah untuk menerapkan pendekatan partisipatif dalam setiap tahap proses perencanaan tata ruang
Kajian Perencanaan Tata Ruang Partisipatif untuk Menunjang Kegiatan Non-pertanian di Kecamatan Wonosalam Demak
Kemiskinan dapat dipandang sebagai bagian dari masalah pembangunan. Keberadaannya ditandai dengan pengangguran dan ketidakmampuan yang akan meningkatkan kesenjangan sosial. Sektor non-pertanian di pedesaan dapat membantu orang miskin pedesaan untuk mengurangi kemiskinan mereka dengan industri skala mikronya. Kegiatan ini sering beroperasi di sektor informal, namun pengembangannya sering kurang didukung oleh kebijakan tata ruang terkait. Sementara itu, pendekatan partisipatif merupakan komponen penting dalam perencanaan tata ruang di Indonesia, sesuai dengan amanat UU Penataan Ruang. Penelitian ini bertujuan untuk menyelidiki perencanaan tata ruang partisipatif untuk mendukung pengembangan kegiatan non-pertanian di Kecamatan Wonosalam, Kabupaten Demak. Pendekatannya adalah kualitatif dengan analisis isi sebagai metode analisis utamanya. Hasil studi menunjukkan bahwa kebijakan tata ruang yang diterapkan di daerah penelitian agak menghambat, bukannya mendorong kegiatan non-pertanian. Meskipun rencana tersebut telah mempertimbangkan hubungan spasial dalam beberapa hal, itu belum cukup tepat dalam perencanaan struktur tata ruang untuk mendukung kegiatan non-pertanian. Alasan utama di Balik ini yang paling mungkin adalah karena pendekatan top-down yang diterapkan dalam perencanaan tata ruang. Seandainya penduduk lokal dengan keterlibatan di sektor non-pertanian telah diberikan porsi partisipatif yang tepat dalam proses perencanaannya, situasi akan telah jauh lebih baik. Oleh karena itu, di antara rekomendasi penting studi ini adalah untuk menerapkan pendekatan partisipatif dalam setiap tahap proses perencanaan tata ruang
DAMPAK ALIH FUNGSI LAHAN SAWAH TERHADAP KONDISI SOSIAL EKONOMI PEMILIK LAHAN PERTANIAN DI KECAMATAN SOOKO KABUPATEN MOJOKERTO
ABSTRAKSooko merupakan Kecamatan yang berada di Kabupaten Mojokerto dimana daerah tersebut memiliki masalah tentang alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian. Tujuan penelitian adalah Untuk mengetahui perubahan lahan pertanian ke non pertanian dan mengetahui dampak alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian terhadap kondisi sosial ekonomiJenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif kuantitatif dengan metode survey yaitu suatu metode penelitian yang bertujuan untuk mengumpulkan sejumlah besar data berupa variabel, unit, atau, individu dalam waktu yang bersamaan . penentuan sampel menggunakan Teknik accidental sampling. Accidental sampling adalah Teknik penentuan sampel berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja yang secara kebetulan bertemu dapat digunakan sebagai sampel . dalam peneletian ininakan mengambil sampel 107 responden.Terjadi perubahan penggunaan lahan pertanian ke non pertanian yang cukup luas di Kecamatan Sooko Kabupaten Mojokerto yaitu 1790150.75 m2 atau sebesar 17.09 km2. perubahan yang terjadi pada tahun ketahun mengalami perubahan yang setnifikan. Lahan fasilitas umum dengan luas 220283.16 m2 sebesar 2 km 2, sedangkan untuk lahan perumahan dengan luas 135042.93 m2 atau sebesar 1.35 km2 ,perindustrian dengan luas 1290219.87 m2 atau sebesar 12.90 km2.Kata kunci : alih fungsi lahan pertanian,ekonomi,mata pencaharian
FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN BERALIHNYA TENAGA \ud KERJA DARI SEKTOR PERTANIAN KE SEKTOR NON PERTANIAN (Studi \ud Kasus di Desa Kebon agung Kecamatan Pakisaji Kabupaten Malang)
Sebuah gambaran tentang masalah tenaga kerja dipedesaan, sering dikemukakan bahwa angka \ud
pertambahan penduduk yang tinggi menyebabkan berlimpahnya tenaga kerja, karena sektor \ud
pertanian tidak mampu menampung seluruh tambahan tenaga kerja. Ketidakmampuan sektor \ud
pertanian menampung tenaga kerja dikarenakan semakin berkurangnya lahan pertanian. \ud
Melemahnya penyerapan tenaga kerja terhadap sektor pertanian, menandakan adanya perubahan \ud
struktur perekonomian di Indonesia, dari sektor pertanian ke sektor non pertanian. Salah satu \ud
penyebab pergeseran ini adalah perkembangan teknologi-teknologi yang dapat mengganti tenaga \ud
kerja. Semakin sempitnya kesempatan kerja di sektor pertanian kini mulai menyadari tentang \ud
pentingnya sektor non pertanian sebagai salah satu alternatif untuk dapat meningkatkan \ud
kesejahteraan sekelompok besar masyarakat pedesaan, khususnya kelompok buruh tani dan \ud
petani sempit. \ud
Tujuan penelitian ini adalah 1) Untuk mengidentifikasi faktor-faktor sosial ekonomi yang \ud
menyebabkan beralihnya tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor non pertanian, 2) Untuk \ud
mengetahui ada atau tidaknya hubungan antara faktor-faktor sosial ekonomi (luas lahan, tingkat \ud
upah dan tingkat pendidikan formal) dengan beralihnya tenaga kerja dari sektor pertanian ke \ud
sektor non pertanian. \ud
Metode penentuan daerah penelitian ditetapkan secara sengaja (purposive) yaitu di Desa Kebon \ud
Agung Kecamatan Pakisaji Kabupaten Malang dengan pertimbangan bahwa di desa tersebut \ud
dapat ditemui tenaga kerja yang mempunyai peran sebagai objek dalam penelitian ini yaitu \ud
tenaga kerja yang bekerja pada sektor pertanian dan tenaga kerja yang beralih pekerjaan dari \ud
sektor pertanian ke sektor non pertanian. \ud
. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode accidental sampling yaitu pengambilan sampel \ud
secara kebetulan (accident), ini digunakan karena peneliti tidak tahu pasti jumlah anggota \ud
populasi. Metode Pengumpulan Data dalam penelitian ini meliputi pengamatan secara langsung \ud
ke lokasi penelitian (observasi) dan bertanya langsung kepada responden (wawancara). Metode \ud
analisa data yang digunakan adalah metode Uji Chi Kuadrat (chi square test). \ud
Kesimpulan penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) Faktor upah menjadi penyebab yang paling \ud
kuat atau berhubungan banyaknya masyarakat yang beralih pekerjaan dari sektor pertanian ke \ud
sektor non pertanian, ini dibuktikan dari 38 tenaga kerja yang beralih pekerjaan ke sektor non \ud
pertanian, 55,26% menyebutkan karena faktor tingkat upah. (2) Terbukti ada 3 faktor yang \ud
menjadi penyebab beralihnya tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor non pertanian, yang \ud
terdiri atas 1 faktor penyebab yang berasal dari sektor pertanian (faktor pendorong) yaitu luas \ud
penguasaan lahan dan 2 faktor penyebab yang berasal dari sektor non pertanian (faktor penarik) \ud
yaitu tingkat upah dan tingkat pendidikan formal
Status Kepemilikan Tanah Yang Melebihi Batas Maksimum Kepemilikan Tanah Hak Milik Non Pertanian
Tanah merupakan sumber daya yang penting bagi masyarakat, baik sebagai media tumbuh tanaman, maupun sebagai ruang atau wadah tempat tinggal dan ruang guna melakukan berbagai kegiatan. Kondisi dan tersedianya tanah yang tidak seimbang terus berlanjut dan akan menimbulkan masalah dalam penggunaan tanah, antara lain: berkurangnya luas tanah pertanian subur menjadi tanah pemukiman, industri dan keperluan non pertanian lainnya. Salah satu cara yang dilakukan dalam melakukan pembatasan terhadap status kepemilikan tanah namun kenyataan masih dijumpai pemilik tanah yang melebihi batas maksimum. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui dan menganalisis kepemilikan hak milik atas tanah non pertanian di wilayah Kantor Pertanahan Kota Bandung dapat melebihi batas kepemilikan dan untuk mengetahui dan menganalisis upaya yang dilakukan oleh Kantor Pertanahan Kota Bandung dalam rangka penertiban terhadap kepemilikan tanah non pertanian yang melebihi batas.
- …