194 research outputs found

    Studi Pengelolaan Wilayah Pesisir Yang Terkena Dampak Tumpahan Minyak Montara

    Get PDF
    Tumpahan minyak dari anjungan Montara telah mengakibatkan kerugian dari segi ekonomi dan dari segi lingkungan hidup. Bencana ini menyebabkan penurunan penghasilan para nelayan dan petani rumput laut yang ada di wilayah pesisir Nusa Tenggara Timur (NTT). Dari segi lingkungan hidup, tumpahan minyak dari anjungan Montara telah mengakibatkan kerusakan pada wilayah budidaya rumput laut, terumbu karang dan padang lamun yang berfungsi sebagai tempat ikan dan biota laut lainnya memijah dan membesarkan anak ikan serta kawasan vegetasi mangrove yang berfungsi sebagai penyedia jasa lingkungan. Bencana ini juga menyebabkan penurunan keanekaragamanan hayati di Laut Timor. Setelah delapan tahun berlalu masalah ganti rugi akibat pencemaran tumpahan minyak ini belum juga selesai. Selain tuntutan ganti rugi hal yang perlu dilakukan adalah melakukan perencanaan yang terpadu terhadap wilayah yang terkena dampak tumpahan minyak. Terdapat beberapa kabupaten/kotamadya di NTT yang menjadi obyek penelitian, yaitu : Kabupaten Kupang, Kotamadya Kupang, Kabupaten Rote Ndao, Kabupaten Timor Tengah Selatan, Kabupaten Sumba Timur, Kabupaten Sabu Raijua dan Kabupaten Belu. Dalam tugas akhir ini ada beberapa hal yang telah dikerjakan yaitu menghitung kerugian ekonomi pada sektor perikanan laut dan rumput yang terjadi akibat tumpahan minyak Montara, memprediksi produksi rumput laut dan perikanan laut di wlayah pesisir yang terkena tumpahan minyak Montara hingga tahun 2020 dan merumuskan pengelolaan wilayah pesisir pantai yang terkena dampak tumpahan minyak Montara. Data yang digunakan diambil dari beberapa sumber yaitu data dari publikasi yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistika, jurnal, beberapa tugas akhir dan keterangan dari pemerintah dan masyarakat setempat. Perhitungan kerugian ekonomi dilaksanakan menggunakan metode-metode berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 7 Tahun 2014 mengenai Kerugian Lingkungan Hidup Akibat Pencemaran dan/atau Kerusakan Lingkungan Hidup. Berdasarkan perhitungan Net Present Value (NPV) selama empat tahun (2014-2018) dengan suku bunga 6% maka diketahui jumlah kerugian yang dialami para nelayan perikanan tangkap pada tujuh kabupaten yaitu Kabupaten Kupang, Kabupaten Rote Ndao, Kota Kupang, Kabupaten Sumba Timur, Kabupaten Timor Tengah Selatan, Kabupaten Belu dan Kabupaten Sabu Raijua yaitu sebesar Rp 16,5 Triliun dan kerugian yang dialami para pembudidaya rumput laut di dua kabupaten yaitu Kabupaten Rote Ndao dan Kabupaten Kupang sebesar Rp 4,92 Triliun. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, kerugian pada sektor perikanan terjadi hingga tahun 2014. Hal ini terjadi bukan karena kondisi lingkungan alamnya yang sudah tidak tercemar namun karena para nelayan dan pembudidaya rumput laut berpindah tempat ke wilayah yang lebih baik. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik dan dihitung menggunakan metode Forecasting dapat diketahui bahwa produksi perikanan laut pada tujuh kabupaten yang terkena dampak dari tumpahan minyak memiliki tren meningkat dari tahun 2017 hingga tahun 2020 sebesar 5,32% pada Kabupaten Sumba Timur, 6,5% untuk Kabupaten Timor Tengah Selatan, 4,35% untuk Kabupaten Belu, 5,65% untuk Kota Kupang, 6,9% untuk Kabupaten Rote Ndao, dan 2,6% untuk Kabupaten Kupang dan Sabu Raijua. Untuk produksi rumput laut pada dua kabupaten penghasil rumput laut di Provinsi Nusa Tenggara Timur juga mengalami tren meningkat yaitu sebesar 7,7% untuk Kabupaten Rote Ndao dan 5,72% untuk Kabupaten Kupang. Dalam peramalan yang dilakukan masih banyak kekurangan yang dihadapi terutama tingkat kesalahan yang masih sangat tinggi (sekitar 30%-40%). Hal ini disebabkan akibat jumlah data yang didapat masih sangat minim. Untuk mendukung pencapaian misi pembangunan provinsi Nusa Tenggara Timur pada subsektor perikanan dan kelautan maka perlu dilakukan pembersihan sisa-sisa tumpahan minyak di seluruh wilayah pesisir Nusa Tenggara Timur yang terkena dampak tumpahan minyak Montara serta mengoptimalkan pelaksanaan program Minapolitan dengan menggunakan pendekatan Integrated Coastal Zone Management (ICZM). Selain itu pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu ini penting dilaksanakan untuk mendukung peningkatan kontribusi nilai ekonomi subsektor perikanan pada PDRB Nusa Tenggara Timur yang saat ini masih berada dibawah 5%. Beberapa hal yang menyebabkan kontribusi nilai perekonomian subsektor perikanan masih rendah adalah harga pasar yang tidak stabil, infrastruktur yang terbatas, kualitas masyarakat rendah, alat tangkap yang digunakan masih tradisional, industri pengelolaan ikan sedikit dan adanya kerusakan lingkungan. Untuk menanggulangi berbagai permasalahan diatas maka dibutuhkan kerja sama antar instansi yang terkait. ========================================================= ========================================= Oil spill from Montara rig had caused loss of economics and environment side. This damage caused income decreasing of fishermen and seaweed farmer that existed in coastal of East Nusa Tenggara area. In environment side, oil spill from montara rig had caused the damage of cultivation of seaweed area, coral and seagrass that have function as place of marine fish and biota to spawn and grow fish larva of fish also mangrove vegetation area that has function as producer of environment service. This damage also can caus the decrease of biodiversity in Timor Sea. There are some regencies/municipality that experienced effect of the biggest pollution in East Nusa Tenggara, there are: Kupang Regency, Kupang Municipality, Rote Ndao Regency, South Central Timor Regency, East Sumba Regency, Sabu Raijua Regency and Belu Regency. After eight years the issue of compensation due to oil spill contamination has not been completed yet. In addition to the compensation demands that need to be done is to conduct an integrated planning of the area affected by the oil spill. In this final project, there are several things that have been done: to calculate the economic losses in the marine and grass fishery sector that occurred due to Montara oil spill, predict the production of seaweed and marine fishery in coastal areas affected by Montara oil spill until 2020 and formulate coastal management beaches affected by the Montara oil spill. The entire data used is extracted from several sources, namely data from publications issued by the Central Bureau of Statistics, journals, some final assignments and information from the government and local communities. Moreover, calculation of economic losses used methods based on the Regulation of the Minister of Environment No. 7 of 2014 on Environmental Losses Due to Pollution and Environmental Degradation. By using the method of calculating Net Present Value (NPV) for 4 years with 6% interest rate, it is known the number of losses experienced by fishermen in seven regencies of Kupang, Rote Ndao, East Sumba, South Central Timor, Belu and Sabu Raijua regencies of Rp 16.5 trillion and losses suffered by seaweed farmers in two regencies of Rote Ndao and Kupang regencies is Rp 4.92 trillion. Based on data from the Central Bureau of Statistics the average loss until 2014, this did not happen because of the uncontaminated nature of the natural environment but because the fishermen and seaweed farmers move to the better areas. According to data from Central Bureau of Statistics and calculated using Forecasting method, it can be known that marine fisheries production at seven regencies that experienced oil spill effect has been increasing trend since 2017 until 2020 about 5.32% at Sumba Timur Regency, 6.5% at South Central Timor Regency, 4.35% at Belu Regency, 5.65% at Kupang City, 6.9% at Rote Ndao Regency, and 2.6% at Kupang and Sabu Raijua Regency. Seaweed production on two regencies of seaweed producen is also having increasement trend which is 7.7% from Rote Ndao Regency and 5.72% from Kupang Regency. In forecasting that done, there are still lackness that faced by, mostly error that still highly high. It was because total data that used is still highly lack. To support this development mission of East Nusa Tenggara on marine and fisheries subsector, it necessary to do cleaning of the rest of oil spill in entire coastal area of East Nusa Tenggara that experienced the effect of oil spill of Montara also optimalized the execution of Minapolitan using Integrated Coastal Zone Management (ICZM) approach. Moreover, maintenance of coastal area integratedly is important to be done to support the increasement of contribution of marine subsector economics value on Gross Regional Domestic Product of East Nusa Tenggara that still lower from 5%. Several things that causing contribution of fisheries subsector is still low is non-stable market price, limited infrastructure, low quality of society, traditional fishing equipments, few industry of of fish process and environment damage. To overcome those various problems, cooperation inter institution related is needed

    PENERAPAN COMMUNITY BASED TOURISM DI DESA WISATA LAMALERA B DALAM MENDUKUNG PARIWISATA ESTATE DI NUSA TENGGARA TIMUR

    Get PDF
    Kabupaten Lembata memiliki potensi pariwisata yang cukup tinggi. Potensi pariwisata Lembata ibarat raksasa tidur yang belum dikelola secara optimal. Dunia sudah mengenal perburuan ikan paus (whale hunting) menjadi satu-satunya perburuan ikan paus yang masih dilakukan secara tradisional .  Untuk itu pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur pada tahun 2019 telah menetapkan pembangunan pariwisata NTT sebagai  prime mover perekonomian provinsi ini yang diimplementasikan dalam bentuk konsep pembangunan Pariwisata Estate yang pengembangannya difokuskan pada 7 (tujuh) destinasi desa wisata prioritas, dan salah satunya adalah Desa Lamalera B di Kabupaten Lembata dengan melibatkan masyarakat sebagai aktor utama nya . Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui model penerapan prinsip-prinsip community based tourism  dalam pengembangan destinasi pariwisata estate di Desa Lamalera B. Penelitian ini menggunakan alat analisis deskriptif digunakan untuk menjelaskan indikator penerapan community based tourism yaitu Importance-Performance Analysis (IPA) dengan tujuan memetakan hubungan antara tingkat kepentingan dengan kinerja dari masing-masing atribut pengembangan community based tourism yang ditawarkan . Populasi dan sampel adalah wisatawan nusantara dan mancanegara, masyarakat, tokoh adat, tokoh agama, profesioanl , birokrat dengan teknik pengumpulan data primer dan sekunder menggunakan wawancara, kuesioner, observasi dan dokumentasi. Berdasarkan hasil perhitungan Importance-Performance Analysis diperoleh nilai kesesuaian antara penilaian kepentingan dan harapan masyarakat terhadap penerapan dimensi-dimensi CBT di Desa wisata Lamalera B sebesar 68%. Hal ini berarti bahwa penilaian masyarakat tersebut  termasuk dalam kriteria cukup baik atau penerapan dimensi community nased tourism yang selama ini telah diterapkan di Desa Lamalera B termasuk kategori Cukup Baik sehingga tugas masyarakat dan Pemda Kabupaten Lembata serta Provinsi NTT untuk dapat meningkatkan implementasi dimensi CBT tersebut saat ini

    Community Participation as a Form of Power Distribution in the Management of Bukit Tuamese Tourism Objects

    Get PDF
    Tuamese Hill is a tourism object in Tuamese Village, Biboki Anleu District, North Central Timor Regency, NTT. This study aims to analyze the participation of the Tuamese Village community in managing the tourism object, using the Participatory Typology Framework proposed by Arnstein (1969). This qualitative descriptive research with a case study approach was conducted in May-August 2022. The results showed that community participation in the management of the Tuamese Hill was at the top level, which represented the ideal form of community participation, namely Citizen Power, with the type of Delegated Power and Citizen Controls. Meanwhile, the most important inhibiting factor for community participation in the management of Bukit Tuamese is the absence of formal legal rules at the village level to ensure inclusive community participation. This condition is exacerbated by the lack of awareness about the importance of these formal legal rules, especially to provide a basis for authority and opportunities for managing and utilizing the results of inclusive tourism objects, and for obtaining contributions from tourism objects for Village Original Income (PAD)

    Strategi Promosi Wisata Heritage melalui Media Sosial, Komunitas dan Event (Studi Kasus pada Dinas dan Kebudayaan Pariwisata Kota Surabaya)

    Get PDF
    Pariwisata menjadi salah satu tumpuan dalam upaya peningkatan aktivitas ekonomi bagi suatu daerah termasuk warga yang ada di dalamnya. Oleh karenanya, banyak daerah mengupayakan promosi bagi berbagai obyek wisata yang menjadi andalan. Namun, hal ini harus dibarengi dengan menemukan potensi terkuat agar suatu daerah dapat memiliki postioning yang membedakannya dengan daerah lain. Hal ini diwujudkan oleh Kota Surabaya dengan mewujudkan identitas sebagai Kota Wisata Sejarah berdasarkan catatan sejarah yang terjadi pada 10 November 1945 lalu hingga akhirnya dinobatkan sebagai Kota Pahlawan. Kekuatan ini berhasil mengantarkan Surabaya menjuarai berbagai prestasi. Dalam upaya ini tentunya dibutuhkan strategi promosi yang tepat, oleh karenanya penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kualitatif dan menggunakan metode studi kasus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Surabaya mengimbangi antara promosi offline melalui event tahunan dan pemasangan iklan di sejumlah tempat serta mengimbanginya dengan promosi melalui media sosial. Harapannya, penelitian mampu menjadi acuan bagi daerah lain yang ingin melakukan promosi dan menemukan potensi terbaik untuk dikembangkan menjadi identitas pariwisata

    POLITIK EKOLOGI : KEBIJAKAN PENANGANAN BANJIR ROB DI PEKALONGAN

    Get PDF
    This study is about the strategy for dealing with tidal flooding in the Pekalongan coastal area through various good policies contained in regulations and forms of cooperation with various stakeholders. Tidal floods, which are still occurring today, have become the driving force for the birth of new policies. This study aims to find out the main causes of the failure of policy implementation in handling tidal floods. Qualitative approach Research using the method of collecting data from literature review, review of government documents and other relevant articles as a research design. The results of this study indicate that the policy for handling tidal floods is influenced by the factor of weak law enforcement in disposing of batik waste which pollutes the environment which is considered to exacerbate tidal floods, not yet synchronizing with other supporting policies. The regional government has not been synchronized with other supporting policies in order to accelerate the handling of tidal floods, such as the municipal government carrying out large-scale developments in the midst of their efforts to deal with tidal floods. Increasing mutual understanding between the government and the community to protect the environment together because tidal floods are also caused by climate change factors which are nothing but human activities

    TRANSFORMASI PERGURUAN TINGGI MENUJU ECO-SOCIO ENVIRONMENT UNTUK MENCIPTAKAN PENDIDIKAN KEBERLANJUTAN: SEBUAH KAJIAN TEORITIS

    Get PDF
    Perguruan tinggi pada abad 21 ini memerlukan transformasi pengetahuan pada bidang-bidang sosial, budaya, ekologi, pendidikan yang keberlanjutanuntuk kehidupaan manusia secara alamiah, namun terintegrasi dengan kearifan lokal dan teknologi tepat guna. Artikel ini membahas secara teoritis transformasi perguruan tinggi menuju eco-socio environment untuk menciptakan pendidikan berkelanjutan yang berfokus pada krisis lingkungan. Artikel ini menggunakan pendekatan analisis terstruktur berbasis kualitatif. Dalam telaah pengumpulan sumber data, peneliti menggunakan pendekatandesk evaluation, antara lain, 1) pengumpulan sumber data, 2) evaluasi sumber data, 3) melakukan focus group discussion, 4) hasil data. Berdasarkan pada hasil data diperolah artikel nasional dan internasional yang relevan dengan kajian penelitian. Berdasarkan pada hasil kajian secara teoritis ditemukan hasil bahwa transfomasi perguruan tinggi menuju eco-socio environment untuk menciptakan pendidikan berkelanjutandapat dilakukan antara lain, 1) meningkatkan mobilisasi sumber daya manusia dengan kebijkan, 2) menentukan arah dan tujuan perguruan tinggi yang dikelola, 3) menciptakan lingkungan berbasis kearifan lokal, 4) mengembangkan sumber daya lokal sebagai upaya peningkatan mutu pendidikan masyarakat. Oleh karena itu, transformasi perguruan tinggi perlu dilakukan untuk menjawab tantang secara global, namun tidak mengesampingkan dimensi budaya, sosial, agama, dan pendidikan sebagai karakter bangsa rakyat Indonesia. Kata Kunci: Transformasi, Budaya, Pendidikan, Perguruan Tinggi, Lingkunga

    Evaluasi Rencana Tata Ruang Kawasan Pesisir Kota Bulukumba (Studi Kasus Kelurahan Kalumeme, Kelurahan Ela-Ela, Kelurahan Terang-Terang, Kelurahan Bentenge dan Kelurahan Kasimpureng Kecamatan Ujung Bulu)

    Get PDF
    Hasil analisis diperoleh lahan yang mengalami perubahan terbesar adalah perlindungan setempat sebesar -5,35 Ha. Tanda minus (-) pada nilai perlindungan setempat menunjukkan penurunan luasan. Sedangkan yang mengalami perubahan lahan terkecil yakni -0,11 Ha. Faktor-faktor yang menyebabkan simpangan penataan ruang pada kawasan pesisir Kota Bulukumba adalah sanksi penataan ruang sebesar 0,123 sebagai faktor tertinggi, kemudian perizinan 0,058; mata pencaharian sebesar 0,037; sosialisasi tata ruang 0,007

    Pola Bangunan SMK Indigenous Wisdom Tri Hita Karana

    Get PDF
    Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan pola bangunan SMK indigenous wisdom Tri Hita Karana. Penelitian menggunakan pendekatan kualitatif. Data dikumpulkan melalui observasi lapangan dan wawancara mendalam. Kredibilitas dan konsistensi data kualitatif dikontrol melalui pengecekan kondisi struktur bangunan di sepuluh SMK dalam waktu yang cukup lama. Pola bangunan SMK model Indigenous Wisdom THK menggunakan konsep Tri Mandala dengan tata nilai horizontal hulu-teben. Tri Mandala dipedomani sebagai tata nilai penyelarasan dan pengharmonisan lingkungan bangunan SMK. Konsep hulu-teben memiliki tiga orientasi yaitu: (1) berdasarkan sumbu bumi berorientasi kajakelod (gunung-laut); (2) berdasarkan arah tinggi-rendah (tegeh-lebah); (3) berdasarkan sumbu matahari yakni timur-barat (matahari terbit dan terbenam). Perpaduan orientasi gunung-laut atau kaja-kelod dan Matahari terbit dan terbenam kangin-kauh (timur-barat) dalam konsep hulu-teben kemudian terbentuk pola sanga mandala, yang membagi ruang menjadi sembilan zona. Tri mandala dan sanga mandala digunakan sebagai pola pembuatan struktur bangunan SMK sehingga lingkungan SMK menjadi harmonis seimbang dalam membangun suasana belajar yang menyenangkan
    • …
    corecore