Teknotan: Jurnal Industri Teknologi Pertanian
Not a member yet
    368 research outputs found

    Synthesis of Methyl Esters from Banda Nutmeg and Papua Nutmeg Oil Production Wastes Using the Ultrasonication Method

    Get PDF
    Methysters from oil production waste from Banda nutmeg (Myristicafragrans Houtt) and Papuan nutmeg (Myristica Argentea Ware) go through several process stages, namely isolation of trimyristin and synthesis of methyl ester. The process of isolating trimyristin from nutmeg essential oil production waste by maceration using chloroform solvent. The transesterification process with methanol uses a CaO catalyst and ultrasonication method for 20 minutes; the results are analyzed using GCMS. The results of isolating trimyristin from nutmeg oil waste for Papuan nutmeg yielded 55.6 g of trimyristin (22.24%), which was greater than Banda nutmeg which was 49.7 g of trimyristin (19.88%). Transesterification results for Banda nutmeg oil waste obtained 28.57% soakage with a composition of 5 known major methyl ester compounds, namely methyl laurate (3.22%), myristicin (13.48%), metal myristate (53.39%), methyl Palmitate (5.24%), and Methyl Oleate (9.33%). In Papuan nutmeg oil waste, a 3.93% soakage was obtained with a composition of 5 known methyl ester compounds, namely metal myristate (19.80%), methyl arachidate (18.04%), methyl linoleate (1.42%), methyl oleate ( 48.37%), and methyl stearate (3.18%). The sonication method can synthesize methyl esters from nutmeg oil waste and gives different results for the two types of nutmeg. The results of the trimyristin transesterification of Banda nutmeg seeds and Papuan nutmeg seeds using a CaO catalyst using the sonication method resulted in a methyl ester soak of Banda nutmeg waste 28.57% and Papuan nutmeg 3.93%

    Analisis Metode Pengendalian Kualitas Statistik dalam Pengendalian Kualitas Proses Produksi Keranjang Rotan DI CV. Ravindo

    Get PDF
    Dalam situasi persaingan yang semakin ketat dalam industri furnitur, kualitas produk adalah salah satu faktor kunci yang harus diperhatikan oleh perusahaan. Agar produk dapat memenuhi standar kualitas yang tinggi, perusahaan harus menerapkan sistem pengendalian kualitas yang baik. CV. Ravindo merupakan salah satu perusahaan yang bergerak di bidang manufaktur yang memproduksi furnitur. Adapun salah satu permasalahan yang dihadapi oleh CV. Ravindo saat ini yaitu masih ditemukannya produk cacat atau rusak selama proses produksi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis dan tingkat kecacatan yang ada pada produk furnitur jenis keranjang rotan beserta faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya produk cacat tersebut pada CV. Ravindo. Sehingga dapat disusun usulan perbaikan atau tindakan yang sebaiknya dilakukan oleh perusahaan. Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah deskriptif dengan pendekatan menggunakan metode Statistical Quality Control. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) Jenis kecacatan yang sering terjadi pada bagian produksi keranjang rotan adalah cacat rapuh sebesar 49,22%, ketidaksesuaian warna 32,55%, dan anyaman kendur 18,23%; 2) Pengendalian kualitas yang dilakukan oleh CV. Ravindo masih belum terkontrol atau di luar batas kendali; 3) Faktor-faktor penyebab terjadinya kecacatan pada produksi keranjang rotan adalah tenaga kerja, bahan baku rotan, metode produksi, dan lingkungan; 4) Usulan perbaikan atau tindakan yang sebaiknya dilakukan oleh CV. Ravindo meliputi peningkatan pengawasan di bagian produksi, peningkatan kualitas bahan baku, serta kelengkapan sarana prasarana yang dibutuhkan perusahaan

    Analisis Tekno Ekonomi Pemeliharaan Tanaman Teh Hitam di PT. Perkebunan Nusantara VIII dalam Upaya Meningkatkan Kualitas Teh Hitam Ekspor

    Get PDF
    Indonesia merajai pangsa ekspor teh hitam sekitar 76-87%. Pada tahun 2022, Indonesia mengalami kenaikan jumlah ekspor teh hitam mencapai 7,01%. PT. Perkebunan Nusantara VIII merupakan salah satu perusahaan penghasil teh hitam di Indonesia. Teh hitam yang diproduksi harus memiliki kualitas yang baik agar ekspor teh di Indonesia dapat terus melonjak naik. Salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas teh hitam adalah memaksimalkan proses pemeliharaan tanaman teh di kebun. Proses pemeliharaan yang dilakukan oleh PT. Perkebunan Nusantara VIII terdiri dari penyiangan gulma secara manual (babad) dan pemberian herbisida sebagai usaha dalam meminimalisir tumbuhnya gulma pada tanaman teh. Maka dari itu, perlu adanya analisis dengan metode tekno ekonomi untuk menentukan proses mana yang lebih efektif untuk menjaga dan meningkatkan kualitas teh, serta menguntungkan bagi perusahaan dari aspek finansial, teknis dan teknologi. Tujuan analisis ini adalah untuk memberikan rekomendasi kepada perusahaan proses pemeliharaan tanaman teh yang paling efektif dan tetap menguntungkan. Hasil analisis Break Even Point atau titik impas proses perlakuan babad adalah 9.483kg teh dan pada proses penyemprotan herbisida memiliki titik impas 45.362kg. Biaya Net Present Value untuk perlakuan babad adalah Rp 386.433.662 dan herbisida adalah Rp 448.965.311. Sedangkan hasil analisis biaya Benefit Cost Ratio untuk perlakuan babad adalah 3,58% dan herbisida adalah 3,57%. Maka kedua proses pemeliharaan tersebut dinyatakan layak untuk dilanjutkan karena memberikan keuntungan bagi perusahaan. Dari hasil perhitungan yang telah dilakukan, proses penyiangan manual (babad) memiliki keunggulan dari nilai titik impas dan analisis biaya Benefit Cost Ratio. Selain itu, proses penyiangan manual juga memiliki keunggulan di segi teknis dan teknologi. Manfaat dari penelitian ini dapat dijadikan bahan pertimbangan oleh perusahaan dalam penentuan proses pemeliharaan dalam upaya menjaga dan meningkatkan kualitas teh hitam untuk kebutuhan ekspor di Indonesia

    Redesain Kemasan Produk Wedang Uwuh Menggunakan Metode Creative Brief dan Quality Function Deployment (QFD)

    Get PDF
    Wedang uwuh merupakan minuman herbal tradisional yang berasal dari Indonesia, terbuat dari campuran rempah-rempah seperti jahe, kayu manis, cengkeh, dan bahan alami lainnya. Wedang uwuh memiliki aroma yang khas dan rasanya yang hangat, sehingga sering diminum untuk menghangatkan tubuh, meredakan flu, dan memberikan rasa nyaman. Seiring dengan perkembangan zaman, peran kemasan dalam rebranding produk menjadi semakin penting. Kemasan bukan hanya berfungsi sebagai wadah untuk produk, tetapi juga sebagai alat untuk mengkomunikasikan nilai-nilai merek, menarik perhatian konsumen, dan menciptakan pengalaman yang membedakan produk dari pesaing. Penelitian ini mengambil contoh UMKM Wedang Uwuh “Busrain” Yogyakarta yang bertujuan untuk redesain kemasan produk berdasarkan kebutuhan dan keinginan produsen maupun konsumen sebagai upaya rebranding serta menarik minat beli konsumen. Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Creative Brief dan Quality Function Deployment (QFD), yang dilakukan di UMKM Wedang Uwuh “Busrain” Yogyakarta. Permasalahan yang dihadapi UMKM ini adalah belum tersedianya logo, kemasan primer tanpa label, label pada kemasan sekunder yang tidak menarik, dan tidak terdapat informasi yang jelas mengenai produk wedang uwuh. Hasil House of Quality (HOQ) menunjukkan prioritas perbaikan tertinggi yaitu penggunaan merek sebagai logo dengan jenis font Quick dan bentuk kemasan menggunakan paper standing pouch. Selain itu, berdasarkan hasil penelitian secara keseluruhan dihasilkan rancangan kemasan produk Wedang Uwuh “Busrain” dengan kemasan primer menggunakan kemasan plastik seal agar lebih melindungi produk. Kemudian pada bagian kemasan standing pouch dilengkapi dengan label berwarna oranye apricot, bentuk merek/logo yang baru menggunakan gambar dan kata, serta informasi tambahan lainnya yang diharapkan lebih menarik minat beli konsumen

    Aplikasi Bioadsorben Fiber Kelapa Sawit dengan Aktivator Asam Phospat untuk Meningkatkan Kualitas Minyak Goreng Bekas

    Get PDF
    Jumlah produksi minyak jelantah di Indonesia mencapai 4 juta ton/tahun. Jika hal ini tidak ditangani dengan maksimal maka dapat menimbulkan pencemaran lingkungan. Oleh karena itu diperlukan penanganan melalui pemurnian dengan cara adsorpsi menggunakan adsorben. Salah satu bahan alam yang dapat dijadikan adsorben yaitu fiber kelapa sawit karena memiliki selulosa yang merupakan unsur utama penyusun bioadsorben. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis kualitas bioadsorben dan menganalisis kualitas minyak goreng bekas hasil pemurnian menggunakan bioadsorben fiber kelapa sawit. Penelitian ini dilakukan dengan metode eksperimental yang  terdiri atas tahapan pembuatan bioadsorben dan pemurnian minyak goreng bekas dengan variasi suhu dan massa bioadsorben. Kualitas bioadsorben dianalisis berdasarkan hasil uji kadar air, kadar abu,  bagian yang hilang pada pemanasan 950oC , dan karbon aktif murni sesuai dengan SNI No. 06-3730 Tahun 1995 tentang arang aktif teknis dan kualitas minyak hasil pemurnian dianalisis berdasarkan hasil uji kadar air, bilangan asam, asam lemak bebas, dan bilangan peroksida sesuai dengan SNI No. 3741 tahun 2013 dan SNI No. 7709 Tahun 2019  tentang minyak goreng. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bioadsorben memiliki kadar air sebesar 2,02 %, kadar abu sebesar 3,22 %, bagian yang hilang pada pemanasan 950oC sebesar 2,77%, dan karbon aktif murni sebesar 94,22% serta bioadsorben mampu menurunkan  kadar air minyak goreng bekas dari 0,476 % menjadi 0,020 %, bilangan asam dari 2,902 % menjadi 1,773 %, asam lemak bebas dari 1,674 % menjadi 1,463 %, dan bilangan peroksida dari 2,57 % menjadi 0,60 %. Kualitas bio adsorben fiber dengan aktivator asam phospat telah sesuai SNI No. 06-3730 Tahun 1995 dan kualitas minyak hasil pemurnian belum sesuai dengan SNI No. 3741 tahun 2013 dan SNI No. 7709 Tahun 2019 namun mampu meningkatkan kualitas minyak goreng bekas

    Karakterisasi Arang Aktif dari Tongkol Jagung dengan Variasi Konsentrasi Aktivator Natrium Klorida

    Get PDF
    Tongkol jagung merupakan bagian tanaman tempat melekatnya biji jagung, dimana tongkol jagung masih memiliki nilai ekonomis yang rendah, Limbah tongkol jagung biasanya hanya dimanfaatkan untuk pakan ternak, bahkan banyak masyarakat yang membuang begitu saja tanpa diproses lebih lanjut. Limbah tongkol jagung ini akan bertambah seiring dengan meningkatnya kapasitas produksi jagung. Untuk menghindari hal tersebut, perlu adanya pemanfaatan tongkol jagung agar dapat mengurangi limbah lingkungan, salah satunya yaitu dengan menjadikan tongkol jagung sebagai bahan baku pembuatan arang aktif. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh konsentrasi aktivator NaCl terbaik dalam pembuatan arang aktif dari tongkol jagung yang sesuai dengan SNI 06–3730–1995. Penelitian ini dilakukan dengan metode eksperimen menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan enam perlakuan dan tiga ulangan sehingga diperoleh 18 unit percobaan. Perlakuan dalam penelitian adalah konsentrasi aktivator NaCl; K0 (konsentrasi NaCl 0%), K1 (NaCl 5%), K2 (NaCl 10%), K3 (NaCl 15%), K4 (NaCl 20%), dan K5 (NaCl 25%). Data yang diperoleh dianalisis secara statistik menggunakan analisis ragam (ANOVA) dan akan dilanjutkan dengan uji lanjut (DMRT) pada taraf 5% apabila Fhitung ≤ Ftabel. Berdasarkan data analisis hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa peningkatan konsentrasi aktivator NaCl yang digunakan berpengaruh terhadap nilai kadar air, kadar abu, kadar zat mudah menguap, kadar karbon terikat, dan daya serap terhadap iodin arang aktif tongkol jagung yang dihasilkan. Perlakuan terbaik pada penelitian ini adalah K5 (konsentrasi NaCl 25%) dengan kadar air 7,68%, kadar abu 5,66%, kadar bahan mudah menguap 10,66%, kadar karbon tetap 76,33% dan serapan iodium 1159,02 mg/g

    Hidrosol Serai Wangi: Karakteristik, Aktivitas Antioksidan dan Aktivitas Antibakteri

    Get PDF
    Hidrosol serai wangi merupakan produk samping yang dihasilkan dari proses penyulingan tanaman serai wangi. Hidrosol berbentuk cair, berwarna jernih dan beraroma sama dengan tanaman aromatiknya. Hidrosol masih mengandung minyak atsiri dalam jumlah yang kecil yaitu 0.2%. Hal ini menjadikan hidrosol berpotensi sebagai produk samping yang memiliki manfaat untuk digunakan dan diolah lebih lanjut. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui karakteristik hidrosol serai wangi yang meliputi pH, warna, aroma, dan indeks bias, mengetahui aktivitas antioksidan hidrosol serai wangi, dan mengetahui aktivitas antibakteri hidrosol serai wangi. Pengujian pH hidrosol serai wangi menggunakan pH meter, aroma dan warna menggunakan uji organoleptik dan indeks bias menggunakan refraktometer abbe. Aktivitas antioksidan diukur dengan menggunakan metode DPPH, dan total fenol diukur menggunakan metode Folin-Ciocalteu. Aktivitas antibakteri diukur menggunakan metode cakram dengan bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus. Hasil penelitian menunjukkan pH hidrosol serai wangi 4.7, aroma khas serai wangi dengan warna bening sedikit kuning, nilai indeks bias hidrosol serai wangi adalah 1.313. Aktivitas antioksidan dan total fenol hidrosol serai wangi pada konsentrasi hidrosol 200, 400, 600, 800 dan 1000 ppm adalah 9.60, 12.65, 18.27, 27.75, dan 32.44 % inhibisi dan 35.87, 52.17, 68.04, 73.48, dan 81.30 mgGAE/gr. Aktivitas antibakteri menggunakan bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus dengan zona hambat 3.8 mm dengan kategori daya hambat lemah untuk E.coli dan 11.7 mm dengan kategori daya hambat sedang

    Uji Kinerja dan Penerapan Nanobubble Generator pada Hidroponik Nutrient Film Technique (NFT) Terhadap Pertumbuhan Selada

    Get PDF
    Nanobubble generator merupakan salah satu alat untuk menghasilkan gelembung halus dengan diameter < 1 µm. Nanobubble generator terdiri dari pompa dan nozel yang diaplikasikan pada larutan nutrisi sehingga kadar Dissolved Oxygen (DO) dapat meningkat. Hidroponik Nutrient Film Technique (NFT) memiliki kadar DO terkecil pada siang hari yaitu 5,2 mg/L. Kadar DO tersebut masih termasuk dalam kebutuhan tanaman hidroponik namun belum mendekati batas maksimal yaitu 8 mg/L. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kinerja dan pengaruh nanobubble generator terhadap pertumbuhan selada pada hidroponik NFT. Uji kinerja nanobubble generator dilakukan dengan uji PSA, uji zeta potensial, pengukuran listrik, dan perubahan kadar DO. Pada penanaman selada terdapat 4 perlakuan meliputi; kontrol (P0), generate 3 hari sekali (P1), generate 7 hari sekali (P2), dan generate 10 hari sekali (P3). Penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK). Hasil pengukuran tanaman dibandingkan dengan uji ANOVA, dan dilanjut dengan uji Duncan untuk mengetahui perbedaannya. Hasil uji kinerja nanobubble generator diantaranya diameter gelembung nano yaitu 394,6 nm; nilai indeks polidispersi (PDI) yaitu 1,783; zeta potensial sebesar -23,3 mV; daya, tegangan, dan arus listrik sebesar 98,47 Watt; 230,71 Volt; 0,44 Ampere. Hasil tersebut menunjukkan diameter gelembung sesuai standar ISO 20480-1-2017 dengan distribusi ukuran gelembung yang heterogen, serta memiliki stabilitas yang baik di dalam air. Hasil pengukuran biaya listrik sangat kecil yaitu Rp 426,1865 untuk satu masa panen. Hasil pengamatan pertumbuhan selada terdapat perbedaan kadar DO pada setiap perlakuan dengan penerapan nanobubble generator. Hasil panen pertumbuhan selada yang paling baik pada parameter berat segar, tinggi tanaman, dan lebar naungan yaitu dengan perlakuan P1 (generate setiap 3 hari sekali)

    Kinetika Reaksi Warna Gula Merah Tebu Cetak dengan Penambahan Bubuk Kayu Manis

    Get PDF
    Gula merah tebu cetak merupakan produk olahan nira tebu yang dihasilkan melalui proses penguapan. Penambahan bubuk kayu manis pada gula tebu memberikan manfaat tambahan bagi kesehatan tubuh. Salah satu kriteria mutu gula merah tebu cetak adalah warna. Warna gula tebu cetak mengalami perubahan selama masa penyimpanan; gula menjadi lebih berwarna coklat. Kinetika reaksi dengan metode Arrhenius digunakan untuk menentukan laju perubahan warna gula tebu cetak dengan penambahan bubuk kayu manis (0,255%) dan tanpa penambahan bubuk kayu manis (0%, kontrol). Gula merah tebu cetak disimpan pada tiga suhu berbeda: 7°C, 27°C, dan 45°C selama periode 30 hari, dengan pengamatan  setiap tiga hari. Hasil analisis kinetika warna gula tebu cetak menunjukkan nilai laju penurunan (k) sebesar         0,1512; 0,1815 dan 0,2177 berturut-turut pada suhu 7°C, 27°C, dan 45°C untuk parameter light. Sementara itu, nilai laju penurunan (k) sebesar         0,7861; 0,8147 dan 0,9747 berturut-turut pada suhu 7°C, 27°C, dan 45°C untuk parameter hue. Hasil penelitian ini menemukan bahwa kualitas gula merah tebu cetak yang ditambahkan bubuk kayu manis berdasarkan parameter warna lebih cepat menurun dibandingkan gula merah tebu cetak kontrol. Hasil ini juga menunjukkan bahwa suhu penyimpanan 7°C memiliki laju penurunan warna gula merah tebu cetak yang lebih lambat dibandingkan dengan suhu 27°C dan 45°C. Persamaan penurunan mutu warna (light) gula merah tebu cetak pada perlakuan  kontrol yaitu k = 28,7489 e^((-407.74)1/T)) dan pada perlakuan gula merah tebu cetak kayu manis yaitu k = 1,9971 e^((-719.54)1/T)). Selanjutnya persamaan penurunan mutu warna (hue) gula merah tebu cetak pada perlakuan kontrol yaitu k = 1,1638 e^((-1276.1)1/T)) dan pada perlakuan gula merah tebu cetak kayu manis yaitu k = 3,3026 e^((-405.54)1/T))

    Pengaruh Konsentrasi Ragi dan Lama Waktu Fermentasi terhadap Kadar Protein, Kadar Serat dan Sensori Tempe Segar

    Get PDF
    Tempe dibuat dari bahan dasar kacang kedelai yang difermentasi dengan jenis kapang Rhizopus sp. Proses fermentasi dan konsentrasi ragi yang tepat menghasilkan tempe yang tinggi protein, serat kasar dan antioksidan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh konsentrasi ragi dan lamanya fermentasi terhadap karakteristik mutu dan sensori tempe. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan faktor konsentrasi ragi dan lama fermentasi. Konsentrasi ragi yang digunakan yaitu 0,2 g; 0,4 g; dan 0,8 g (K1, K2, K3) dan lama fermentasi yaitu 36 jam, 44 jam dan 52 jam (L1, L2, L3). Analisis tempe terdiri dari kadar protein menggunakan metode Kjeldahl, serat kasar menggunakan metode Gravimetri dan uji sensori (warna, aroma, tekstur, kekompakan, citarasa dan daya terima) dengan 30 orang panelis tidak terlatih. Semakin sedikit pemberian konsentrasi ragi dan semakin cepat waktu fermentasi maka nilai protein yang dihasilkan semakin tinggi (17,86%), sebaliknya kadar serat semakin tinggi dengan semakin banyak konsentrasi ragi yang diberikan dan semakin lama waktu fermentasi (9,08%). Berdasarkan uji sensori pada tempe segar, secara keseluruhan tempe dengan konsentrasi ragi 0,4g dan lamanya fermentasi 44 jam memperoleh tingkat kesukaan yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan yang lain

    170

    full texts

    368

    metadata records
    Updated in last 30 days.
    Teknotan: Jurnal Industri Teknologi Pertanian
    Access Repository Dashboard
    Do you manage Open Research Online? Become a CORE Member to access insider analytics, issue reports and manage access to outputs from your repository in the CORE Repository Dashboard! 👇