Jurnal Hortikultura Indonesia
Not a member yet
    299 research outputs found

    Anatomi Daun dan Hubungannya terhadap Pertumbuhan Calathea sp. pada Berbagai Jenis Pupuk: The Anatomy of Leaves and Its Relationship to the Growth of Calathea sp. with Various Types of Fertilizers

    No full text
    Tanaman calathea memiliki potensi ekonomi sebagai tanaman hias daun karena mempunyai corak dan warna daun yang menarik. Penelitian tentang teknik budidaya perlu dilakukan untuk mendapatkan kualitas tanaman yang baik dengan cara budidaya yang efisien. Penelitian bertujuan untuk mendapatkan informasi tentang karakteranatomi daun dan mendapatkan informasi tentang respon pertumbuhan tanaman terhadap aplikasi pupuk yang berbeda. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari hingga April 2023 di Desa Sukamantri, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) dua faktor. Faktor jenis pupuk meliputi empat taraf, yaitu: tanpa pemupukan (P0), pupuk kandang ayam (P1), pupuk slow release (P2), dan pupuk daun (P3), sedangkan faktor jenis calathea terdiri dari Calathea picturata var. Vandenheckei (S1) dan Calathea ornata var. Beauty Star (S2). Pemberian berbagai jenis pupuk tidak berpengaruh terhadap semua peubah yang diamati. Budidaya tanaman calathea tanpa menggunakan pupuk menjadi metode yang efisien. Calathea picturata var. Vandenheckei memiliki laju pertumbuhan tunas, tinggi tanaman, dan kerapatan stomata yang tinggi dibanding Calathea ornata var. Beauty Star. Tidak terdapat hubungan antara anatomi daun dengan laju pertumbuhan calathea akibat pemberian berbagai jenis pupuk. Kata kunci: bunga, tanaman hias, trikoma, tunasDue to their diverse leaf patterns and colors, calathea plants have economic potential as foliage ornamental species. Research about cultivation techniques is more important for obtaining high-quality plants and efficient cultivation methods. This research aims to characterize leaf anatomy and obtain plant growth responses to various fertilizer applications. This research was carried out from January to April 2023 in Sukamantri Village, Tamansari District, Bogor Regency, the research employed a two-factor Randomized Completed Block Design (RCBD). The fertilizer type factor comprised four levels: without fertilization (P0), chicken manure (P1), slow-release fertilizer (P2), and foliar fertilizer (P3). In addition, the calathea type factor encompassed Calathea picturata var. Vandenheckei (S1) and Calathea ornata var. Beauty Star (S2). The application of various types of fertilizers does not affect all observed variables. Cultivating calathea plants without using fertilizers is an efficient method. Calathea picturata var. Vandenheckei has a higher shoot growth rate, plant height, and stomatal density compared to Calathea ornata var Beauty Star. There is no correlation between leaf anatomy and calathea growth rate due to the application of various types of fertilizers. Keywords: flower, ornamental plant, shoot, trichom

    Light Intensities Affect Canopy Architecture and Fruit Characteristics of Cayenne Pepper (Capsicum frutescens L.): Intensitas Cahaya Mempengaruhi Arsitektur Kanopi dan Karakteristik Buah Cabai Rawit (Capsicum frutescens L.)

    No full text
    Mechanical harvesting in cayenne pepper is developing, however, factors affecting canopy architecture and fruit characteristics are still lack. Study aimed to evaluate the effect of shade intensities on canopy architecture and fruit position in cayenne pepper to support developing smart harvesting tools. The experiment was conducted in Babakan Sawah Baru Experimental Farm, IPB from September 2021 to March 2022. The experiment used nested design with shade levels (no shade, 25%, 30%, 50%, 60%, 90%, and 100%) as the main plot and time of shading application (4, 6, 8, and 10 weeks after planting) as sub-plot. The canopy architecture and fruit position were affected by the shade level and its time application. Plant height increased and the canopy widened with increasing shade levels up to 50%. Thus, the shading level should be considered in the development of smart harvesting methodology. Keywords: cabai rawit, climate change, labor, low light intensity, plant architecturePemanenan cabai rawit secara mekanis sedang berkembang, namun faktor-faktor yang mempengaruhi arsitektur kanopi dan karakteristik buah masih kurang. Penelitian bertujuan untuk mengevaluasi pengaruh intensitas naungan terhadap arsitektur kanopi dan posisi buah pada cabai rawit untuk mendukung pengembangan alat panen cerdas. Percobaan dilaksanakan di Kebun Percobaan Babakan Sawah Baru, IPB pada bulan September 2021 sampai Maret 2022. Percobaan menggunakan rancangan bertingkat dengan tingkat naungan (tanpa naungan, 25%, 30%, 50%, 60%, 90%, dan 100%) sebagai petak utama dan waktu pemberian naungan (4, 6, 8, dan 10 minggu setelah tanam) sebagai sub-plot. Arsitektur kanopi dan posisi buah dipengaruhi oleh tingkat naungan dan waktu penerapannya. Tinggi tanaman bertambah dan kanopi melebar seiring bertambahnya tingkat naungan hingga 50%. Oleh karena itu, tingkat naungan harus dipertimbangkan dalam pengembangan metodologi pemanenan cerdas. Kata kunci: cabai rawit, perubahan iklim, tenaga kerja, intensitas cahaya rendah, arsitektur tanama

    Karakter Fenotipe Generasi F1 Hasil Persilangan Hemerocallis spp (Daylily): The Phenotypic Characters of the F1 Generation Derived from Hemerocallis spp Crossing

    No full text
    Hemerocallis spp is a perennial plant that forms clumps and is commonly used as a landscape and potted plant. This plant belongs to the Liliaceae family and has a perfect flower. This research aimed to examine the morphological diversity of F1 from the Hemerocallis crossing. This research was conducted from August 2020 to October 2021 in Cipanas District at the elevation of 1100 m asl. Seven F1 progenies from a crossing of β€œAfter the Fall” (AF) and β€œHappy Return” (HR) were used as the plant materials, namely 20.008, 20.012, 20.018, 20.019, 20.021, 20.022, and 20.024. Randomized complete block design (RCBD) was employed in this experiment. The results showed that there were quantitative and qualitative variations in morphological characters in each progeny. Flower diameter, petal length, sepal length, number of florets, number of leaves, and leaf length showed similar characteristics to those of the male parent (HR). Stamen length, petal width and leaf width showed the combined characters of the two parents. Flower color characters were similar to the female parent (AF), while the flower shape, namely circular, triangular, recurved and ruffled follows the combined characteristics of the two parents. Keywords: Liliaceae family, morphological characters, progenyHemerocallis spp merupakan tumbuhan perenial yang membentuk rumpun dan digunakan secara luas sebagai tanaman lanskap dan bunga pot. Tanaman ini termasuk dalam famili Liliaceae dan memiliki bunga lengkap. Penelitian ini bertujuan untuk melihat keragaman morfologi tanaman F1 hasil persilangan Hemerocallis. Pelaksanaan penelitian dilakukan mulai dari Agustus 2020 hingga Oktober 2021 di kecamatan Cipanas dengan ketinggian tempat 1100 m dpl. Materi tanaman yang digunakan adalah tujuh progeni F1 hasil persilangan antara β€œAfter the Fall” (AF) dengan β€œHappy Return” (HR), yaitu 20.008, 20.012, 20.018, 20.019, 20.021, 20.022, dan 20.024. Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak kelompok (RAK). Hasil penelitian menunjukkan terdapat variasi karakter morfologi pada masing-masing progeni baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Diameter bunga, panjang petal, panjang sepal, jumlah kuntum, jumlah daun, dan panjang daun menunjukkan karakter yang mendekati karakter tetua jantan (HR). Panjang stamen, lebar petal, dan lebar daun memperlihatkan karakter gabungan kedua tetua persilangan. Warna bunga progeni F1 mendekati tetua betina (AF), sedangkan bentuk bunga yaitu circular, triangular, recurved dan ruffled mengikuti karakter gabungan kedua tetua persilangan. Kata kunci: Famili Liliaceae, karakter morfologi, progen

    Pertumbuhan Seedling Anggrek Tanah (Spathoglottis plicata Blume) in Vitro sebagai Respons terhadap Berbagai Komposisi Media MS: In Vitro Seedling Growth of Ground Orchid (Spathoglottis plicata Blume) as a Response to Various MS Media Compositions

    No full text
    Anggrek tanah (Spathoglottis plicata Blume) adalah salah satu spesies anggrek tanah yang bernilai ekonomi dan estetika tinggi dan eksistensi di habitat aslinya termasuk katagori rawan (vulnerable). Keberadaan anggrek tanah perlu dipertahankan untuk menjaga sumber plasmanutfah anggrek yang dapat ditanam pada media tanah. Anggrek tanah dapat diperbanyak dengan pemisahan rumpun dan kultur biji melalui kultur jaringan. Penelitian bertujuan mempelajari perkembangan protokorm menjadi seedlings in vitro sebagai respons terhadap berbagai konsentrasi garam mineral dalam media MS. Protokorm anggrek berumur 6 MSS (minggu setelah sebar biji) ditanam secara aseptik di media MS dengan 4 variasi konsentrasi garam mineral makro dan mikronya (ΒΌ MS, Β½ MS, MS0 dan MS1 dengan tambahan NAA dan BAP). Percobaan ini dilaksanakan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan 10 ulangan. Setiap satuan percobaan terdiri dari satu botol kultur, yang masing-masing berisi 5 clump protokorm. Pertumbuhan seedlings anggrek terbaik pada umur 6 bulan setelah tanam diperoleh pada media MS0, yang ditunjukkan oleh seedling dengan jumlah daun dan tunas terbanyak. Aklimatisasi planlet anggrek tanah juga dilakukan dengan menggunakan media arang sekam di rumah plastik bernaungan. Kata kunci: BAP, NAA, Aklimatisasi, ProtocormSpathoglottis plicata Blume is a ground orchid which has high economic and aesthetic values. Its existence in natural habitat is classified as vulnerable. Propagation of this orchid in vitro can be done by seed germination and seedling growth, which require a suitable culture medium. Murashige and Skoog (MS) has been widely used for in vitro seed germination and seedling growth of various orchids. However, the concentration of salts in MS often needs to be adjusted for best results. This study aimed to investigate in vitro growth of S. plicata seedlings as a response to various MS modification media. Protocorms of 6 weeks after seed sowing were cultured on MS modification media, namely, ΒΌ MS, Β½ MS, MS0, and MS with addition of NAA and BAP. Treatments were arranged in a completely randomized design with 10 replications, each of which consisted of one culture vessel containing 5 clumps of protocorms. After six months in the treatment media, it was found that MS0 was the best medium for in vitro seedling growth, showing the highest leaf numbers and number of seedlings. After 4 weeks ex vitro, 13% of plantlets survived when acclimatized in a plastic shade house using rice-husk charcoal medium. Keywords: BAP, NAA, acclimatization, protocor

    Pengembangan Metode Uji Cepat Vigor Benih Kacang Panjang (Vigna sinensis L.) melalui Pemunculan Radikula menggunakan Pengolahan Citra Digital: The Development of a Rapid Seed Vigor Testing Method for Long Bean (Vigna sinensis L.) through Radicle Emergence utilizing Digital Image Processing

    No full text
    Uji pemunculan radikula adalah metode alternatif yang menjanjikan untuk pengujian vigor benih secara cepat. Pengolahan citra digital merupakan suatu teknologi yang dapat digunakan dalam identifikasi mutu benih menggunakan metode pemunculan radikula yang lebih akurat dan waktu yang efisien. Penelitian bertujuan mengembangkan metode uji cepat vigor benih yang lebih efisien dan akurat dengan metode pemunculan radikula menggunakan pengolahan citra digital pada benih kacang panjang (Vigna sinensis L.). Penelitian dilakukan di Laboratorium Fisiologi dan Kesehatan Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, pada bulan Oktober 2023 hingga Januari 2024. Penelitian menggunakan rancangan kelompok lengkap teracak satu faktor dengan empat ulangan sebagai kelompok. Penelitian menggunakan sepuluh varietas benih kacang panjang dan pengamatan uji pemunculan radikula dilakukan mulai jam ke 46 hingga jam ke 58 setelah tanam. Penelitian ini menemukan bahwa pengolahan citra digital dapat digunakan secara efektif pada uji pemunculan radikula untuk pengujian vigor benih kacang panjang. Uji pemunculan radikula berkorelasi kuat positif dengan tolok ukur daya berkecambah, indeks vigor, dan kecepatan tumbuh, serta berkorelasi kuat negatif dengan tolok ukur rataan waktu perkecambahan. Periode perkecambahan paling cepat dan tepat yang dapat digunakan untuk pengujian uji pemunculan radikula minimal 2 mm adalah 52 jam pada suhu 25 Β± 2. Uji kemunculan radikula sebagai metode dapat diandalkan dan efisien untuk pengujian vigor benih kacang panjang, terutama jika dikombinasikan dengan teknologi pengolahan citra digital. Kata kunci: cekaman salinitas, ImageJ, indeks vigor, kecepatan tumbuh, korelasiRadicle emergence test represents a promising alternative method for rapid seed vigor assessment. Digital image processing stands as a technology viable for seed quality identification through a more precise and time-efficient radicle emergence method. The research endeavors to develop a more efficient and accurate method for testing seed vigor via radicle emergence utilizing digital image processing on Long Bean (Vigna sinensis L.) seeds. Conducted at the Seed Physiology and Health Laboratory, Department of Agronomy and Horticulture, Faculty of Agriculture, Bogor Agricultural University, from October 2023 to January 2024, the study employed a completely randomized design with one factor and four replications as groups. Ten varieties of Long Bean seeds were utilized, and radicle emergence assessments were conducted from 46 to 58 hours after sowing. The findings indicate that digital image processing can effectively be utilized in radicle emergence assays for Long Bean seed vigor testing. Radicle emergence test exhibited a strong positive correlation with germination rate, vigor index, and growth rate while showing a strong negative correlation with the average germination time. The most suitable and accurate germination period for a radicle emergence test of at least 2 mm is 52 hours at 25 Β± 2 ℃. Radicle emergence assay proves reliable and efficient for testing Long Bean seed vigor, particularly when integrated with digital image processing technology. Keywords: correlation, growth rate, ImageJ, salinity stress, vigor inde

    Karakterisasi Morfologi Bawang Merah Cekaman Salinitas pada Konsentrasi Letal 20 (LC20) dan 50 (LC50): Morphology Characteristic of Shallots to Salinity Stress at Lethal Concentrations of 20 (LC20) and 50 (LC50)

    No full text
    Efforts to optimize non-productive soil using saline soil are an important issue related to the salt content that affects the growth and development of salt-sensitive shallots. The morphological response as a form of sensitivity and tolerance of shallot to salinity is considered to be a characteristic of varieties that can be cultivated on refined soil. The objective of the study was to determine the lethal concentration values of 20 and 50 and the morphological response of shallot plants to salinity excretion. The research was carried out at the research was carried out in the greenhouse of the Agricultural Cultivation Department, Faculty of Agriculture, University of Bengkulu, using 2-factor Complete Randomized Block Design. The first factor of concentration of NaCl are S1: 100 mM, S2: 150 mM, S3: 200 mM, and S4: 250 mM. The second factor are shallot varieties V1: Birma Padang, V2: Bauji, V3: Thailand, V4: Tituk, V5: Solok Sakato, V6: Surian, and V7: Batu Ijo Medan, with Wick System hydroponic tray planting methods. The results showed that seven shallots varieties have different LC20 and LC50 values, and morphological characterization showed a decrease in plant height, leaf number, tiller number, root length, shoot fresh weight, root fresh weight, shoot dry weight, and root dry weight.Keywords: NaCl concentration, salt tolerance, tolerant varieties, Wick system hydroponicUpaya optimalisasi lahan non-produktif menggunakan lahan salin menjadi isu penting terkait kandungan garam yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan bawang merah. Respon morfologi sebagai bentuk kepekaan dan toleransi bawang merah terhadap salinitas dipertimbangkan sebagai ciri varietas yang dapat dibudidayakan pada lahan salin. Tujuan penelitian adalah untuk menentukan nilai konsentrasi letal 20 (LC20) dan 50 (LC50) dan respon morfologi tanaman bawang merah terhadap cekaman salinitas. Penelitian dilaksanakan di Rumah Kaca Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Bengkulu menggunakan Rancangan Acak Kelompok Lengkap Faktorial. Faktor pertama konsentrasi NaCl yaitu S1: 100 mM, S2: 150 mM, S3: 200 mM, dan S4: 250 mM. Faktor kedua yaitu tujuh varietas bawang merah terdiri dari V1: Birma Padang, V2: Bauji, V3: Thailand, V4: Tajuk, V5: Solok Sakato, V6: Surian, V7: Batu Ijo Medan dengan metode penanaman hidroponik Wick System tray. Hasil penelitian menunjukkan tujuh varietas bawang merah memiliki nilai LC20 dan LC50 yang berbeda, memiliki karakteristik morfologi menunjukkan penurunan pada tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah anakan, panjang akar, bobot segar tajuk, bobot segar akar, bobot kering tajuk dan bobot kering akar.Kata kunci: hidroponik sistem wick, konsentrasi NaCl, toleransi garam, varietas taha

    Pengaruh Ketinggian AB Mix Terhadap Pertumbuhan Caisim Menggunakan Modifikasi Hidroponik Sistem Wick: The Effect of AB Mix Height on the Growth of Caisim Using the Modified Hydroponic Wick System

    No full text
    An important factor in cultivating plants using the hydroponic system is providing AB mix nutrients with the appropriate concentration and solution discharge. Supplying and controlling the nutrient level can use a modified wick system tool designed based on several levels of nutrient height. This research aims to determine the effect of AB mix nutritional levels on choy sum growth. The study was carried out from August to September 2023 in the BSIP’s greenhouse of the Ministry of Agriculture, Cimanggu, Bogor. The design used was a completely randomized design (CRD) with one factor, namely the level of AB Mix nutrient solution in 3 height levels: 2 cm (N1), 3 cm (N2), and 4 cm (N3), and used six replications. The ANOVA test showed no effect of nutrient level on plant height, leaf number, and leaf width at all ages of observation. However, nutrient height had a significant effect on the root length of choy sum plants, which in treatment N1 (18.26 cm) had the highest average root length compared to treatments N2 (14.54 cm) and N3 (13.77 cm). The findings explain that the lower the AB mix height, the longer the choy sum roots. Keywords: brassicaceae, nutrient concentration, plant growth, static hydroponics, water height levelSalah satu faktor penting dalam budidaya tanaman secara hidroponik adalah pemberian nutrisi AB mix dengan konsentrasi dan debit yang sesuai. Pemberian dan pengontrolan ketinggian nutrisi tersebut dapat menggunakan modifikasi alat sistem wick yang dirancang berdasarkan beberapa tingkat ketinggian nutrisi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh tingkat ketinggian nutrisi AB mix terhadap pertumbuhan caisim. Penelitian dilaksanakan pada Agustus hingga September 2023 di rumah kaca BSIP Kementerian Pertanian, Cimanggu, Bogor. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan satu faktor yaitu tingkat ketinggian nutrisi AB mix dengan 3 taraf: 2 cm (N1), 3 cm (N2), dan 4 cm (N3) serta menggunakan 6 ulangan. Hasil uji ANOVA menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh ketinggian nutrisi terhadap tinggi tanaman, jumlah daun, dan lebar daun pada semua umur pengamatan. Namun, ketinggian nutrisi berpengaruh nyata terhadap panjang akar tanaman caisim yaitu pada perlakuan N1 (18.26 cm) memiliki rerata panjang akar tertinggi dibandingkan perlakuan N2 (14.54 cm) dan N3 (13.77 cm). Hasil tersebut menjelaskan bahwa semakin rendah tingkat ketinggian nutrisi, maka akar tanaman semakin panjang. Kata kunci: brassicaceae, hidroponik statis, ketinggian air, konsentrasi nutrisi, pertumbuhan tanama

    Respons Pertumbuhan dan Produksi Cabai Merah (Capsicum annuum L.) terhadap Aplikasi Pupuk NPK 16:16:16 dan Pupuk Organik Urin Kelinci: Response of Growth and Production of Red Chili (Capsicum annuum L.) to the Application of NPK 16:16:16 and Rabbit Urine Organic Fertilizer

    No full text
    Liquid organic fertilizer, known as POC, is a biological fertilizer acts as complementary to inorganic fertilizers due to its capacity to enhance the physical, chemical, and biological properties of the soil. This research aims to assess the growth and production response of red chilies (Capsicum annuum L.) to the application of NPK 16:16:16 fertilizer combined with rabbit urine-based POC. The experimental design employed a non-factorial Randomized Block Design (RAK) with five treatments and six replications. Chili cultivation took place in open fields using polybags. The results indicated that the application of NPK 16:16:16 fertilizer, rabbit urine-based POC, and a combination of both did not show significant differences during the vegetative phase of the plants but did impact yield components. Rabbit urine-based POC 50% (by water) potentially substitute 20% of NPK 16:16:16 fertilizer dossage application. The combination of NPK 4 g polybag-1 + POC 50% (P2) produced the highest yield component results and was equivalent to NPK 5 g polybag-1 + POC 50% (P3). Further research is necessary to determine the optimal concentration and dose of rabbit urine-based POC for chili cultivation in polybags. Keyword: red chilies, yield components, biological organic fertilizerPupuk organik cair yang disebut POC merupakan pupuk hayati yang berfungsi sebagai pelengkap pupuk anorganik karena mampu memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pertumbuhan dan respons produksi cabai merah (Capsicum annuum L.) terhadap pemberian pupuk NPK 16:16:16 yang dipadukan dengan POC berbahan urin kelinci. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) non faktorial dengan lima perlakuan dan enam ulangan. Budidaya cabai dilakukan di lahan terbuka dengan menggunakan polibag. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian pupuk NPK 16:16:16, POC berbahan urin kelinci, dan kombinasi keduanya tidak menunjukkan perbedaan nyata pada fase vegetatif tanaman namun berpengaruh terhadap komponen hasil. POC berbahan dasar urin kelinci 50% (dengan air) berpotensi mensubstitusi 20% dosis pupuk NPK 16:16:16. Kombinasi NPK 4 g polibag-1 + POC 50% (P2) memberikan hasil komponen rendemen tertinggi dan setara dengan NPK 5 g polibag-1 + POC 50% (P3). Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui konsentrasi dan dosis POC berbasis urin kelinci yang optimal untuk budidaya cabai di polibag. Kata kunci: cabai merah besar, komponen hasil, pupuk organik hayat

    Pematahan Dormansi Benih Selada menggunakan Konsentrasi Benzyladenine dan Penyinaran yang Berbed: Lettuce Seed Dormancy Breaking using Different Radiation and Benzyladenine Concentration

    No full text
    Dormansi sekunder pada benih selada karena suhu tinggi dan gelap menyebabkan rendahnya perkecambahan di persemaian. Masalah dormansi pada benih selada harus diatasi untuk mendapatkan benih yang bermutu tinggi. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok faktorial, terdiri dari konsentrasi 6-benzyladenine (BA) (0, 0.05, 0.1, 0.5, 1 mM) dan perlakuan penyinaran (terang, gelap, cahaya merah 1 jam, cahaya merah 2 jam, cahaya merah 3 jam) dengan 3 ulangan. Varietas selada yang digunakan adalah Grand Rapids dan Ava Red. Parameter yang diamati adalah persentase daya berkecambah (DB), indeks vigor (IV), kecepatan tumbuh (KCT), dan benih segar tidak tumbuh (BSTT). Data dianalisis menggunakan ANOVA, perlakuan yang berpengaruh nyata diuji lanjut menggunakan Duncan Multiple Range Test pada taraf Ξ± = 5%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa benih selada Grand Rapids tanpa direndam BA menghasilkan %DB (39.20), IV (26.13), KCT (12.04) yang tinggi, serta BSTT yang rendah (6.13). Benih Grand Rapids yang dikecambahkan pada kondisi terang menghasilkan %IV tertinggi (26.93). Penyinaran cahaya merah selama satu jam tanpa direndam BA menghasilkan %DB (76.00) dan KCT (29.98) benih Ava Red yang tinggi. Persentase IV tertinggi pada benih Ava Red didapatkan dari benih tanpa direndam BA (53.33) dan dikecambahkan pada kondisi terang (34.93). Kata kunci: BAP, cahaya merah, fotodormansi, skotodormansiSecondary dormancy in lettuce seeds which is triggered by high temperatures and darkness is caused low germination in nurseries. This issue must be solved to obtain high-quality seeds. The experimental design used factorial randomized complete block design, i.e., 6-benzyladenine concentration (0, 0.05, 0.1, 0.5, 1 mM) and radiation treatment (light, dark, red light 1, 2, 3 hours) with 3 replicates. The lettuce varieties used Grand Rapids (GR) and Ava Red (AR). The parameters observed were the percentage of seed germination (SG), seed vigor index (SVI), seed growth rate (SGR), and fresh seed that did not grow (FSdnG). Data were analyzed using ANOVA, the treatment which showed significant effect further tested using Duncan Multiple Range Test at Ξ± = 5%. The result showed that GR seed without BA soaking resulted in higher SG (39.20%), SVI (26.13%), SGR (12.04%), also lower FSdnG (6.13%). The highest percentage of SVI in GR seed was reported on light treatment (26.93%). Radiation of red light for 1 hour without seed soaking in BA produced higher SG (76%) and SGR (29.98%) in Ava Red. The highest percentage of SVI in Ava Red was obtained from seeds without soaking in BA (53.33%) and germinated in light conditions (34.93%).Keywords: BAP, photodormancy, red light, skotodormanc

    The Effect of Drought Stress on Phyllanthin and Quercetin Contents of Green Meniran Plant (Phyllanthus niruri L.): Pengaruh Cekaman Kekeringan terhadap Kandungan Filantin dan Kuersetin Tanaman Meniran Hijau (Phyllanthus niruri L.)

    No full text
    Research on the effect of drought stress on the production of phyllanthin and quercetin in green meniran (Phyllanthus niruri L.) has been carried out. The research objectives are to determine the impact of drought stress on the vegetative growth of green meniran plants and determine the optimal level of field capacity and harvest time to obtain optimal concentrations of phyllanthin and quercetin. The research was conducted from September 2021 to September 2022 at the BRIN Laboratory using three levels of Field Capacity (KL) (30, 60, and 100%) and two harvest times (2 and 4 weeks). The observed parameters were morphologic parameters and the content of phyllanthin and quercetin. The results showed that drought stress and harvest time made a significant difference in the phyllanthin content and not a significant difference in the quercetin content. The highest phyllanthin content was obtained at 100% KL and harvest time 4 weeks after planting (WAP). The conclusions of this research are: Drought stress can reduce the vegetative growth of green meniran plants and to obtain optimal vegetative growth, green meniran should not be subjected to drought stress; To obtain the highest level of phyllanthin content from green meniran plants, the optimal level of field capacity and harvest time is 100% KL and a harvest time of four weeks; The quercetin content of green meniran is not significantly influenced by differences in the level of drought stress and harvest time. Keywords: irrigation engineering, harvest time, medicinal plant cultivation techniques, plant vegetative growth, secondary metabolite engineeringPenelitian tentang pengaruh cekaman kekeringan terhadap produksi filantin dan kuersetin pada meniran hijau (Phyllanthus niruri L.) telah dilakukan. Tujuan penelitian yaitu: Menentukan dampak cekaman kekeringan terhadap pertumbuhan vegetatif tanaman meniran hijau dan menentukan taraf kapasitas lapang serta waktu panen yang optimal untuk memperoleh konsentrasi optimal filantin dan kuersetin. Penelitian dilakukan dari September 2021 hingga September 2022 di Laptiab BRIN menggunakan tiga taraf Kapasitas Lapang (KL) (30, 60 dan 100%) dan dua waktu panen (2 dan 4 minggu). Parameter yang diamati adalah parameter morfologi serta kandungan filantin dan kuersetin. Hasil penelitian menunjukkan bahwa cekaman kekeringan dan waktu panen memberikan perbedaan yang nyata pada kandungan filantin dan tidak berbeda nyata pada kandungan kuersetin. Kandungan filantin tertinggi diperoleh pada 100% KL dan waktu panen 4 minggu setelah tanam (MST). Kesimpulan dari penelitian ini adalah: Cekaman kekeringan dapat mengurangi pertumbuhan vegetatif dari tanaman meniran hijau dan untuk memperoleh pertumbuhan vegetatif yang optimal, meniran hijau sebaiknya tidak diberikan cekaman kekeringan; Untuk memperoleh kandungan filantin dari tanaman meniran hijau dengan tingkat kandungan yang paling tinggi, taraf kapasitas lapang dan waktu panen yang optimal adalah pada 100% KL dan waktu panen empat minggu; Kandungan kuersetin dari meniran hijau tidak dipengaruhi secara signifikan oleh perbedaan taraf cekaman kekeringan dan waktu panen. Kata kunci : rekayasa irigasi, pertumbuhan vegetatif tanaman, rekayasa metabolit sekunder, teknik budidaya tanaman obat, waktu pane

    276

    full texts

    299

    metadata records
    Updated in lastΒ 30Β days.
    Jurnal Hortikultura Indonesia
    Access Repository Dashboard
    Do you manage Open Research Online? Become a CORE Member to access insider analytics, issue reports and manage access to outputs from your repository in the CORE Repository Dashboard! πŸ‘‡