Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum
Not a member yet
    5549 research outputs found

    DISPARITAS PUTUSAN HAKIM DALAM PENJATUHAN SANKSI PIDANA TERKAIT TINDAK PIDANA PERJUDIAN TOTO GELAP

    No full text
    Sabaria Eka Nurliana, Faizin Sulistio, Fines Fatimah Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Jl. MT. Haryono No. 169 Malang e-mail: [email protected]   Abstrak Jurnal ini mengangkat permasalahan Disparitas Putusan Hakim dalam Penjatuhan Sanksi Pidana Terkait Tindak Pidana Perjudian Toto Gelap. Hal tersebut dilatarbelakangi oleh adanya beberapa putusan yang dalam penjatuhan pemidanaan oleh hakim memiliki perbedaan, padahal kejahatan dan kasus yang didakwakan jaksa penuntut umum sama. Disparitas pidana dalam putusan hakim terkait perjudian toto gelap menyebabkan pelaku dapat dihukum dengan sanksi yang berbeda-beda, serta menyebabkan kurangnya kepastian hukum bagi masyarakat. Tulisan ini menggunakan metode yuridis normatif dengan metode pendekatan perundang-undangan (statute approach), kasus (case approach), dan Konseptual (conseptual approach). Hasil penelitian ini bahwa pada beberapa putusan, disparitas putusan hakim secara umum dipengaruhi oleh undang-undang kekuasaan kehakiman, dan dipengaruhi pula oleh hal-hal yang memberatkan serta yang meringankan terdakwa. Beberapa putusan, hakim memiliki persamaan dan perbedaan pertimbangan dalam setiap putusannya. Konsep pedoman pemidanaan yang dapat mengurangi ketidakpastian hukum dalam disparitas putusan hakim terkait perjudian jenis toto gelap dengan membuat alternatif model matriks rentang pedoman pemidanaan yang dapat digunakan oleh hakim dalam penjatuhan pidana terhadap terdakwa perjudian toto gelap yang diukur berdasarkan range nilai transaksi penjualan kupon perjudian toto gelap yang diperoleh oleh pelaku. Kata Kunci: Disparitas; Perjudian Toto Gelap; Putusan Hakim   Abstract This article studies the disparity of judicial decisions regarding the imposition of sanctions over the cases of lotteries. This research topic departed from several decisions imposing different sanctions notwithstanding the same cases where defendants were punished under Article 303 of the Penal Code. The defendants involved in lotteries as gambling were punished with different sanctions, and this condition reduced legal certainty. This research employed normative juridical methods and statutory, case, and conceptual approaches. The research results reveal that the disparity may be caused by Law concerning Judiciary Power and also other causal factors that aggravate and alleviate the punishment of the defendants. Judicial decisions may be different or similar in the same cases. To tackle the issues of such disparity, an alternative matrix model must be made to measure the range of the sentencing guidelines. This approach can be used to sentence the defendants involved in lottery gambling with the measures according to the range of the transactional values from the coupons sold in the lotteries gained by the defendants. Keywords: Disparity; Judicial Decision; Lottery Gamblin

    Dasar Pertimbangan Hakim Dalam Memutus Pidana Pembinaan Dalam Lembaga Pada Anak (Studi Putusan No.11/Pid.Sus-Anak/2021/Pn.Mlg): The Basic Judicial Consideration in Delivering a Verdict regarding Correction within an Institution for Children (A Study on Decision Number 11/Pid.Sus-Anak/2021/PN.Mlg)

    No full text
    Nira Maysyah Widi Anggraeni, Nurini Aprilainda, Mufatikhatul Farikhah Fakultas Hukum Universitas Brawijawa Jl. MT. Haryono No. 169 Malang e-mail: [email protected]   Abstract This research employed a normative-juridical method and statutory and conceptual approaches to investigate (1) the basic judicial consideration in delivering a verdict regarding correction within an institution for children as in Decision Number 11/Pid.Sus-Anak/2021/PN.Mlg; (2) whether the District Court Decision Number 11/Pid.Sus-Anak/2021/PN.Mlg carries the justice value for children. The research results reveal that Law concerning the Judicial System of Juvenile Crime points out that the criminal punishment imposed on the children concerned should be given as the last resort for the best interest of the child, restorative justice, ultimum remedium, and based on the theory of the criminalization in children. Justice for the victims can be seen from several regulations to ensure that justice is achieved. It can also refer to Law concerning Witness and Victim Protection. However, the violated rights of the children indicate that justice has not been achieved according to the Law concerning Child Protection. Keywords: Juvenile Perpetrator, Correction, Judicial Consideration, Child As Victim, Justice     Abstrak Penelitian ini mengkaji mengenai permasalahan yang berjudul “Dasar Pertimbangan Hakim Memutus Pidana Pembinaan dalam Lembaga pada Anak (Studi Putusan Nomor 11/Pid.Sus-Anak/2021/PN. Mlg)”. Yang di dalam penulisannya yakni menggunakan metode penelitian yang bersifat Yuridis Normatif, dengan pendekatan Undang-Undang (Statute Approach) dan pendekatan konseptual (Conceptual Approach). Rumusan masalah dalam penelitian ini (1) Apakah dasar pertimbangan hakim dalam memutus pidana pembinaan pada pelaku anak dalam lembaga didalam putusan Nomor 11/Pid.Sus-Anak/2021/PN. Mlg?, (2) Apakah putusan pengadilan Negeri Malang Nomor 11/Pid.Sus-Anak/2021/PN. Mlg sudah memuat nilai-nilai keadilan terhadap anak korban? Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dengan pertimbangan hakim dalam memutuskan pemberian pidana pembinaan kepada para pelaku telah didapatkan hasil yakni Undang-Undang SPPA yang mengatur agar pemberian pidana pada anak yang melakukan tindak pidana merupakan tindakan terakhir, asas keputusan terbaik bagi anak, keadilan restorasi atau restorative justice, Ultimum Remedium, dan teori pemidanaan anak. Sedangkan hasil untuk nilai keadilan terhadap korban dapat dilihat dari beberapa peraturan agar keadilan tercapai antara lain mengacu pada Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban namun setelah menelaah Undang-Undang Perlindungan Anak, para pelaku melanggar hak anak yang artinya keadilan belum tercapai. Kata Kunci: Anak sebagai korban, Keadilan, Perbaikan, Pelaku Anak, Pertimbangan haki

    KEDUDUKAN ANAK SEBAGAI DASAR PERTIMBANGAN HAKIM DALAM HAL MEMPERINGAN PEMIDANAAN ATAS PERBUATAN ORANG TUA PADA TINDAK PINDANA KORUPSI (STUDI PUTUSAN NO. 10/PID.SUS-TPK/2021/PT DKI)

    No full text
    Shofi Rochmatul Ula, Prija Djatmika, Eny Harjati Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Jl. MT. Haryono No. 169 Malang e-mail: [email protected]   Abstrak Anak dapat menjadi dasar pertimbangan hakim dalam memperingan pemidanaan atas perbuatan orang tuanya yang salah di mata hukum. Anak sendiri termasuk dalam faktor non yuridis pertimbangan hakim, akan tetapi pertimbangan inilah yang kemudian memunculkan permasalahan terhadap yurisprudensi hakim yang menjadikan anak sebagai alasan peringan pemidaan dalam kasus korupsi. Untuk mengkajinya, digunakan metode penelitian yuridis normatif dengan metode pendekatan perundang-undangan (statute approach), pendekatan konseptual (conceptual approach), dan pendekatan kasus (case approach). Dari hasil penelitian dengan metode tersebut, di dapat hasil bahwa dalam putusan Nomor 10/PID.SUS-TPK/2021/PT DKI tidak ditemukan landasan yuridis penguat anak yang dijadikan bahan pertimbangan non yuridis. Tidak diketahui faktor pendorong lain yang membuat anak sebagai bahan pertimbangan peringan hakim terbukti valid dan sah secara yuridis. Akibat dari putusan ini, terjadi ketidakadilan kepada terdakwa lain yang berstatus ibu dan sama-sama memiliki anak, dengan kemunculan putusan hakim yang demikian, maka selayaknya sebuah keadilan pemberlakuannya juga harus disamakan dengan terdakwa lain yang berstatus sebagai ibu juga. Sementara dalam pelaksanaannya mereka tidak mendapat keringanan masa pemidanaan walaupun menyandang status sebagai ibu. Kata Kunci: Anak, Peringan Pemidanaan, Pertimbangan Hakim   Abstract A child can serve as the basis for the consideration of a judge to alleviate sentencing imposed on the parent committing a crime before the law. The child also serves as a non-juridical factor with which the judge can make a consideration but it seems that this consideration raises the problem of alleviating the punishment imposed in the case of corruption. To delve further into this case, this research employed a normative-juridical method and statutory, conceptual, and case approaches, revealing that Decision Number 10/PID.SUS-TPK/2021/PT DKI does not contain any juridical fundament strengthening the validity of the position of a child as a judicial consideration in alleviating the punishment. This situation has led to injustice for other mothers as defendants with children because they will not be granted any alleviation despite their responsibility of raising their children. Keywords: Alleviated Sentencing, Child, Judicial Consideratio

    PENEGAKAN HUKUM ADMINISTRASI TERHADAP KEGIATAN PENAMBANGAN EMAS TANPA IZIN DI KABUPATEN SIJUNJUNG PROVINSI SUMATERA BARAT

    No full text
    Tyas Satata, Istislam, Indah Dwi Qurbani Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Jl. MT. Haryono No. 169 Malang e-mail: [email protected]   Abstrak Pada penelitian ini, penulis mengangkat permasalahan tentang Penegakan Hukum Administrasi Negara Terhadap Kegiatan Penambangan Emas Tanpa Izin Di Kabupaten Sijunjung Provinsi Sumatera Barat. Pilihan tema tersebut dilatar belakangi oleh banyaknya kegiatan penambangan emas yang tidak memiliki izin di Kabupaten Sijunjung Provinsi Sumatera Barat dan masih beroperasi dengan bebas sampai saat ini. Berdasarkan hal tersebut diatas, karya tulis ini mengangkat rumusan: (1) Mengapa masih banyaknya kegiatan penambangan emas tanpa izin di Kabupaten Sijunjung Provinsi Sumatera Barat? (2) Bagaimana upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk mengurangi kegiatan penambangan emas tanpa izin di Kabupaten Sijunjung Provinsi Sumatera Barat? Kemudian penulisan karya tulis ini menggunakan metode sosio legal dengan menggunakan metode pendekatan yuridis sosiologis, jenis dan sumber data menggunakan data primer yang diperoleh melalui wawancara dengan responden, sedangkan data sekunder diperoleh dari Undang-Undang, buku, kamus hukum, jurnal, dan internet, dan Teknik dalam memperoleh data menggunakan metode observasi serta wawancara di lapangan. Dari hasil penelitian dengan menggunakan metode di atas, penulis memperoleh jawaban atas permasalahan yang ada bahwa banyak masyarakat Sijunjung yang melakukan kegiatan penamangan emas tanpa izin ini didasarkan atas beberapa faktor yaitu, faktor ekonomi, kurangnya kesadaran masyarakat terhadap lingkungan, kurangnya pengetahuan masyarakat terhadap peraturan perundang-undangan, serta sedikitnya pengawasan dari pemerintah local. Serta upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah daerah Sijunjung yaitu dengan Bupati Sijunjung telah memerintahkan aparat yang berwenang untuk melakukan tindakan khusus, melakukan penangkapan pelaku usaha kegiatan tambang emas yang tidak memiliki izin, melakukan sanksi administrasi, serta melakukan Razia rutin ke lokasi penambangan emas. Kata Kunci: penambangan emas tanpa izin, penegakan hukum administrasi, Pemerintah Daerah Kabupaten Sijunjung.   Abstract This research discusses the enforcement of administrative law regarding unlicensed gold mining in the Regency of Sijunjung, the Province of West Sumatra. This research topic departed from the growing number of gold mining activities without licenses that remain in operation in the area. Based on the above issue, this research aims to investigate (1) why the number of mining activities without licenses in the Regency of Sijunjung, the Province of West Sumatra is increasing and (2) what measures are taken by the government to minimize unlicensed gold mining activities in the Regency of Sijunjung, the Province of West Sumatra. This research employed socio-legal methods and socio-juridical approaches. Primary data were obtained from interviews, while the secondary data were garnered from laws, books, the law dictionary, journals, and the Internet. The data were obtained from field observation and interviews. The research results reveal that these unlicensed mining activities are caused by economic factors, poor awareness of the environment, poor knowledge about laws, and poor supervision from the local government. The local government and the Regent of Sijunjung have ordered local authorities to arrest those involved in unlicensed gold mining activities, impose administrative sanctions, and raid the mining sites.           Keywords: unlicensed gold mining, administrative law enforcement, Regional Regulation of the Regency of Sijunjung

    Perlindungan Hukum Bagi Perseroan Terbatas Yang Melakukan Penyelesaian Restrukturisasi Pembiayaan Oleh Bank Syariah Dengan Penyertaan Modal Sementara

    No full text
    Muhammad Haikal, Siti Hamidah, Afrizal Mukti Wibowo Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Jl. MT. Haryono No. 169 Malang e-mail: [email protected]   Abstrak Pada skripsi ini penulis mengangkat isu hukum mengenai ketidaklengkapan pengaturan tentang Perseroan Terbatas yang menyelesaikan restrukturisasi pembiayaan oleh bank syariah dengan penyertaan modal sementara. Dalam hal ini, Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 36 tahun 2017 tentang Prinsip Kehati-hatian dalam Penyertaan Modal dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 2 tahun 2022 tentang Penilaian Kualitas Aset Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah belum mengatur secara lengkap dan spesifik terkait konversi pembiayaan menjadi saham. Padahal di zaman perkembangan ekonomi yang sangat dinamis dan juga sebagai negara dengan Muslim terbesar di dunia, Indonesia harusnya mempunyai aturan, mekanisme serta landasan yang kuat dan jelas dalam aktifitas perekonomian seperti ini. Berdasarkan hal tersebut, dalam skripsi ini mengangkat 2 (dua) rumusan masalah: (1) Bagaimana hubungan hukum Perseroan Terbatas yang menyelesaikan restrukturisasi pembiayaan oleh Bank Syariah dengan penyertaan modal sementara? Dan (2) Bagaimana perlindungan hukum Perseroan Terbatas yang menyelesaikan restrukturisasi pembiayan oleh Bank Syariah dengan penyertaan modal sementara? Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis-normatif. Berdasarkan pada rumusan masalah dan tujuan dalam penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan Undang-Undang (Statute Approach), Pendekatan Komparatif (Comparative Approach), dan Pendekatan Konseptual (Conceptual Approach). Penulis juga menganalisis permasalahan dengan menggunakan Bahan hukum primer, sekunder, dan tersier yang diperoleh penulis akan dianalisis dengan menggunakan metode penafsiran gramatikal. Kata Kunci: Bank Umum Syariah, Perseroan Terbatas, Restrukturisasi   Abstract This research seeks to investigate the incompleteness in the regulation concerning limited liability companies regarding the resolution to the restructuring of lending provided by a Sharia-based bank with temporary equity participation. The Regulation of Financial Services Authority Number 36 of 2017 concerning Prudential Principles in Equity Participation and the Regulation of Financial Services Authority Number 2 of 2022 concerning Appraisal of the Asset Quality of Sharia Public Banks and Sharia Business Units do not comprehensively regulate the conversion from lending to shares. Amidst the dynamic economic development and as one of the countries with the biggest Muslim population in the world, Indonesia should have strong regulations, mechanisms, and fundamentals. Departing from this issue, this research aims to investigate: (1) the legal connection between the limited liability company resolving the restructuring of lending by the Sharia bank with temporary equity participation; and (2) the legal protection of the limited liability company resolving the restructuring of lending provided by the Sharia Bank with temporary equity participation. This research employed a normative-juridical method and statutory, comparative, and conceptual approaches. Primary, secondary, and tertiary data were analysed using a grammatical interpretation method. Keywords: Limited Liability Company, Restructuring, Sharia Public Ban

    UNSUR SEKSUALITAS DALAM TINDAK PIDANA PELECEHAN SEKSUAL NON-FISIK DAN FISIK MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2022 TENTANG TINDAK PIDANA KEKERASAN SEKSUAL

    No full text
    Ken Andarini, Lucky Endrawati, Ladito Risang Bagaskoro Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Jl. MT. Haryono No. 169 Malang e-mail: [email protected]   Abstrak Unsur seksualitas dalam Pasal 5 dan Pasal 6 Undang-undang Nomor 12 Tahun 2022 Tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual yang mengatur mengenai pelecehan seksual memilki indikasi kekaburan norma. Hal ini dilatarbelakangi karena unsur seksualitas merupakan hal yang baru dalam hukum indonesia dan tidak adanya batasan bentuk tindakan pelecehan yang berkenaan dengan seksualitas sehingga, menjadikan pemaknaan seksualitas menjadi bias dan tidak diuraikan secara jelas dalam menentukan dasar pengenaan seksualitas. Kekaburan ini juga berpotensi menghambat pembuktian unsur seksualitas serta memicu adanya penafsiran yang berbeda oleh hakim dalam menguraikan unsur seksualitas. Tujuan penelitian ini ialah menganalisis dan makna unsur  seksualitas dalam pelecehan seksual fisik dan non-fisik dalam Undang-Undang Tindak Pidana perbuatan Seksual serta pembuktianya dalam putusan nomor 60/Pid.sus./2022/PN Nga. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan menggunakan metode pendekatan perundang-undangan, pendekatan konsep, dan pendekatan kasus. Bahan hukum yang diperoleh kemudian dianalisis dengan Teknik deskriptif analisis, interpretasi gramatikal, dan interpretasi historis kemudian dikaitkan dengan peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan yang sesuai dengan permasalahan peneliti. Hasil penelitian dengan metode penelitian diatas, Penulis menemukan jawaban atas permasalahan yang ada, bahwa makna dari unsur seksualitas ini terbukti UU TPKS terbukti dan  Undang-undang lainya tidak ditemukan penjelasan. Pemaknaan unsur seksualitas kemudian dapat ditelusuri melalui putusan  nomor 60/Pid.Sus/2022/PN Nga yang mengartikan unsur seksualitas sebagai sifat yang berkenaan dengan seks. Dalam pembuktian unsur seksualitas putusan  nomor 60/Pid.Sus/2022/PN Nga  hakim menggunakan keterangan terdakwa dan keterangan saksi korban untuk membuktikan perasaan seksualitas dalam perbuatan pelecehan seksual. Kata Kunci: kekaburan norma, pelecehan seksual, seksualitas, UU TPKS   Abstract The sexual aspect in Article 5 and Article 6 of Law Number 12 of 2022 concerning Sexual Violence as a Crime regulating sexual harassment indicates the vagueness of the norm, considering that the sexual aspect is new in the scope of law in Indonesia and there has not been any specific scope of sexuality governed, rendering the meaning of the aspect ambiguous. This is because there is no elaborate definition to set the basis of the sanction regarding sexuality. This vagueness may also slow down the process of presenting proof for the aspect of sexuality and lead to multi-interpretation among judges. This research aims to analyze the meaning of sexual aspect over non-physical and physical sexual harassment in Sexual Crime Law and the evidence in Decision Number 60/Pid.sus/2022/PN Nga. This research employed normative-juridical methods and statutory, conceptual, and case approaches. The legal materials were analyzed based on descriptive-analysis technique, and grammatical, and historical interpretations before they were likened to relevant statutes and court verdicts. The research results reveal that there is no elaboration on the matter found in Law concerning Sexual Violence as a Crime. The definition of the sexual aspect could be traced through Decision Number 60/Pid.Sus/2022/PN Nga, defining the aspect as sexual traits. In the court decision concerned, the judges referred to the information given by defendants and witnesses to prove sexual feelings involved in the sexual harassment in the case concerned. Keywords: sexuality, sexual harassment, sexual violence law, vagueness of nor

    KONSEPTUALISASI INSURANCE TECHNOLOGY DALAM HUKUM ASURANSI DI INDONESIA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2014 TENTANG PERASURANSIAN

    No full text
    Ollivia Dakista Putri, Ranitya Ganindha, Setiawan Wicaksono Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Jl. MT. Haryono No. 169 Malang e-mail: [email protected]   Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk menemukan Pengaturan Hukum, Insurance Technology Yang Ideal Dalam Konteks Hukum Asuransi Di Indonesia.  Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normative dengan metode statue approach, conceptual approach, dan comparative approach. Penelitian ini ditulis dengan cara melakukan studi kepustakaan. Dalam melakukan penilitian ini, penulis menggunakan bahan hukum kepustakaan seperti perundang-undangan yang ada di Indonesia dan Singapura serta literatur-literatur lainnya. Dari hasil penilitian yang telah penulis lakukan dengan metode diatas, kekosongan pengaturan dalam Insurance Technology mengakibatkan tidak adanya kepastian hukum aktivitas asuransi di Indonesia. Dimana Insurance Technology masih diatur secara parsial dalam peraturan Perundang-undangan yang mengatur mengenai asuransi, transaksi elektronik, maupun perlindungan konsumen. Terutama di Indonesia masih didominasi oleh produk Micro-Insurance yang dipasarkan oleh Insurance Technology berbentuk aggregator maupun Intermediaries. Maka dari itu, dengan adanya Kekosongan dalam hukum asuransi di Indonesia, diperlukan pengaturan hukum khusus terkait insurance technology mulai dari definisi, jangkauan aktivitas, tanggungjawab dan resiko sehingga memberikan kepastian hukum dalam hukum asuransi di Indonesia. Kata Kunci: Insurance Technologi, Kekosongan Hukum, Perasuransian   Abstract This research aims to discover the ideal regulation governing insurance technology within the context of insurance law in Indonesia. This research employed a normative method and statutory, conceptual, and comparative approaches. Research data consist of laws and regulations in Indonesia and Singapore and other sources of literature. The research results reveal that the legal loophole of insurance technology has led to the absence of legal certainty in insurance activities in Indonesia. Insurance technology is only partially regulated in the legislation concerning insurance, electronic transactions, or consumer protection. Indonesia is particularly dominated by micro-insurance marketed by insurance technology in the form of aggregators and intermediaries. Therefore, a specific regulation is required to fill the loophole regarding insurance technology, covering the definition, the scope of activities, responsibilities and risks. This is expected to provide legal certainty in insurance law in Indonesia. Keywords: Insurance, Insurance Technologi, Legal Loophol

    URGENSI PEMBENTUKAN LEMBAGA PELINDUNGAN DATA PRIBADI SEBAGAI WUJUD PENYELENGGARAAN PELINDUNGAN DATA PRIBADI (STUDI KOMPARASI INDONESIA DENGAN UNI EROPA)

    No full text
    Annisa Gema Taqqiya, Moch. Zairul Alam, Diah Pawestri Maharani Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Jl. MT. Haryono No. 169 Malang e-mail: [email protected]   Abstrak Kenaikan penggunaan teknologi membawa ancaman kriminal, terutama dalam hal keamanan data pribadi. Isu perlindungan data menjadi penting karena potensi pencurian dan penyebaran data dengan cepat melalui teknologi. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) telah disahkan pada 17 Oktober 2022. Meskipun UU PDP telah berlaku, namun hingga saat ini belum ada peraturan pelaksana yang mengatur tentang lembaga pelindungan data pribadi. Keberadaan lembaga ini sangat relevan mengingat tugasnya dalam pengawasan dan penegakan UU PDP. Berdasarkan permasalahan tersebut, skripsi ini mengangkat permasalahan (1) Bagaimana urgensi pembentukan lembaga pelindungan data pribadi sebagai wujud penyelenggaraan pelindungan data pribadi sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi? (2) Bagaimana rekomendasi pembentukan kelembagaan berdasarkan studi perbandingan dengan kelembagaan pada General Data Protection Regulation (GDPR) di UNI Eropa? Jenis penelitiannya adalah penelitian normatif dengan metode pendekatan pendekatan konseptual (conceptual approach), pendekatan perundang-undangan (statute approach), dan pendekatan perbandingan (comparative approach). Bahan hukum primer, sekunder, dan tersier yang diperoleh oleh penulis akan dilakukan analisis menggunakan metode interpretasi sistematis dan metode interpretasi komparatif. Berdasarkan hasil analisis penulis, pembentukan lembaga pelindungan data pribadi sangat dibutuhkan dalam penerapan UU PDP, karena peran krusial yang dipegang adalah fungsi pengawasan dan memfasilitasi penyampaian pengaduan terkait dugaan pelanggaran UU PDP. Sehingga, hasil studi komparasi dengan GDPR menunjukkan bahwa harus menambahkan pasal pada UU PDP yang menyatakan independensi lembaga pelindungan data pribadi serta menambahkan ketentuan mengenai prasyarat independensi sebagaimana GDPR. Kata Kunci: lembaga, penyelenggaraan, perlindungan data pribadi   Abstract The growing frequency of technology utilization has triggered personal data-related criminal offenses. Issues of data protection are increasingly important since data theft and dissemination have been massive in technology. Law Number 27 of 2022 concerning Personal Data Protection (henceforth referred to as UU PDP) was passed on 17 October 2022. Although the UU PDP is in place, there are no delegated regulations governing personal data protection agencies, and the existence of such an agency is considered essential since it controls and enforces the UU PDP. Departing from this issue, this research aims to study: (1) the urgency of the establishment of a personal data protection agency to protect personal data according to Law Number 27 of 2022 concerning Personal Data Protection, (2) the recommendation of the establishment of the agency according to the comparison to the General Data Protection Regulation (GDPR) in European Union. This research employed a normative method and conceptual, statutory, and comparative approaches. Primary, secondary, and tertiary data were analyzed using systematic and comparative interpretations, revealing that the presence of this agency is crucial in the implementation of UU PDP, considering that it holds its role in supervising and facilitating grievances over violations of UU PDP. The comparative study that took place implies that an article should be added to UU PDP, mentioning the independence of a personal data protection agency. Another provision stating the requirements of the independence as in GDPR should also be added. Keywords: agency, administration, personal data protectio

    Analisis Yuridis “Wanprestasi” Pada Putusan Mahkamah Agung Nomor 931 K/Pdt/2019 Ditinjau Dari Asas Pacta Sunt Servanda

    No full text
    Salomo Jordan Marcelino Hutagalung, Moch. Zairul Alam, Setiawan Wicaksono Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Jl. MT. Haryono No. 169 Malang e-mail: [email protected]   Abstrak Penelitian ini membahas perjanjian sewa beli yang tidak diatur secara khusus dalam K.U.H. Perdata, tetapi masih berlaku dalam masyarakat dengan mematuhi asas kebebasan berkontrak,undang-undang, kesusilaan, dan ketertiban umum. Fokus penelitian adalah pada unsur sahnya perjanjian berdasarkan Pasal 1320 K.U.H. Perdata, melibatkan persetujuan, kecakapan pihak, hal tertentu, dan sebab yang halal. Kasus studi adalah putusan Mahkamah Agung Nomor 931 K/Pdt/2019, yang melibatkan wanprestasi dalam perjanjian sewa beli tanah dan bangunan antara Penggugat dan Tergugat (PT.PLN). Hasil penelitian menunjukkan bahwa Tergugat bersalah karena tidak menandatangani akta jual beli yang diajukan oleh Penggugat. Hakim menolak dalil Tergugat yang menyatakan perjanjian tidak batal karena Tergugat diam-diam menyetujui permohonan Penggugat tanpa mengumumkan pemutusan perjanjian. Analisis hakim terhadap wanprestasi dan denda tidak konsisten dengan asas Pacta Sunt Servanda, menimbulkan ketidaksesuaian antara putusan hakim dan prinsip keadilan dalam perjanjian. Rumusan masalah utama melibatkan ratio decidendi hakim pada Sengketa Sewa Beli dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 931 K/Pdt/2019, dan Apakah putusan “Wanprestasi” pada Putusan Mahkamah Agung Nomor 931 K/Pdt/2019 telah sesuai dengan Asas Pacta Sunt Servanda. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dengan pendekatan peraturan perundang-undangan dan studi kasus. Sumber hukum primer, sekunder, dan tersier dianalisis melalui studi kepustakaan dengan penafsiran sistematik, ekstensif, dan komparatif. Kesimpulan dari penelitian menyatakan bahwa Tergugat seharusnya tidak bersalah karena melanggar kewajiban dari perjanjian melainkan perilaku dari Penggugat yang mengakibatkan berakhirnya perjanjian sesuai dengan prinsip bahwa perjanjian harus dijalankan sesuai dengan isi dan maksudnya. Kata Kunci: Wanprestasi, Asas, Pacta Sunt Servanda   Abstract This research studies a rent-and-purchase agreement not specifically regulated in the Civil Law but implemented based on compliance with the freedom of contract, statute, decency, and public order. This research focuses on validity aspects in an agreement according to Article 1320 of the Civil Code and takes into account agreements, the competence of parties, particular matters, and halal cause, by studying the Supreme Court Decision Number 931 K/Pdt/2019 in the case of breach of contract in a rent-and-purchase agreement of land and building object between the claimant and respondent (PT. PLN). The research results reveal that the respondent was proven guilty simply because he did not sign the agreement made by the claimant. The judges rejected the proposition given by the respondent, saying that the agreement was not cancelled since the respondent secretly approved the request of the claimant without announcing the termination of the agreement. The analysis made by the judges regarding the breach of contract and fines is inconsistent with the principle of Pacta Sunt Servanda, leading to irrelevance between the judiciary decision and the principle of justice in the agreement. The first research problem deals with the ratio decidendi of the judges in the dispute as in the Supreme Court Decision concerned and whether the verdict declaring the breach of contract on the Supreme Court Decision concerned complies with the principle of Pacta Sunt Servanda. This research employed a normative-juridical method and statutory and case approaches. Primary, secondary, and tertiary data were analysed based on library research and systematic, extensive, and comparative interpretations. The research results reveal that the respondent should not have been declared guilty just because of breaching the responsibility as set forth in the agreement. However, in this case, the claimant himself caused the agreement to end, while an agreement should take place according to its substance and intent. Keywords: Default, Principle, Pacta Sunt Servand

    ANALISIS YURIDIS PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MEMAKNAI FRASA ANTARGOLONGAN DALAM TINDAK PIDANA UJARAN KEBENCIAN

    No full text
    Muhammad Rafi Fachmi, Milda Istiqomah, Ardi Ferdian Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Jl. MT. Haryono No. 169 Malang e-mail: [email protected]   Abstrak Ujaran kebencian adalah perkataan, perilaku, tulisan, ataupun pertunjukan yang dilarang karena dapat memicu terjadinya tindakan kekerasan dan sikap prasangka entah dari pihak pelaku pernyataan tersebut ataupun korban dari tindakan tersebut. Ujaran kebencian merujuk pada tindakan atau pernyataan yang mempromosikan atau menghasut kebencian, diskriminasi, atau kekerasan terhadap individu atau kelompok berdasarkan karakteristik pribadi mereka, seperti suku, agama, ras, jenis kelamin, orientasi seksual, atau latar belakang etnis. Pada tanggal 13 Juni 2020, I Gede Ary Astina alias Jerinx yang merupakan salah satu musisi Indonesia sebagai drummer grup band Superman Is Dead, membuat unggahan di media sosial Instagram pribadinya yang dinilai oleh Majelis Hakim sebagai sebuah ujaran kebencian berdasarkan SARA pada Putusan Nomor 828/Pid.Sus/2020/PN Dps. Penelitian ini bertujuan untuk memahami dan menganalisis pertimbangan hakim pada Putusan Nomor 828/Pid.Sus/2020/PN Dps serta menjelaskan implikasi hukum dari adanya perluasan makna frasa antargolongan pada Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Jenis penelitian yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian yuridis normatif yang mana merupakan penelitian yang memiliki fokus untuk mengkaji penerapan dari kaidah ataupun norma hukum positif sebagai cara untuk menganalisis, menelaah, dan mengintrepretasikan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan penelitian ini. Kata Kunci: Antargolongan, Implikasi Hukum, UU ITE   Abstract Hate speech includes words, attitudes, written words, or performances that are forbidden because they trigger violence and prejudice against the offender or the victim. Hate speech refers to an attitude or a statement that leads to hatred, discrimination, or violence against an individual or a group related to their characteristics such as tribe, race, religion, gender, sex orientation, or ethnical background. On 13 June 2020, I Gede Ary Astina aka Jerinx, an Indonesian drummer of Superman Is Dead, posted on his Instagram account, and this post was categorized as hate speech by the panel of judges under Decision Number 828/Pid.Sus/2020/PN Dps. This Research aims to understand and analyze the judicial consideration as in Decision Number 828/Pid.Sus/2020/PN Dps and explains the legal implication of the extended definition of the phrase “inter-group” in Article 28 paragraph (2) of Law Number 19 of 2016 concerning the Amendment to Law Number 11 of 2008 concerning Electronic Information and Transactions. This research employed a normative-juridical method to study the implementation of the principle or the norm of positive law to analyze, explore, and interpret the legislation regarding the issue studied. Keywords: Inter-Group, Law concerning Electronic Information and Transaction

    1,298

    full texts

    5,549

    metadata records
    Updated in last 30 days.
    Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum
    Access Repository Dashboard
    Do you manage Open Research Online? Become a CORE Member to access insider analytics, issue reports and manage access to outputs from your repository in the CORE Repository Dashboard! 👇