BIOTIKA Jurnal Ilmiah Biologi
Not a member yet
    240 research outputs found

    STUDI ETNOBIOLOGI SERANGGA DAN PERANANNYA BAGI MASYARAKAT LOKAL DESA SANTANAMEKAR TASIKMALAYA

    No full text
    Serangga merupakan organisme dengan keanekaragaman dan kelimpahan yang paling tinggi di permukaan bumi.  Peran serangga berdasarkan perspektif masyarakat lokal menarik untuk diteliti, kajiannya pun masih terbilang cukup sedikit. Studi etnobiologi yang dilakukan di Desa Santanamekar, Tasikmalaya ini bertujuan untuk mengkaji pengetahuan masyarakat lokal mengenai berbagai macam spesies serangga beserta peranannya. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif. Parameter yang diteliti adalah data emik dan etik mengenai peranan serangga dalam kehidupan sehari-hari masyarakat lokal. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara semi-terstruktur bersama informan yang dipilih secara purposive dan analisis data dilakukan menggunakan teknik cross-checking, summarizing, synthesizing, dan pembuatan narasi secara deskriptif analisis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masyarakat Desa Santanamekar mengetahui 20 jenis serangga, di antaranya kukupu (kupu-kupu), papatong (capung), laleur (lalat), nyiruan (lebah), engang (tawon), reungit (nyamuk), kumbang (kumbang), wereng (wereng), walang sangit (walang sangit), kutu kebul (kutu kebul), simeut (belalang), jangkrik (jangkrik), tonggeret (tonggeret), siraru (laron), cucunguk (kecoak), sireum (semut), hileud (ulat), kutu (kutu), undur-undur (undur-undur), dan rinyuh (rayap). Adapun peran serangga yang diketahui masyarakat di antaranya sebagai hama tanaman, polinator, bahan pangan, obat-obatan, permainan rakyat, dan pertanda cuaca. Pengetahuan masyarakat tersebut berasal dari informasi orang tua, pengalaman pribadi, informasi dari orang yang berpengalaman mengenal objek, informasi dari internet, dan buku

    KARAKTERISTIK SARANG ORANGUTAN (Pongo pygmaeus, Linnaeus 1760) DI RESORT MENTATAI TAMAN NASIONAL BUKIT BAKA BUKIT RAYA

    No full text
    Resort Mentatai Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya merupakan kawasan alami yang mempunyai fungsi penting sebagai tempat rehabilitasi dan pelepasliaran orangutan yang merupakan spesies yang statusnya terancam punah.Salah satu faktor yang menjadi penyebab menurunnya jumlah populasi orangutan yaitu rusaknya tempat bersarang orangutan. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengkaji karakteristik sarang orangutan. Penelitian menggunakan metode survei dengan berjalan menelusuri jalur monitoring orangutan yang telah ditetapkan oleh International Animal Rescue (IAR). Hasil yang didapatkan menunjukkan bahwa ditemukan sebanyak 65 sarang orangutan, dengan karakteristik sarang berdasarkan kelas sarang yaitu kelas A (semua daun masih berwarna hijau) sebanyak 2 sarang, kelas B (warna daun sudah mulai berwarna coklat) sebanyak 36 sarang dan kelas C (daun sudah coklat semua dan terdapat lubang di sarang) sebanyak 27 sarang. Berdasarkan posisi sarang, teridentifikasi sebanyak 19 sarang pada posisi 1 (sarang di pangkal percabangan utama), 40 sarang pada posisi 2 (sarang di tengah atau ujung cabang pohon), 4 sarang pada posisi 3 (sarang di pucuk pohon utama), dan 2 sarang pada posisi 4 (sarang diantara dua pohon atau lebih). Jenis pohon yang paling banyak dijadikan sebagai sarang adalah Syzigium dan Knema dengan famili yang terbanyak dijadikan sarang yaitu Dipterocarpaceae

    KEANEKARAGAMAN JENIS SERANGGA POLINATOR (LEPIDOPTERA) DAN SUMBER FOOD PLANT DI TAMAN HUTAN RAYA IR. H. DJUANDA KOTA BANDUNG

    No full text
    Serangga merupakan hewan dominan di permukaan bumi. Peran penting serangga di alam diantaranya sebagai polinator (penyerbuk) untuk mempertahankan keseimbangan ekosistem, termasuk di kawasan Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda (Tahura) Kota Bandung. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keanekaragaman dan jenis-jenis serangga yang paling banyak dijumpai sebagai polinator, serta jenis sumber makanan serangga polinator (food plant) di kawasan Tahura. Metode yang digunakan adalah metode survei dengan pollard walk di sepanjang garis transek pengamatan. Analisis data dilakukan dengan pendekatan kuantitatif untuk menentukan indeks keanekaragaman, frekuensi relatif, dan indeks dominansi. Hasil penelitian di kawasan Tahura teridentifikasi 22 spesies serangga polinator ordo Lepidoptera yang tergolong dalam 20 genera dan 6 famili, dengan indeks keanekaragaman sedang (H’ = 2,833). Jenis polinator yang paling sering dijumpai adalah Prosotas dubiosa (Lycaenidae) (FR=14,29 %). Famili Nymphalidae adalah yang paling dominan dengan jumlah 84 individu; indeks dominansi (C =0,032) tertinggi di tiap famili serangga polinator. Jenis food plant yang teridentifikasi terdiri dari 11 spesies dari 5 famili (Asteraceae, Iridaceae, Acanthaceae, Petiveriaceae, dan Balsaminaceae). Familia Asteracea adalah food plant yang paling sering dikunjungi polinator khususnya dari Famili Nymphalidae (FR=52,32%). Dengan demikian keanekaragaman polinator dan food plant-nya sangat penting untuk terus dipertahankan dalam rangka kelestarian Ekosistem Tahura kota Bandung

    KERAGAMAN HERPETOFAUNA DI WILAYAH OPERASIONAL PLTP KAMOJANG, KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT

    No full text
    Fasilitas pembangkit listrik diperlukan untuk meningkatkan kesejahteraan manusia. Adanya kegiatan pembangkit listrik tidak terlepas dari perubahan lahan yang berdampak pada keanekaragaman hayati disekitarnya, seperti herpetofauna. Herpetofauna memiliki berbagai peran penting di ekosistem, salah satunya sebagai pengendali populasi satwa mangsa dan menjaga keseimbangan ekosistem. Tujuan studi ini adalah untuk memantau keragaman herpetofauna di kawasan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Kamojang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Pengumpulan data dilakukan melalui Visual Encounter Survey yang dikombinasikan dengan Auditory Encounter Survey. Keragaman herpetofauna dijumpai sebanyak 20 spesies yang terdistribusi di sekitar kawasan PLTP Kamojang, dimana 13 spesies termasuk Kelas Amfibi dan Ordo Anura, serta tujuh spesies termasuk Kelas Reptil dan Ordo Squamata. Huia masonii Boulenger, 1884 dijumpai sebagai spesies yang terancam punah dengan status Vulnerable (VU). Microhyla achatina Tschudi, 1838, Limnonectes kuhlii Tschudi, 1838, Huia masonii Boulenger, 1884, dan Rhacophorus reinwardtii Schlegel, 1840 diketahui merupakan spesies endemik Pulau Jawa dan sekitarnya. Perkebunan hortikultur dijumpai terbanyak dibandingkan tutupan lahan lainnya sejumlah 15 spesies

    Identifikasi Keberadaan Escherichia coli, Staphylococcus sp. dan Pseudomonas sp. pada Perairan Sekebitung-Fasilitas Jalatista Universitas Padjadjaran

    No full text
    Kebersihan air minum merupakan salah satu komponen penting dalam menjaga kesehatan masyarakat sekitar. Akses universal air bersih dan sanitasi tercantum dalam salah  satu poin tujuan pembangunan berkelanjutan pada sektor lingkungan hidup. Secara mikrobiologis, air layak minum harus mengandung 0 coliform per 100 mL air dan tidak mengandung bakteri  patogen lainnya. Penelitian ini bertujuan untuk mendeteksi keberadaan bakteri coliform serta bakteri Staphylococcus sp. dan Pseudomonas sp. pada Perairan Sekebitung dan sembilan titik Jalatista. Proses penelitian akan dilakukan dalam enam tahap, mencakup pengambilan sampel, pengukuran pH, isolasi bakteri coliform, isolasi bakteri Staphylococcus sp. dan Pseudomonas sp., perhitungan TPC, pewarnaan Gram, uji IMViC, uji Katalase, dan uji gula-gula. Hasil penelitian menunjukkan pH air pada ke Sembilan titik adalah 7. Jumlah koloni bakteri terbanyak berasal dari sampel Air Siap Minum (Jalatista) di FMIPA Unpad yang ditumbuhkan pada medium MSA, EMB, dan CETA, yaitu 4 x 104 CFU/mL, 3 x 104 CFU/mL dan 1,3 x 103 CFU/mL, berturut-turut. Jumlah koloni bakteri pada EMB Jalatista Rektorat Belakang dan MSA Rektorat Belakang masing-masing sebanyak 1x102 CFU/mL. Hal yang sama ditemukan pada jumlah koloni bakteri dari sampel air Sekebitung, Jalatista Gor Jati Unpad, dan Jalatista FH Unpad yaitu sebanyak 1 x 102CFU/mL. Hasil penelitian lainnya tidak menunjukkan adanya bakteri Escherichia coli, dan Staphylococcus sp. pada sampel air yang diuji. Melainkan, terdapat suspek bakteri Acinetor sp., Bacillus sp., Micrococcus sp., serta Enterobacter sp. yang berhasil terisolasi dan teridentifikasi dengan menggunakan uji IMViC, uji Katalase, dan uji gula-gula.

    KEANEKARAGAMAN REEPS (RARE, ENDANGERED, ENDEMIC, PROTECTED SPECIES) DI AREA AMFITEATER, CILETUH PALABUHANRATU UNESCO GLOBAL GEOPARK

    No full text
    Ciletuh-Palabuhanratu UNESCO Global Geopark (CPUGG) merupakan salah satu kawasan yang dikembangkan menjadi kawasan pariwisata. Dengan statusnya sebagai UNESCO Global Geopark, CiletuhPalabuhanratu ditetapkan sebagai kawasan konservasi keanekaragaman geologi, hayati, dan budaya. Pengembangan pariwisata ini ditujukan salah satunya untuk meningkatkan perekonomian masyarakat lokal. Di sisi lain, kawasan CPUGG ini diketahui memiliki keanekaragaman hayati dilindungi dengan status Rare, Endangered, Endemic, and Protected Species (REEPS) dan terancam punah. Salah satu lokasi keberadaan keanekaragaman hayati dilindungi adalah di area amfiteater yang berada di wilayah Kecamatan Ciemas. Oleh karena itu, perlu diketahui jenis – jenis REEPS yang terdapat di area tersebut. Studi ini melakukan pendekatan kualitatif melalui studi literatur dan observasi lapangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 15 jenis REEPS, terdiri dari 1 jenis flora dan 14 jenis fauna, meliputi 5 jenis Avifauna, 1 jenis Herpetofauna, dan 8 jenis Mammalia. Lokasi ditemukannya jenis – jenis REEPS tersebut sebagian berdekatan atau bahkan berada di lokasi – lokasi yang menjadi daya tarik wisata kawasan CPUGG

    IDENTIFIKASI KERUSAKAN POHON DI KAMPUS KENTINGAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

    No full text
    Universitas Sebelas Maret (UNS) sebagai kampus yang dijuluki sebagai kampus hijau (Green Campus) dengan berbagai jenis pohon di dalamnya tentunya memiliki fungsi ekologis yang tinggi. Keberadaan tegakan perlu dievaluasi untuk mengetahui kondisi kesehatan tegakan yang berada di kawasan Green Campus UNS. Evaluasi tersebut dilakukan sebagai upaya mitigasi untuk meminimalisasi terjadinya pohon tumbang. Pemantauan kesehatan hutan atau Forest Health Monitoring (FHM) adalah metode untuk menentukan status, perubahan dan kecenderungan yang terjadi mengenai kondisi suatu ekosistem hutan pada suatu waktu dan dinilai berdasarkan tujuan dan fungsi suatu hutan dan kawasan hutan. Pada metode FHM, identifikasi kerusakan pohon dilakukan dengan memberikan kode yang menggambarkan lokasi kerusakan pohon (bagian pohon yang mengalami kerusakan), tipe kerusakan pohon, dan tingkat keparahan/kerusakan pada pohon. Berdasarkan hasil penelitian ditemukan 3978 individu dari 116 jenis tumbuhan di Kampus Kentingan UNS. Terdapat 10 jenis yang dapat ditemukan pada seluruh area kampus, yaitu Pterocarpus indicus, Ficus sp., Delonix regia, Polyathia longifolia, Tectona grandis, Filicium decipiens, Terminaila catappa, Swietenia macrophylla, Mangifera indica, dan Mimusops elengi. Berdasarkan klasifikasi kesehatan pohon, sebanyak 90,98% (n = 33619) tegakan termasuk kelas sehat, 8,27% (n = 329) tegakan termasuk kelas kerusakan ringan, dan 0,75% (n = 30) tegakan termasuk kelas kerusakan sedang. Bagian tumbuhan yang banyak mengalami kerusakan adalah cabang, batang bagian bawah, dan daun. Tipe kerusakan yang banyak ditemukan adalah cabang patah dan mati, luka terbuka, kanker, mati pucuk, dan klorosis

    PERBANDINGAN ANATOMI INSANG IKAN BERDASARKAN HABITAT YANG BERBEDA

    No full text
    Ikan telah mengembangkan beragam adaptasi anatomi insang agar dapat berfungsi secara efisien dalam habitatnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan anatomi insang ikan yang meliputi morfologi dan morfometrik organ insang dari tiga jenis ikan yang hidup di habitat yang berbeda. Sampel ikan yang digunakan adalah Ikan Nila (Oreochromis niloticus), Ikan Lele (Clarias batrachus) dan Ikan Kembung (Rastrelliger sp.) masing-masing sebanyak lima ekor dengan bobot badan 100 sampai 300 g dan panjang tubuh 20 sampai 40 cm yang diperoleh dari pasar tradisional. Bagian insang yang diamati adalah membran branchiostegal, arcus branchialis, filamen branchialis, dan branchiospinalis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Ikan Kembung memiliki berat relatif insang lebih besar dibandingkan Ikan Nila dan Ikan Lele yaitu masing-masing 4,85 + 0,38%; 3,43 + 0,23%; dan 2,46 + 0,31%. Terdapat perbedaan morfologi insang dari ketiga spesies ikan yang diamati yaitu pada warna insang, bentuk membran branchiostegal, arcus branchialis, dan branchiospinalis. Pada morfometrik terdapat perbedaan berat relatif insang, rasio panjang arcus branchialis, rasio panjang filamen branchialis, jumlah filamen branchialis, kerapatan filamen branchialis, dan kerapatan branchiospinalis. Dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan anatomi insang antara Ikan Nila (O. niloticus), Ikan Lele (C. batrachus) dan Ikan Kembung (Rastrelliger sp.) yang hidup pada habitat yang berbeda.  

    KEANEKARAGAMAN SPESIES BURUNG SEBAGAI ALAT UKUR KESTABILAN EKOSISTEM SAWAH

    No full text
    Dewasa ini, ekosistem sawah cukup mengalami kerusakan karena adanya alih fungsi lahan oleh manusia. Dibutuhkan pengukuran terhadap kestabilan ekosistem sawah dan masih jarang keanekaragaman burung dijadikan sebagai alat ukur kestabilan suatu ekosistem tertentu. Penelitian ini bertujuan untuk mengamati keanekaragaman spesies burung di ekosistem untuk menilai kestabilan suatu ekosistem sawah. Penelitian dilakukan dengan metode jelajah bebas di sekitar area titik pengamatan. Pengambilan data dilakukan pada dua ekosistem sawah yang berbeda yakni Desa Perampuan, Lombok Barat, dan dusun Pagesangan Mataram pada waktu yang berbeda yakni pagi (07.30-10.00 WITA) dan sore (16.00-18.00 WITA). Data dianalisis dengan indeks keanekaragaman Shannon-Wiener, indeks kekayaan Margalef dan indeks kemerataan Alatalo. Sebanyak 9 spesies burung, dengan total keseluruhan 127 individu teridentifikasi dari dua lokasi sawah yang berbeda. Lokasi II menunjukkan indeks keragaman sebesar 1,55, sedangkan lokasi I menunjukkan indeks keanekaragaman sebesar 1,32. Hal ini menunjukkan bahwa lokasi II memiliki ekosistem yang lebih stabil dibandingkan lokasi I

    UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI BAKTERI ENDOFIT JAMUR LINGZHI (Ganoderma lucidum) DAN MAITAKE (Grifola frondosa) TERHADAP BAKTERI PATOGEN PLAK GIGI

    No full text
    Jamur maitake (Grifola frondosa) dan jamur lingzhi (Ganoderma lucidum) dilaporkan memiliki berbagai macam metabolit sekunder yang dapat dimanfaatkan sebagai agen pengobatan penyakit pada manusia. Studi mengenai aktivitas antibakteri jamur maitake dan lingzhi terhadap bakteri penyebab plak gigi belum pernah dilakukan sebelumnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas antibakteri bakteri endofit yang diisolasi dari jamur maitake dan jamur lingzhi terhadap bakteri patogen plak gigi. Metode yang digunakan pada penelitian ini yaitu meliputi isolasi, identifikasi makroskopik dan mikroskopik, serta uji aktivitas antibakteri dengan metode Kirby-Bauer. Hasil Isolasi bakteri dari jamur maitake (M) dan lingzhi (L) didapatkan empat isolat, masing-masing: isolat M1, M2, L2 dan L3 yang merupakan bakteri Bacillus sp. Zona hambat yang dihasilkan pada uji aktivitas antibakteri dihasilkan zona hambat sebesar 11 mm pada isolat M1 dan M2, 13 mm pada isolat L2 dan 12 mm pada isolat L3. Isolat L2 berpotensi sebagai kandidat isolat unggulan yang dapat dikembangkan untuk aplikasi kesehatan khususnya karies gigi dan infeksi pada rongga mulut

    0

    full texts

    240

    metadata records
    Updated in last 30 days.
    BIOTIKA Jurnal Ilmiah Biologi
    Access Repository Dashboard
    Do you manage Open Research Online? Become a CORE Member to access insider analytics, issue reports and manage access to outputs from your repository in the CORE Repository Dashboard! 👇