STT SAAT Institutional Repository
Not a member yet
1195 research outputs found
Sort by
Good Character Deserves Respect And Must Be The Hero! : How Chinese Women In Indonesia Perceive Syrophoenician Woman And Jesus In Mark 7.24-30
This study focuses on the correlation between three psychological variables and how Chinese women in Indonesia perceive Jesus and the Syrophoenician woman in Mark 7.24-30 (N = 230, M age = 41.70). The three psychological variables are perceived discrimination, ethnic identity, and well-being. The study evaluates (1) how the three variables relate to positive perceptions on Jesus and the Syrophoenician woman, and (2) how the positive perceptions of the characters in the story relates to perceiving who is the hero in the story. The results show that; (1) perceived discrimination relates negatively to well-being, (2) ethnic identity relates positively to well-being, (3) well-being relates positively to the positive perception on the characters of the story, (4) well-being mediates the relation between ethnic identity and perceived discrimination with the positive perception on the characters of the story, and (5) the positive perception on Jesus’s character relates to perceiving Jesus as the hero of the story. The stronger the well-being and ethnic identity, the more positive the women perceive Jesus and the Syrophoenician woman
“Perbuatlah Ini Menjadi Peringatan Akan Aku”: Tinjauan Terhadap Konsep Ekaristi Herman Bavinck Menurut Konsep Ekaristi John Zizioulas
Ekaristi merupakan salah satu elemen penting dalam iman Kristen yang mempersatukan orang percaya dan yang telah dilakukan sejak abad pertama. Melalui Ekaristi, orang-orang dapat melihat bahwa gereja adalah satu di dalam Kristus yang telah menebus dan melayakkan mereka untuk menjadi umat-Nya. Meskipun demikian, beberapa aliran gereja dari kalangan Injili melihat dan memaknai Ekaristi dengan penekanan yang berbeda satu sama lain. Perbedaan dalam melihat Ekaristi ini menjadi sesuatu yang nampaknya mengaburkan nilai Ekaristi sebagai lambang pemersatu umat Allah. Oleh karena itu, penulis ingin meninjau konsep Ekaristi gereja Injili (yang diwakili oleh Herman Bavinck) dan memberi usulan yang dilihat dari kacamata tradisi Ortodoks Timur (yang diwakili oleh John Zizioulas). Harapannya, bukan untuk meniadakan satu tradisi dan menggantikannya dengan tradisi yang lain, melainkan untuk menjadi suatu perbandingan yang bersifat komplementari (saling melengkapi)
Studi Fenomenologis Terhadap Keluarga Yang Hidup Bersama Sebagai Keluarga Kristen Di Gereja Kristen Kalam Kudus Malang
Persoalan disfungsi keluarga telah melanda keluarga-keluarga Kristen yang berdampak pada generasi anak yang tidak lagi takut akan Tuhan dan tentu saja memengaruhi kehidupan bergereja saat ini. Penguatan relasi dalam keluarga serta pendampingan orang tua terhadap anak dalam hal iman, perlu diperhatikan dan ditingkatkan dengan mencari cara-cara yang efektif untuk mencapai tujuan tersebut.
Memperhatikan keberadaan sebuah keluarga yang unik dan berbeda dibandingkan keluarga lainnya akan menjadi sangat menarik untuk dilakukan penelitian pengalaman hidup bersama sebagai keluarga Kristen. Melalui pengalaman hidup bersama sebagai keluarga Kristen diharapkan adanya tema-tema kunci yang didapatkan yang akan menjadi masukan bagi keluarga Kristen lainnya dan bagi gereja dalam merancang program gereja berupa pembinaan bagi keluarga yang efektif.
Penelitian terhadap keluarga yang unik ini dilakukan secara kualitatif dengan menggunakan metode Analisa Fenomenologi Interpretatif untuk mencari tahu pengalaman apa saja yang dialami oleh anggota keluarga ketika hidup bersama sebagai keluarga Kristen. Hasil penelitian menunjukkan peranan iman yang kuat memampukan anggota keluarga menghadapi pergumulan hidup serta parenting yang mendewasakan anak sehingga terbentuk keintiman serta semangat melayani dan ibadah intergenerasi yang semakin mempererat relasi antar sesama anggota keluarga
Postcolonial Reading of the Bible: (Evangelical) Friend or Foe?
Reading the Bible through a postcolonial lens has become today’s trend in biblical hermeneutics. It triggers pros and cons within the evangelical circle. Is it friend or foe? Rather than uncritically accepting or refusing it, the article chooses a middle way, being “open but cautious” toward it. The article assumes that every reading method has its strengths and weaknesses and, thus, it can offer valuable things. Applying the content analysis theory, the author finds that a postcolonial biblical reading is somehow relevant to a contextual and transformative biblical reading, regardless of its multiple problems. It enables the readers to be self-critical, context-sensitive, and practical in faith-life integration. The article concludes that postcolonial reading of the Bible can be both (evangelical) friend and foe.Membaca Alkitab melalui lensa pascakolonial telah menjadi tren hermeneutika alkitabiah saat ini. Ini memicu pro dan kontra di kalangan Injili. Apakah itu teman atau musuh? Alih-alih menerima atau menolaknya tanpa kritik, artikel ini memilih jalan tengah, “terbuka tetapi berhati-hati” terhadapnya. Artikel ini berasumsi bahwa setiap metode membaca memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing sehingga dapat menawarkan hal-hal yang berharga. Dengan menerapkan teori analisis isi, penulis menemukan bahwa pembacaan biblika pascakolonial entah bagaimana relevan dengan pembacaan alkitabiah yang kontekstual dan transformatif, terlepas dari berbagai masalahnya. Hal ini memungkinkan pembaca untuk menjadi kritis terhadap diri sendiri, peka dengan konteks, dan praktis dalam integrasi kehidupan iman. Artikel ini menyimpulkan bahwa pembacaan Alkitab pascakolonial dapat menjadi teman dan musuh (Injili)
Kumpulan Aransemen dan komposisi, vol. 1
Tidak terasa, program studi S.Th. konsentrasi musik gereja di SAAT sudah melayani hampir 10 tahun. Tuhan telah mengirimkan para hamba-Nya yang mau diutus menjadi hamba Tuhan bidang musik gereja untuk dibentuk di SAAT selama hampir 10 tahun sejak konsentrasi ini mulai berjalan pada Agustus 2011. Selama kurun waktu tersebut, banyak pelayanan dan karya yang telah
dilakukan, baik oleh para mahasiswa maupun dosen konsentrasi musik gereja. Salah satu bentuk karya yang dihasilkan adalah aransemen ataupun gubahan yang diperdengarkan saat resital mahasiswa, pelayanan, maupun acara-acara kampus lainnya seperti SAAT Youth Camp yang rutin diadakan setiap tahun. Kompilasi aransemen dan gubahan dengan judul A Servant’s Heart: A Musical Potpourri adalah bentuk kerinduan kami untuk membagi karya-karya kepada khalayak yang lebih luas. Tidak jarang karya-karya ini “hanya” diperdengarkan di acara kampus sehingga hanya beberapa orang saja yang dan menikmati dan diberkati. Melalui terbitnya kompilasi ini, kami berharap semakin banyak orang dapat mendengar dan bahkan turut menjadi berkat bagi orang lain saat menyampaikan kabar sukacita melalui alunan nada dari karya-karya ini. Judul kompilasi ini menjadi pengingat bagi kita semua, baik itu yang mendengar maupun yang menampilkan musik ini, bahwa kita semua hanyalah hamba Tuhan, yang rindu untuk melayani Tuhan dan sesama. Istilah potpourri , atau dalam bahasa Indonesia bunga rampai, kami pilih karena karya-karya yang ada dalam kompilasi ini sangat beragam. Sebagian besar karya adalah aransemen himne untuk piano solo, satu aransemen lagu kontemporer Kristen untuk paduan suara campuran, dan satu lagu gubahan baru untuk vokal dengan iringan piano
Mandat Pemuridan Keluarga: Kolaborasi
Buku “Mandat Pemuridan Keluarga – Kolaborasi” merupakan kumpulan kesaksian dari gereja-gereja yang mengikuti gerakan Ulangan 6 yang diselenggarakan oleh Yayasan Eunike sejak tahun 2013. Gereja-gereja ini adalah gereja yang memiliki
pemimpin/aktivis yang terbeban untuk merintis pemuridan keluarga di dalam gereja. Di masa pandemi dan paska pandemi, gereja sangat membutuhkan dorongan untuk menguatkan keluarga-keluarga jemaat. Untuk itu, tulisan perwakilan gereja yang sudah dikumpulkan dan disusun dengan sangat baik oleh tim Yayasan Eunike di tahun 2019, perlu segera diterbitkan sehingga bisa memberkati lebih banyak gereja
Pandangan Anggota Kelompok Tumbuh Bersama terhadap Relasi dengan Mentornya di GKKA Indonesia Jemaat Tenggilis Mejoyo.
Pandangan Anggota Kelompok Tumbuh Bersama Terhadap Relasi Dengan Mentornya merupakan sebuah penelitian terhadap proses mentoring di GKKA Indonesia Jemaat Tenggilis Mejoyo, khususnya pengamatan pada relasi antara mentor dan mentee yang adalah Gen-Z. Pengamatan tersebut bertujuan untuk memetakan karakter otoritas, kontrol, dan kehadiran sebagai perwujudan Imago Dei dalam diri mentor dan mentee. Pandangan populer mengenai Gen-Z menujukkan adanya wilayah-wilayah yang berpotensi menimbulkan hambatan dalam proses mentoring Kristen yang menegakkan otoritas, kontrol, dan kehadiran mentor. Karena itu pada umumnya dalam proses mentoring Gen-Z beberapa pandangan mengarahkan kepada proses mentoring yang bercorak humanis. Tentu hal tersebut bertolak belakang dengan mentoring Kristen yang konsisten menegakkan aspek otoritas, kontrol, dan kehadiran pada mentor. Karena itu tujuan penelitian ini hendak meninjau apakah ketiga karakter tersebut dapat ditegakkan dalam proses mentoring terhadap Gen-Z. Mengingat pandangan pokok GKKA Indonesia Tenggilis Mejoyo mentoring adalah bagian dari kelanjutan kovenan anugerah Allah dan dalam hal ini gereja menjalankan mandat untuk memuridkan melalui proses mentoring.
Metode penelitian dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dasar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa para partisipan sebagai mentee sangat menghargai relasinya dengan mentor melalui otoritas, kontrol dan kehadirannya yang merupakan representative dari karakter yang diberikan Tuhan (Imago Dei). Gen-Z yang oleh beberapa psikolog diatributkan dengan sifat yang egaliter, cepat berpikir, mudah bosan, dan bersifat soliter, ternyata dari hasil penelitian hal itu tidak menghambat untuk terciptanya relasi yang sehat dalam sebuah mentoring Kristen yang mempertahankan aspek kovenan - otoritas, kontrol, kehadiran. Dengan catatan jika saja mentor mampu menjaga privasi, memberikan ruang kreatifitas, kerendah-hatian atau menjadi pribadi yang biasa sebagai upaya melawan sikap inklusif dan egaliter, sehingga dari kehati-hatian tersebut memberikan peluang bagi mentor untuk memiliki relasi yang dekat dengan mentee-nya dan kemudian jika relasi sudah menjadi dekat maka mentor berpeluang untuk mengarahkan tujuan dan sistem nilai dari mentee agar sesuai dengan Firman Tuhan
Tinjauan Terhadap Fenomena Substitusi Roti Dan Anggur Dalam Perjamuan Kudus Daring Menurut Pandangan Calvinis Dan Zwinglian
Situasi pandemi COVID-19 memaksa jemaat mengikuti ibadah dalam bentuk daring, termasuk Perjamuan Kudus. Biasanya, jemaat hanya perlu mempersiapkan hati untuk mengikuti Perjamuan Kudus, kini jemaat juga perlu mempersiapkan elemen Perjamuan Kudus, yaitu roti dan anggur. Pada praktiknya, ada sebuah kebimbangan dalam situasi jemaat yang tidak dapat mempersiapkan roti dan anggur di tempatnya sebelum ibadah dimulai. Apakah dengan demikian mereka tidak dapat mengikuti Perjamuan Kudus atau mereka diperbolehkan menggantinya dengan sesutau yang lain? Tulisan ini hadir untuk menjawab permasalahan tersebut. Dalam menjawabnya, penulis mendasari argumen dengan menggunakan pandangan Calvinis dan Zwinglian terhadap Perjamuan Kudus. Penulis setuju bahwa penggunaan roti dan anggur merupakan hal yang sakramental. Namun, inti dari Perjamuan Kudus tidak terletak pada elemen roti dan anggur yang digunakan. Oleh karena itu, dalam kondisi khusus, substitusi roti dan anggur diperbolehkan, tetapi dalam kondisi normal, penggunaan roti dan anggur tetap harus diutamakan. Pada akhirnya, penulis memberikan anjuran-anjuran praktis dalam melakukan Perjamuan Kudus dalam bentuk daring di tengah pandemi COVID-19
Gereja dengan “Sayap Apokaliptis” / Andreas Hauw
Buku bunga rampai Revitaliasi Gereja ini adalah sebuah respons terhadap persoalan polarisasi gereja ke kutub teologis atau, sebaliknya, ke kutub praktis. Kumpulan tulisan ini merupakan sebuah upaya menolong gereja-gereja yang sedang mandeg dan menukik karena tersandera oleh persoalan polarisasi ini. Cara yang dipakai adalah dengan mengajak gereja-gereja Kristen untuk terbang dengan sepasang sayap, sayap teologis dan sayap praktis. Meletakkan dasar-dasar teologis dalam bergereja adalah hal yang sangat fondasional. Setelah itu, bangunan-bangunan praktis diletakkan secara integratif di atasnya. Dengan demikian, gereja tidak akan diombang-ambingkan oleh berbagai tantangan zaman. Dengan kedua sayapnya, sang burung dapat terbang tinggi menantang angin, atau badai sekali pun, yang datang menerjang
Analisis Kritis Terhadap Struktur Retorika Surat Ibrani Dan Penerapannya Pada Khotbah Masa Kini
Surat Ibrani biasanya lebih dikenal sebagai sebuah surat. Namun, ada pandangan lain mengenai genre surat Ibrani, yaitu sebagai Sermonic Epistle yang disebut juga sebuah khotbah atau retorika. Penulisan surat dengan struktur retorika ini berbeda dengan beberapa surat umum lainnya di dalam Alkitab. Misalnya penulisan surat Petrus yang tidak menggunakan struktur retorika untuk menguatkan jemaatnya. Kalau begitu, mengapa penulis surat Ibrani lebih memilih bentuk khotbah yang dikemas dalam struktur retorika? Apa saja prinsip yang dipegang oleh penulis Ibrani dalam penyampaian khotbahnya? Apakah prinsip tersebut dapat diterapkan pada khotbah masa kini? Melalui analisis struktur retorika surat Ibrani serta prinsip penulis surat Ibrani dalam penggunaan struktur retorika, penulis menyimpulkan bahwa surat Ibrani menggunakan struktur retorika Yahudi-Hellenistik dan orang-orang Kristen pada masa awal yang sesuai dengan zaman itu untuk memudahkan penerima suratnya. Selain itu, penulis surat Ibrani juga menunjukkan prinsip yang konsisten yaitu meninggikan Yesus Kristus di atas segalanya. Prinsip ini relevan hingga sekarang dan harus terus menjadi pengingat bagi setiap pengkhotbah untuk mengkhotbahkan Kristus dan menghidupi khotbah yang berdasar pada Kristus sang Imam Besar